"Yang mau pulang harus didahulukan."
~Rendy..
..
..
Deja Vu
Sesekali aku menghembuskan napas saat menatap orang-orang di depanku. Sebenarnya apa tujuan mereka hingga membuatku layaknya orang yang akan diwawancarai? Bedanya, sejak awal mereka hanya diam bak patung dan tidak ada yang berani menatapku. Ada juga yang sesekali mencuri pandang menatapku di balik kepalanya seperti yang tengah Ello lakukan sekarang.Berasa jadi kriminal.
"Aku tanya lagi ya. Kalian mau bilang apa ke aku?" Mungkin ini sudah ketiga kalinya aku bertanya demikian. Dan respon mereka semua sama, diam, bungkam, dan mematung. Oh ayolah... justru aku akan semakin tersinggung kalau mereka mendiamiku seperti ini. Kalian pasti marah bukan kalau dikacangi meski hanya sebentar? Huft... sayangnya aku sudah diperlakukan seperti ini selama kurang lebih dua puluh menit.
Lama-lama dahiku gak kembali seperti semula karna mengkerut mulu dari ta_
"Sayang," Mamah memegang pundak Papa yang sontak menatapku.
Aku melihat Papa yang mulai membuka mulutnya perlahan. "O-oh i-ya. Kak, Pu-ang Clara..." Papa menggantung kalimatnya.
"Puang Clara? Ada apa sama Puang Clara?" Dahiku mulai merata, tidak lagi mengkerut. Perasaan tak enak serta firasat burukku mulai menghilang saat mendengar subjek yang akan dibicarakan bukan sosok yang telah menambahkan warna-warni di liburan membosankanku--yang ternyata sebaliknya.
"Puang Clara udah pulang." Lirih Mamah yang berhasil sampai di telingaku.
"Pft!" Aku menahan tawa yang ditatap bingung oleh mereka di sini, ruang keluarga rumah Oma. "Haduh... jadi kalian kayak gini cuma karna Puang Clara pulang? Hahaha... aduh perutku..." Aku tertawa seraya memegang perutku yang mulai terasa nyeri.
Mereka menatapku sebelum saling melemparkan tatapan satu sama lain.
"Lah, terus kenapa kalau Puang Clara pulang, Pa, Mah?" Tawaku mulai mereda. "Yaudah deh, aku mau cari Kak Uga dulu ya Mah, Pa. Aku pergi_"
"KAMU KENAPA SELALU CARI DIA HAH?" Bentak Papah emosi.
Aku terperanjat. Tidak berani menatap ke arah orang yang telah meluapkan sebagian amarahnya di depan sana. Selama ini aku sudah terbiasa dengan sosok Papah yang mudah berubah sangat buruk ketika ia marah. Masalahnya meskipun aku terbiasa, bukan berarti aku tidak pernah takut dengan sosok lain itu. Aku beruntung kali ini karena Papa hanya mengeluarkan sebagian emosinya, bukan seluruhnya. Contoh terburuk dari puncak amarah Papa, saat sebuah telepon pintar bermerk iphone five rusak begitu saja setelah dilempar terang-terangan tepat di hadapanku ketika masih tinggal di rumah lama dulu.
Sosok yang kini menatap tajam ke arahku itu bukan cuma membuatku terperanjat dan menegang, tetapi seisi ruangan juga dibuatnya. Tidak ada yang berani bersuara. Hanya Mamah yang dengan sigap mengelus lengan Papa saat hampir berdiri tadi.
"Pa-pa... a-aku cuma_"
"Diam." Suara Papa yang berubah sangat berat malah membuatku semakin bergidik. "Puang Clara, Uga, Rendy. Kamu gak usah cari mereka lagi." Papa terlihat menarik napas kasar. "Mereka udah pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
CO(US)IN [Selesai]
Romance"Dear U... I have something for U. It's about U." »💌 CO(US)IN book 1 Hei! Apa di dunia ini ada jasa menitip salam? Jika ada, aku ingin menitip salam untuk semesta sekarang juga. Bilang padanya, "Persetan dengan hubungan darah." ~✿~ Semua ini bermul...