25. Seandainya Pelangi Tidak Pernah Ada

104 44 0
                                    

Aku senang melihat semua orang bahagia. Tapi, pernah aku menjadi alasan untuk hal indah itu?
☔☔☔

Mama pernah bilang, mencintai seseorang tanpa alasan adalah cinta sesungguhnya.

Mencinta tanpa alasan, sama artinya tidak akan meninggalkan tanpa alasan.

Wajah menua, manusia berubah menyesuaikan dimensi waktu, masalah-masalah menciptakan hal baru, hal-hal baik buruk akan tergali. Bukankah aneh mencintai dengan sebuah alasan?
Mencintai karena cantik.
Mencintai karena pintar.
Mencintai karena hal ini, mencintai karena hal itu.
Pada akhirnya semua terasa sia-sia omongan belaka.

Manusia cenderung memilih dan tertarik akan sesuatu indah dan menarik menurut pandangnya, hal lebih miris lagi, mereka memiliki sikap bosan.

Waktu mengambil banyak hal, di saat bersamaan memberi sebanyak yang diambil.

Pelangi mencintai Mama jauh lebih banyak dari orang-orang yang meninggalkan dan membenci Mama.

Ketika telinga mendengar banyak cerita, ia meraih banyak praduga, memunggut satu persatu kisah yang rupanya batu sandungan untuk jatuh.

Jatuh jauh ke jurang kelam mengerikan. Lalu ketika Pelangi kecil bertanya
"Apa mama senang Pelangi lahir?"

Seulas senyum terukir dengan mata mengambarkan banyak makna yang tak pernah bisa terbaca mudah. Tidak bersuara menyisir helai rambut panjang Pelangi. Pantulan wajah mama depan kaca kadang terlihat begitu sendu, begitu mengores kalbu. Pelangi kecil tak tahu, apa maksudnya itu.

"Rambutnya mau diikat bagaimana?"
Selalu ada pengalihan pembicaraan, Pelangi tidak rela, tapi tak jua berani memaksa.

Maka ia biarkan saja.

"Kepang dua."

Hari-hari berlanjut, tanpa sosok Papa. Ia merasa akan bahagia, sampai suatu ketika, banyak sekali kenyataan menghantam depan mata.

Pelangi ingin tidak bisa memahami maupun mengerti. Namun hidup sulit serta kesedihan terpancar sepasang manik mata Mama, membuatnya menerima.

Bahwasanya dirinya merupakan kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak ada, kesalahan yang mampu membuat malam-malam mama terasa singkat.

Di usia 19 tahun, Mala mama Pelangi jatuh cinta. Masa awal bangku perkuliahan menjalin asrama akan kakak tingkat tengah dimabuk tugas akhir.

Semua berjalan terlalu manis sempurna menjadi kenyataan dalam dunia fana.

Tiada yang abadi.

Jatuh cinta.
Mencintai berarti harus merasakan jatuh berhadiah luka.

Jatuh terlalu dalam merupakan marabahaya paling dahsyat pernah Mala rasakan.

Karena setelahnya ia kehilangan segala.

Pelangi kecil selalu bertanya di mana? Mengapa Kakek dan Nenek membenci mereka? Mama selalu mengeleng dan bilang bahwa itu tidaklah benar. Brangkali Mama lupa, ada banyak hal yang perlu Pelangi pelajari sendiri saat mama sibuk mengaduk tepung-tepung adonan kue. Mengerti dan memaksa untuk peka akan keadaan berantakan tak pernah ia pikir ada.

"Kenapa mama diusir?"

Bibir mama berkedut, tak bisa mengutarakan apa yang ia rasakan, rasa ingin tahu anak kecil terkadang mampu menghancurkan.

"Mama gak diusir," ujarnya berbohong.

"Terus kenapa?" tanya Pelangi lagi.

"Karena di sana bukan rumah mama untuk pulang lagi."

Desir ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang