26. Ibu dan Mama

99 41 0
                                    

Tapi kalau kamu tidak pernah datang, aku tidak pernah punya alasan pulang.
☔☔☔

Dapur menjadi tempat favorit kedua Russel kecil ketika di rumah mereka, Ibu melakukan banyak hal di sana. Berusaha memasak makanan, meski rasanya tak seenak keliatan, tapi Russel suka membantu.

"Yah, bagian belakangnya gosong," ucap Ibu mengangkat loyang bolu dari oven menaruh pada meja makan yang penuh akan beragam bahan, tepung berserakan. Bunyi mikser masih terdengar nyala, Russel menoleh, mematikan tombol off, menghampiri bolu Ibu. Sepulang sekolahnya, dibanding pergi bermain menjadi bocah petualang semacam Haysel yang kerap pulang membawa luka hasil bertarung. Russel suka menghabiskan waktu bersama Ibu.

"Gapapa, kan masih ada yang ini. Nanti yang ini gak akan gosong, Bu!" serunya riang. Ibu hanya tertawa gemas.

"Oke deh, yang ini maunya pake coklat atau pandan?"

"Coklat aja gimana, bu?"

"Kalau gitu ibu lelehin dulu bentar ya."

Russel suka makanan manis, membeli banyak kue pada toko roti, atau memborong gula-gula di warung. Ibu selalu bilang itu tidak baik untuk giginya, nanti akan bolong-bolong termakan kuman, bagiannya akan menghitam serta sakit nyut-nyutan.

Russel pernah sakit gigi dan berhasil membuat Ibu kalang-kabut serta mengomelinya agar tak makan banyak makanan manis lagi. Haysel akan duduk di samping mewakilinya mengangguk mendengarkan perkataan Ibu, sesekali menangapi lucu. Namun tentu Russel jadi jengkel karenanya.

Makanya kalau Ibu tidak mengizinkan membeli makanan manis itu di luar, ia akan mempelajarinya bersama Ibu! Dengan tekad bulat itu, ketika diajak ayah ke toko buku, Russel akan berlarian mencari jenis-jenis resep makanan manis, berbading terbalik akan kebiasaannya mencari komik maupun dongeng-dongeng anak.

Sampai rumah, ia memamerkan pada Ibu membujuk mengeluarkan beragam jenis rayuan agar Ibu mau mempelajari bersama pada dapur mereka sampai Ibu setuju.

Makanya setiap akhir pekan, Russel dan Ibu menghabiskan waktu seharian di dapur setelah menyiram tanaman belakang.

"Coklatnya yang banyak!"

Ibu akan mengeleng, tak ayal melakukannya juga.

"Yang ini pasti gak akan gosong lagi!"

Sayang sekali Russel kecil tidak tahu bahwa selain gosong, bolu juga punya potensi bantet atau terlalu ngembang serta matah bagian tengahnya. Bolu coklat terakhirnya berakhir bantet.

Awalnya Russel sedih karena tak berhasil, tapi Ibu bilang "Bolunya lebih enak dari toko roti manapun, karena yang bikin Uel."

"Enak banget! Tapi ini jenis kue apa?" Haysel akan menambahkan, Russel pundung.

"Itu bolu!"

"Hah, bolu? Masa bolu?" tanyanya mencomot satu lagi potongan kue dari piring. Ibu datang menuangkan air putih ketiap gelas mereka, meski Ayah tak bersama menghabiskan waktu di dapur sore itu.

"Bolu coklat!"

"Bu, ini beneran bolu?" tanyanya tak percaya menoleh ke arah Ibu memastikan.

"Iya, itu bolu Uel yang bikin."

"Hah? Ael kira brownis," bilangnya takjub sambil menyuap kembali ke dalam mulut, Russel cemberut mengingatkan kembali kegagalan-kegagalannya.

"Thuapi bwueneran eunak!"

"Telan dulu, baru ngomong. Gak boleh gitu," peringat Ibu.

"Tapi benaran enak!" seru Haysel mengacungkan jempol tersenyum memamerkan deretan gigi bernoda coklat menyangkut. Russel tertawa senang, entah senang dipuji kuenya enak atau senang melihat wajah lucu Haysel.

Desir ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang