Part 6. "Secret Admirer"

185 18 2
                                    

"Kak Uga itu cogan yang gua maksud." ~Ello


..

..

..

Secret Admirer

Hal-hal buruk yang terjadi di tengah perjalanan sesudah perkenalanku dengan Kak Uga :

1. Turun hujan, sehingga menyebabkan Puang Clara dan beberapa laki-laki lainnya sibuk memasang terpal biru di belakang truk sebagai atap agar rombongan tidak basah kuyup. Bukan, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah... TUH OINKY SIALNYA BERAK DI DALAM TRUK, MANA KITA ENGGAK BISA HIRUP UDARA BEBAS LAGI KARENA SEKELILING DITUTUP SEMUA PAKE TERPAL!!!!!!!

2. Truk sapi kurban lagi-lagi kandas untuk yang ke-12 kalinya, dikarenakan jalanan menjadi lebih 'beresiko' saat hujan turun. MANA PAS HUJANNYA TAMBAH DERAS LAGI! Tapi santuy, akhirnya kita dipindah ke kursi penumpang di depan truk sampai di Simbuang. Eh, kita itu maksudnya aku sama Ello doang deng, hehehe... Jadi emak-emak sama anak-anak yang lain kita biarkan begitu saja mengisi paru-paru mereka dengan gas beracun, alias BAU BERAK SIAL OINKY!!!!!!! (Maafkan kami berdua)

Sekarang? Aku lagi bersiap-siap turun dari truk. Bukan, bukan karena sudah sampai. Tapi karena_ entahlah? Puang Clara yang menentukan di mana truknya berhenti kan?

Di hadapanku sekarang, terdapat bebukitan rendah dengan sebuah rumah kayu yang belum sepenuhnya dipasangkan dinding, tepatnya masih setengah jadi.

"AMBE!" panggil Puang Clara ketika turun dari truk.

Embe? Puang Clara punya kambing? Aku baru tau kalau ada kambing di kampung, biasanya kan cuma tedong (kerbau), atau oinky.

"OII!" balas teriakan seseorang. Bukan dari dalam rumah kayu di hadapanku, melainkan dari arah samping rumah kayu itu. "Umba susi kareba?" (Apa kabar?) lanjut si pemilik teriakan tadi.

"Kareba melo!" (Baik!) teriak Puang Clara dengan bahasa zaman batu.

Tiba-tiba dari arah samping rumah kayu yang terdapat di atas bukit tersebut muncul seorang lelaki lansia dengan sarung diikat dipinggangnya, yang menurut perkiraanku sih emm, sekitar 70-an usianya.

Lansia itu berhenti di ujung bebukitan tersebut. Matanya berkeliling melihat ke bawah, ke arah kami para rombongan.

"Ohh sama rombongan kah?" ucap Lansia itu dengan semangat umur 20-an.

"Iyo!" Jawab Puang Clara dengan nada khas. Puang Clara lalu mendaki ke atas bebukitan tersebut, menghampiri seorang lansia dengan semangat pemuda berusia 20 tahun.

Kok berhenti? Batinku ketika melihat Puang Clara berhenti tepat di depan lansia tersebut.

"BAHAHAHA!!!" seketika tawa mereka berdua pecah diikuti kakek itu yang langsung meraih tubuh Puang Clara dan saling berpelukan.

Aku yang menyaksikan dari bawah acara peluk-pelukkan kedua pria itu hanya bisa menggeleng-geleng kepala tak habis pikir.

"Hmm... kayaknya tuh kakek sahabatnya Puang Clara deh," Monologku.

"Bukan, itu ayahnya." celetuk seseorang di sampingku.

"Kak Uga?" tunjuk jari tengah_ eh jari telunjukku. "Ngapain di_ eh maksud gue, Kak Uga tau darimana kalau itu ayahnya Puang Clara?" tanyaku setelah berbalik ke arahnya.

CO(US)IN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang