Part 28. "Tongsis"

46 12 0
                                    

"Kalau emang lo_ kalau emang kenyataannya salah, kenapa lo marah dan berakhir mukul dia?"


..


..


..


Tongsis


"Tal! Woy! Yaelah gue malah ditinggal." Gerson melirik kanan-kiri. "Tabe' (permisi) om, tanta..." panggil Gerson pada tuan rumah. Nyatanya, tak seorang pun terlihat batang hidungnya sejak aku meninggalkan Gerson dengan tujuan 'diobati sama yang punya rumah'.

Lama-lama luka gue sembuh sendiri kalau gini. Batin Gerson kesal.

***

"Jadi, lo bisa jelasin kenapa lo mukul dia?" Tanyaku rendah.

Emosiku yang belum juga terkuras sejak aku mendatangi setan ini malah semakin memuncak. Dan yang membuat kedua tandukku muncul, adalah raut santai alias tidak bersalah yang diberikan lawan bicaraku. Bahkan dia belum membuka mulut sejak aku membuka pembicaraan beberapa menit lalu.

"Yakin nggak ada yang mau lo jelasin?" Tanyaku sekali lagi sambil berusaha mencari sesuatu di dalam iris hitamnya. Sedetik setelahnya, aku berdiri dari dudukku.

"Terserah lo deh gimana kelanjutannya. Yang penting gue udah nyoba bantu tapi lo sendiri yang nggak ma_" Aku menengok ke arah tanganku yang menerima pergerakan tiba-tiba.

Kak Uga segera melepaskan tangannya yang sebelumnya sempat menyekat pergelangan tanganku setelah aku menatapnya tajam.

"Lo punya mulut gak sih Kak? Atau lo sengaja jadiin gue orang idiot yang bicara sendiri?" Tanyaku berapi-api. Oke. Kalau kali ini Kak Uga kembali mendiamiku ...

"Mau lo apa?" Tanyanya balik. Ini kali pertama telingaku mendengar suara lemahnya.

"Minta maaf sama Gerson." Tegasku.

Mendengar kalimatku, Kak Uga mengangkat kepalanya perlahan. Sekarang aku bisa melihat jelas garis wajahnya yang berubah merah.

"Kebalik." Kak Uga mengalihkan wajahnya, membuatku bingung dengan ucapannya. "Harusnya lo nyuruh dia buat minta maaf sama gue." Katanya rendah tapi tegas.

"Lebih baik lo jelasin kenapa lo bisa jadi kasar kayak gitu." Kataku sedikit memburu.

Sekarang aku mengakui kalau menunggu itu menyebalkan! Dan rasanya aku zudah tidak sanggup menghadapi iblis di depanku yang tidak merasa bersalah sedikit pun.

"Pengecut." Decakku setelahnya.

"Dia bilang gue suka sama lo." Celetuknya rendah, tepat sasaran. Entah dimana, agak susah dijelaskan.

Berjuta kalimat muncul di pikiranku. Sayang, tidak satu pun berhasil keluar dari mulutku yang terkunci rapat. Tapi ada satu yang membuatku bertanya-tanya. Bukankah dia marah karena Gerson menyebutku sebagai sepupunya? Apa mungkin, kalau Kak Uga sudah lebih dulu tahu tentang hal itu?

Setelah menyiapkan nyali dan menarik napas panjang, mulutku kembali terbuka, "Lo sendiri?" Tanyaku ragu. Lega dan rasa takut menyerangku bersamaan, diikuti detak jantungku yang berdegup cepat. "Kalau emang lo_ kalau emang kenyataannya salah, kenapa lo marah dan berakhir mukul dia?" Ujarku berusaha pelan.

CO(US)IN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang