17. Pelangi, Pena, dan Kolam

163 58 5
                                    

Setelah hari ini dan selanjutnya, dia memohon pada pemilik semesta, memberinya waktu selamanya, merasakan banyak cinta.
☔☔☔

Ketika lengan halus milik tante Mala mengusap kepala Russel kecil, hangat merambat menuju hati dinginnya. Ada banyak hal yang membuatnya melalui perjalanan panjang lalu menetap bersama Bibi Airi. Setahun setelah tinggal di sana, Pelangi dan tante Mala datang sebagai tetangga. Awalnya ia tidak terlalu peduli, malah tidak suka akan kehadiran Pelangi menganggu mengikuti, mencari, meneriaki nama Russel. Meski merasa risih, harinya nan sepi terasa agak ricuh, menghilangkan sedikit demi sedikit ketakutannya, dan kue-kue tante Mala terasa begitu enak. Berada di dekat lingkup tante Mala rasanya menyenangkan, sama akan kehadiran Bibi Airi, keduanya memberi kesan serupa.

Hingga suatu hari di belakang samping rumah dengan kerang menyala, Pelangi kecil tertawa mengelilingi pot dan tanaman rumah, tante Mala menatap sendu.

"Russel mau tahu sesuatu?" tanyanya, Russel kecil mengernyit bingung, sedang tante Mala tersenyum kecil memperhatikan langkah-langkah riang milik Pelangi.

"Pelangi itu selalu sendirian, ketika dia ketemu kamu, Pelangi senang ingin punya teman."

"Kenapa?"

Kepribadian Pelangi sangat ceria dan tampak mudah berbaur, wajah polos, tingkah lucu, ada banyak anak-anak kecil lain bisa berteman dengannya, dan Russel tidak ingin menjadi salah satu anak-anak itu omong-omong.

"Karena dia rapuh," jawab tante Mala.

"Sering tersandung, jatuh, dan juga menangis."

Namun sejauh yang Russel tahu, tidak sekalipun ia mendapati air mata Pelangi. Mengherankan mendengar apa yang baru saja tante Mala ucapkan padanya.

"Russel mau gak temenan sama Pelangi?"

Sejujurnya Russel ingin mengeleng kencang, mengingat Pelangi adalah spesies merepotkan, jadi ia hanya terdiam.

"Gapapa kok kalau Russel gak mau jadi temen Pelangi, tapi tante boleh minta tolong sesuatu?"

Samping teras rumah Bibi Airi dengan cangkir-cangkir teh telah mendingin tak lupa kukis-kukis di piring.

"Tolong jaga Pelangi ya? Selama tante gak ada di rumah?"

Tante Mala mengangkat jari kelingkingnya, Russel kecil lagi-lagi tidak pernah mengerti, mengapa harus ia yang melakukan hal seperti ini? Bukankah mengurus anak kecil dilakukan oleh orang dewasa? Bukankah seharusnya tante Mala mengatakan hal tersebut pada Bibi Airi bukan padanya?

"Kenapa aku?" tanyanya bersuara, senyum hangat tante Mala melebar, Russel kecil terpaku mendapati usapan demi usapan pelan menyentuh helaian rambutnya.

"Karena tante percaya sama Russel."

Mata Russel berbinar, sebab sebelumnya tidak ada yang mempercayainya. Menjadi sesuatu yang tidak bisa melindungi apapun, menjadi manusia yang tak terdengar kicaunya. Lalu Russel kecil meredup menunduk menghindari kontak mata.

"Gimana kalau seandainya aku gak bisa?" tanyanya.

Ada begitu banyak keraguan mengerus pikiran-pikiran serta memori-memori masa lalu menghantam.

"Russel, tante gak akan minta tolong sama orang yang menurut tante gak sehebat Russel."

Sedang jemari kelingking tante Mala masih setia menunggu, Russel kecil mengangkat dagu, dan dengan ragu-ragu mengaitkan jemari munggilnya. Berjanji. Sebab perasaan senangnya meletup-letup mendapat sebuah kepercayaan.

Jika dihitung, hampir separuh hidupnya terjajah oleh Pelangi Anjani, gadis berisik pencuri boneka teru bozu-bozunya, bahkan kini bertumbuh sekali-kali mengacak hari Russel.

Desir ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang