Terkadang kesepian nan membelenggu mengancurkan begitu banyak bagian kalbu hingga menjadi abu.
☔☔☔Haysel
Pelangi, lo belum pulang? Gue nungguin lo di depan gerbang.Tuan Putri Pelangi
Kenapa Haysel?Haysel
Gue mau ngasih tau sesuatu sama lo.
Boleh ngobrol bentar di depan?Tuan Putri Pelangi
Tunggu sebentar, Haysel."Anak cowok gak boleh nangis, harus kuat! Harus berani." Kalimat Ibu yang sampai saat ini tak pernah bisa Haysel pegang teguh. Sebab ia tak bisa sekuat itu, tak bisa seberani Ibu bayangkan. Ia lelah terombang-ambing tanpa arah, menikmati kesendirian, menyelam pada imajinasi, terjebak pada perasaannya sendiri.
"Karena Ael lebih tua dari Uel, jadi harus bisa bertanggung jawab dan melindungi."
Bahkan Haysel tak pernah bisa melindungi apapun yang dimiliki. Tidak satupun, semua terlanjur retak, berpecah, melenyap menyisa keping duka.
"Nanti kalau jatuh bangun lagi! Kalau gagal coba lagi!"
Andai Ibu tahu bahwa semua hal di dunia ini tak seperti itu, tidak ada cara untuk mencoba mengulang kegagalan menyelamatkan Ibu, membiarkan keluarga utuh, menghentikan Ayah, membuang bagian sedih. Tidak semudah itu. Tidak segampang ucapnya.
"Ael gak akan sendirian, selalu ada Ibu."
Pada akhirnya Ibu pergi jauh lebih dulu. Tidak menetap untuknya, memilih egois mengakhiri hidup tanpa membawa tubuh kecil Haysel yang masih butuh dekap hangat, alunan lembut lagu penghantar tidur, dongeng indah menuju mimpi.
"Tetap bahagia, ya? Tetap seperti ini."
Manusia adalah makhluk dinamis, berubah seiring berjalan waktu, berbeda menyesuaikan menempatkan diri, berjuang tidak tumbang meski pada akhirnya berlumur sakit.
Ibu, terus bahagia bagi Haysel mustahil setelah Ibu pergi.
Wajahnya menengadah menyaksikan riak mega berlalu-lalang, suara kendaraan terendam jauh tak bisa menjangkaunya. Cahaya matahari menyilaukan perlahan-lahan tertutup awan. Embus pelan angin menyentuh setiap kulit, sensasi gundah melarutkan begitu banyak resah. Kaus putih berbalut kemeja kotak-kotak kebangaan, belum cukup menahan hawa beku sekitar. Rambut hitam acak-acakan, dengan warna madu manik lupa ia samarkan lensa kontak. Sudah lelah berpura-pura. Haysel hanya ingin pergi jauh istirahat menepi, tertidur nyenyak, menghilangkan segala kenang memuncah memikul banyak resah.
Pelangi muncul dengan sebuah notes di tangan, berlari-lari kecil menghampirinya. Senyum lebar gadis itu merekah sempurna, Haysel tidak pernah tahu mengapa, dalam manik milik Pelangi selalu terlihat ada banyak bintang berkelap-kelip, semburan merah muda pada kedua pipi yang selalu berhasil membuat Haysel tenang.
Sebab sebelumnya, bersama Pelangi menjadikan Haysel merasa lebih baik. Tapi sekarang berbanding terbalik.
Rambut kepangnya terlihat berantakan, poni lapek serta seragam telah kusut.Haysel tak lagi sanggup berkata-kata ketika Pelangi duduk di samping sambil berucap ceria.
"Terima kasih udah nunggu." Sebuah kalimat dengan kesan aneh, mengeliti tepi hati.
Haysel hanya mampu menarik senyum simpul penuh palsu.
Menahan debur hentak jantung berpacu kencang.
"Terima kasih udah datang Pelangi," ucapnya tersendat mengontrol perasaan sendiri.
Sebab sejujurnya ia tak pernah mengharapkan hal seperti ini, membuang muka pada jalanan ramai. Haysel menghembus napas panjang, tenggorakan terekat, memejamkan mata sebentar berharap bisa menghilangkan banyak hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desir Arah
Teen FictionJauh sebelum lintang bintang memudar Dia pernah berpikir ke arah mana kaki melangkah Dengan rasa lelah memuncah Tertatih-tatih kehilangan arah Lalu suatu ketika dipenutup oranye cerah Tangannya mengepal menemukan rumah Yang tak pernah menjadi perna...