Part 35. "Ke Kuburan"

39 11 2
                                    

"Langsung ke intinya aja deh Kak. Kita mau kemana?"
~Talya

"Kuburan."
~Uga


..


..


..



Ke Kuburan

Setelah merasa galeriku telah penuh dengan foto-foto kami berlima, aku menyimpan kembali hapeku di kamar Oma setelah melepas lensa Fish Eye yang terjepit di kamera hapeku.

Suara Oma yang mengisyaratkan jam makan siang terdengar bertepatan keluarnya aku dari kamar.

Aku tersenyum saat bertemu pandang dengan Oma di perjalanan menuju dapur. Oma yang satu ini, umurnya sudah memasuki usia 70-an, terlihat dari rambutnya yang hampir dipenuhi warna putih juga bentuk tubuhnya yang sudah bungkuk akibat faktor usia.

Oma tinggal di rumah ini sebatang kara setelah Opa berpulang ke Surga. Ia harus naik-turun gunung dengan berjalan kaki demi mencari nafkah di sawah peninggalan suaminya di daerah kaki gunung. Belum lagi jarak antara rumahnya dan kaki gunung yang terbilang sangat jauh apalagi di usia Oma saat ini. Bayangkan peluh yang Oma keluarkan dalam satu hari hanya untuk bertahan hidup di daerah pegunungan terpencil seperti ini.

Andai saja Oma bisa hidup tenang dan menikmati masa mudanya, menyaksikan anak-cucunya bertambah besar yang nantinya akan merawat dirinya. Di mana anak dan cucu Oma sekarang? Apakah mereka tidak khawatir dengan Oma yang tinggal seorang diri di pemukiman terpencil seperti ini? Tega sekali mereka.

Papa memulai doa makan setelah kami semua berkumpul di ruang keluarga. Oma, keluargaku, Puang Clara, Kak Uga, Rendy, Kak Putri, dan Aldo duduk melingkar mengelilingi lauk-pauk yang telah diletakkan di tengah kami. Lauknya tidak mewah, bahkan terbilang sangat sederhana. Tapi kebersamaan kamilah yang terpenting dari semuanya, yang membuat makanan di depan kami tampak sangat mewah. Apalagi di zaman sekarang, kebersamaan seperti ini sudah jarang ditemukan.

Sekali lagi, hal langka-lah yang terbaik.

Kegiatan makan kali ini tampak lebih seru dibandingkan sebelumnya, bahkan bisa dibilang kegiatan gosima--gosip sambil makan. Orang dewasa seperti Oma, orang tuaku, dan Puang Clara tengah berbincang dalam pembicaraan orang dewasa menggunakan bahasa kampung.

Sedangkan aku, Kak Putri, Ello, Aldo, Rendy, dan Kak Uga sedang tertawa karena beberapa nasi yang sedang Aldo kunyah terbang ke luar mulutnya setelah menertawai Rendy yang tersedak air minum. Bahkan kami tidak tanggung-tanggung mengumpati Aldo layaknya peristiwa tadi pagi.

Satu-persatu piring kosong tergeletak di lantai. Piring-piring berisi lauk-pauk yang tadinya terisi penuh kini telah tandas tidak tersisa.

Rendy mencari kesempatan ketika melihat piring-piring kosong tersebut untuk mencari gara-gara. Dan sasaran empuknya tak lain dan tak bukan...

"Uhuk uhuk. Gua mulu lu! Ngefans ya lu sama gua." Cetus Aldo sampai terbatuk saat minum, tak terima karena dijadikan mangsa yang kesekian kalinya. Bagaimana tidak, wajah polos dan lugu, serta tubuh paling kecil dan pendek di antara kami semua membuat Aldo sebagai satu-satunya domba di antara serigala.

"Dih mending gua ngefans ama Mimi Peri daripada sama lo!" Balas Rendy tak mau kalah membuat kami berlima terkekeh, kecuali Aldo dengan raut wajah lesuh.

CO(US)IN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang