3. Payung dan Boneka Penangkal Hujan

367 98 14
                                    

Barangkali mama benar, hujan bagiku adalah bagian bahagia, tapi bagimu adalah bagian luka. Tapi bagaimanapun juga aku lebih suka, kamu tersenyum di bawah langit cerah cakrawala
☔☔☔

Warna putihnya melambai seiring angin menyapa pergi, sinar matahari yang masih terik menyipitkan manik Pelangi, susah payah meski rada gerah. Tangannya berusaha sekuat tenaga memegang buluh bambu panjang salah satu bagian tangkai jemuran milik Bibi Airi samping halaman rumah. Memang gadis satu itu kerapkali bongkar pasang tempat jemuran milik tetangga hanya untuk menjatuhkan boneka teru-teru bozu jendela kamar Russel.

Jendela kamar yang berseberangan dengan jendela kamar miliknya, bukan masalah apa, dua buah boneka teru-teru bozu yang tersangkut apik pada jendela baru saja dijahit lagi oleh Russel setelah lagi-lagi diculik oleh Pelangi.

Sambil mengusap keringat susah payah, nampaknya Russel kali ini benar-benar mengikat boneka tersebut dengan baik.

Boneka terbuat dari kain putih yang digambar mata diisi buntelan kertas atau sejenisnya sebagai kepala itu, sebenarnya cukup menyeramkan kalau terlihat malam hari, seolah mirip pocong kecil gentayangan.

Boneka menurut kepercayaan orang-orang Jepang sebagai pengusir hujan, menolak adanya rintik-rintik sejuk air berjatuhan memberi setiap makna tiap setapak ia tempuh.

Tapi pernahkah sebelumya Pelangi bilang bahwa ia sangat menyukai hujan? Jika hujan turun, ia bisa menari sepuasnya di halaman samping rumah tanpa alas sepatu, kalau hujan turun kebisingan dan kesunyian akan lenyap terbawa riak air. Ketika hujan turun Pelangi tidak akan merasa dunia terlalu sepi. Pelangi suka hujan, tapi Russel tidak.

Russel bermusahan dengan hujan, jika hujan turun Russel akan mengurung dirinya, menutup jendela kamar rapat bersembunyi. Ketika hujan turun pintu rumah Bibi air terasa kosong. Ketika hujan turun Russel akan lebih murung dari biasanya.

Mereka bertolak belakang. Pelangi dan Russel, dua hal berbeda.

Suara ketukan kencang pada jendela berhasil membangunkan tidur siang Russel, ia berjalan membuka lebar menebak pasti ada si pencuri yang hendak merampas teru-teru bozunya. Menghembus napas panjang, Russel memasang kacamata, berdecak sebal.

"Pelangi!" peringatnya.

Si gadis menengir setelah berhasil menjatuhkan salah satu boneka itu ke tanah.

"Lo- sialan, balikin!"

Russel berbalik hendak turun menangkap si gadis, seakan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Pelangi cepat-cepat memunggut boneka, menaruh asal bambu panjang ke tempat semula lalu berlari secepat kilat keluar dari pekarangan Bibi Airi. Ia tertawa kencang saat mendapati wajah masam Russel dari sebalik pintu rumah.

"Pelangi Anjani!" teriaknya memanggil, tapi tetap dihiraukan, Pelangi telah keburu masuk ke rumah setelah mengatakan beberapa patah kata.

"Bonekanya cantik! Aku suka! Makasih!"

Yang ingin sekali Russel tarik bibirnya saking kesal.

Iya, iya lah cantik. Orang Russel jahit dengan sepenuh hati segenap jiwa raga. Dari yang awalnya bentukan burik sampai glow up macam sekarang. Bayangkan dari tahun ke tahun, setiap bulan atau mungkin setiap minggunya, boneka teru-teru bozu nan ia jahit membutuhkan perjuangan sampai ketusuk jarum, mengabiskan banyak kain putih juga tinta hitam serta pita merah. Semua selalu berhasil tersekap oleh Pelangi. Entah untuk apa, Russel pernah bertanya alasan mengapa Pelangi kerap kali mencuri boneka-bonekanya itu, lalu dengan entengnya si gadis menjawab.

"Russel, hujan itu berkah dan aku suka hujan!"

Sebal? Sudah pasti, jangan ditanya lagi, betapa inginnya ia menarik pipi Pelangi sampai lebar semeter.

Desir ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang