Detik demi detik, hingga menit demi menit pun berlalu. Tak disangka, peminat artefak itu begitu besar. Dalam waktu sepuluh menit, angkanya sudah mencapai enam puluh juta dolar. Keadaan itu jelas membuat Jason geram. Waktunya semakin terbatas, sementara harga artefak itu sudah tak keruan mahalnya. Otaknya mulai berpikir keras, lalu ia kembali mengangkat tangannya.
"Yes, Sir!"
"Tujuh puluh juta!" tawar Jason.
"Tujuh puluh juta dolar," ulang pria podium itu yang kembali menatap ke seantero ruangan.
Jason berharap tak ada lagi yang akan menawar artefak itu. Cukup dia yang terakhir dan menjadi pemiliknya. Tapi, Jason sedang sial.
Ada satu orang yang duduk di deretan paling belakang sudah mengangkat tangannya dan berteriak, "Seratus juta dolar."
Hampir saja Jason tersedak mendengarnya.
"Ayo tawar lagi!" umpat Paul kesal melihat Jason bengong.
"Harganya sudah semakin tidak masuk akal!" protes Jason berang.
"Tapi kau sudah berjanji pada Legion!" Paul menekannya.
"Seratus juta dolar! Menakjubkan!" pekik si pria podium girang, sambil mengetukkan palunya dengan bersemangat. Lalu kedua tangannya terangkat ke atas. "Thank you, Sir! Lelang ditutup dengan penawaran terakhir senilai seratus juta dolar."
Ingin sekali Jason menembaki satu persatu orang di sana karena telah menggagalkan misinya siang itu.
"Brengsek!" umpat Paul kesal. "Pantas saja kau dianggap gagal!" makinya.
"Tutup mulutmu atau kubunuh kau sekarang juga!" desis Jason kesal. "Aku belum kehabisan akal. Aku hanya butuh waktu sedikit lagi."
"Asal kau tahu saja, Jason Wade. Tidak ada lagi waktu untukmu!" balas Paul yang beranjak dari duduknya.
Jason mengatur napasnya dan bersikap senormal mungkin. Berdiri dari kursinya dan berjalan ke luar ruangan dengan kepala tegak seolah tak ada apapun. Ia berdiri di halaman depan hotel, mengeluarkan sebatang rokok dari saku belakang celananya. Menjepitnya di bibir sebelum menyalakan benda itu dengan korek yang sudah siap di tangannya. Asap tipis mengepul setelah ia mengisap batang rokok itu. Sejenak, kekalutan dalam dirinya sirna. Yang harus Jason lakukan sekarang hanyalah menunggu saat yang tepat, sebelum akhirnya ia bisa merebut artefak itu bagaimanapun caranya. Entah di mana Paul. Ia tak tahu kemana lelaki itu pergi dan ia pun tak peduli.
Jarum jam di pergelangan tangan Jason bergerak semakin maju. Rokok yang tadi diisapnya telah tersisa beberapa senti saja, kemudian dibuangnya dan diinjak begitu saja. Waktu yang ia nantikan pun tiba. Sang pemilik artefak yang memenangkan lelang tadi terlihat melewatinya dengan dua orang bodyguard di belakangnya. Pria renta tetapi masih terlihat bugar itu menenteng koper hitam yang diyakini Jason sebagai tempat di mana artefak itu bersemayam.
Pria itu masuk ke dalam limosin yang baru saja berhenti di area drop zone.
Dengan cepat, Jason pun berlari ke dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. Ia mulai menginjak pedal gas setelah menyalakan mesin Mazzanti Evantra Millecavalli putih miliknya. Tak butuh waktu lama bagi Jason untuk bisa mengejar limosin hitam itu, meskipun jalanan begitu padat. Jason mengemudi dengan penuh perhitungan. Sebelum akhirnya ia mengeluarkan sebuah revolver S&W Magnum 4" dari balik dasbornya dan menggenggamnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya masih bertengger di kemudi.
Jason merasa bahwa ini adalah saat yang tepat. Ketika limosin itu melewati sebuah jalanan yang cukup lengang, ia membuka kaca jendela di sebelah kanan dan mulai membidik. Namun sial, ada tembakan lain berasal dari mobil Audi hitam yang datang dari arah berlawanan tepat di seberangnya. Satu tembakan itu berhasil mengenai satu roda depan dengan sempurna, limosin itu oleng. Tidak perlu menunggu si empunya sadar atas apa yang terjadi. Si penembak misterus kembali menembak roda lainnya sehingga limosin itu melaju semakin tak tentu arah dan meluncur tak terkendali. Sampai akhirnya berhenti setelah menabrak tiang lampu di tepi jalan. Kap mobil itu ringsek dan mengeluarkan kepulan asap.
Jason segera menghentikan laju mobilnya tak jauh dari sana. Ia keluar dari mobil sambil terus waspada mengawasi keadaan. Revolver sudah berpindah ke tangan kanannya dan teracung mengarah ke Audi hitam yang telah berhenti lebih dulu. Sebelum ia sampai ke dekat limosin, salah satu dari tiga orang yang keluar dari mobil Audi itu telah berhasil mengambil koper hitam itu. Mereka segera kembali ke mobil dan kabur.
"Sial!" umpat Jason kesal penuh amarah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Api Unggun Terakhir
FantasíaDirga, pemuda yang hobi wall climbing di kampusnya tiba-tiba harus terjebak dalam kegiatan Pramuka konyol. Namun, Pramuka justru mempertemukannya pada sosok gadis impiannya bernama Kirana. Tak ada yang menyangka, keduanya akan terlibat suatu eksped...