08. Meysha Pingsan

162 24 6
                                    

Pandangan Meysha menyapu seluruh ballroom hotel yang cukup besar ini. Mencari keberadaan keluarganya. Bibir mungilnya sibuk menggerutu tidak jelas. Mengapa Meysha bisa-bisanya terpisah dengan mereka. Persis seperti anak ayam yang hilang dari induknya.

Tepat saat matanya berhenti pada seorang wanita dengan memakai baju berwarna senada dengannya. Meysha hafal betul postur tubuh wanita yang berdiri membelakanginya dan berjarak yang lumayan jauh.

"Bunda Rinaaaaaa." Meysha setengah berteriak. Bahkan memanggil Bundanya, Meysha harus menambah embel-embel nama di belakangnya.

Meysha berjalan dengan tergesa-gesa. High hells yang di pakai nampaknya tak membawa keberuntungan sama sekali. Meysha hampir saja terjatuh jika tak ada tangan kekar yang menahan tubuhnya dari samping.

Cukup lama keduanya saling diam dengan posisi yang masih sama. Bahkan kedua kelopak mata Meysha belum terbuka. Ia sangat terkejut dan hampir malu seandainya orang ini tidak menolongnya. Meysha akan mengucapkan banyak terima kasih kepada orang yang belum Meysha ketahui. Bahkan untuk membuka matanya Meysha tidak sanggup.

Tap..
Tepat saat Meysha membuka mata, tatapan keduanya bertemu.

Dag..dig...dug.. Jantung Meysha seakan meronta ingin keluar dari tempatnya. Keringat dingin membasahi kedua telapak tangannya.

"Jantung Lo kenapa?" Tanya lelaki itu dingin, disertai dengan tatapan tajam.

Semburat merah jambu berhasil tercipta di kedua pipi chubby Meysha. Siapapun bawa Meysha pergi dari sini. Ia tidak suka suasana seperti ini. Meysha mati-matian menahan malu karna detak jantungnya terdengar oleh orang lain.

Sadar akan posisinya, Meysha buru-buru berdiri tegak. Tersenyum canggung kepada orang yang ada di depannya ini.

"Lo..Lo.. Ke-na..pa disini?" Tanya Meysha dengan suara yang sedikit bergetar dan terbata-bata. Masih terngiang di ingatannya saat tatapan mereka bertemu dengan jarak yang cukup dekat.

Lelaki tersebut mengerutkan keningnya hingga kedua alis tebalnya hampir menyatu.

"Bukan urusan Lo." jawabnya dengan nada sinis.

Meysha mencebikkan bibirnya. Selalu saja begini jika Meysha bertemu dengan pangeran Es ini.

Ya, Rey Alfarasya Digantara. Seseorang yang menolong Meysha yang hampir terjatuh hanya karna tidak bisa memakai high hells.

"Adek." Bunda Rina datang dengan ekspresi panik. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Meysha hampir terjatuh seandainya Rey tidak menolongnya.

"Adek nggak kenapa-napa?"

"Kan udah Adek bilang Bun. Adek nggak bisa pake ginian." keluh Meysha sambil mengangkat kaki kirinya kedepan. Bermaksud menunjukkan high hells yang Ia pakai.

"Makasih yah udah nolong anak saya." bukannya menanggapi ucapan Meysha, Bunda Rina malah berbicara dengan Rey.

"Iya. Saya permisi dulu." dan Rey berlalu pergi dari hadapan kedua wanita itu.

Fikiran Meysha melayang kemana-mana. Matanya terus fokus mengikuti kepergian Rey.

Deg!! Lagi-lagi jantungnya berdetak tak beraturan. Melihat Rey yang tersenyum sungguh membuat Meysha seakan hilang dari dunia nyata. Bahkan Rey tidak tersenyum kepada Meysha tapi tetap saja, hanya melihat senyumnya membuat jantung Meysha maraton sedari tadi.

"Wait... Itukan ibu-ibu yang tadi meluk Gue! Kok bisa sama Rey? Di senyumin lagi. Ada hubungan apa yah mereka?" Meysha bergumam dalam hati.

Terlalu banyak pertanyaan yang mengganggu fikirannya. Ingin rasanya Meysha menanyakan semuanya. Tapi Ia berusaha menahan tingkat kekepoannya yang sudah melambung tinggi itu.

Meysha selalu di peringati oleh sang Bunda untuk tidak terlalu ikut campur apalagi terlalu kepo dengan pribadi seseorang. Jika tidak di rugikan, biarkan saja.

***

Matahari kembali bertahta di singgasananya. Menjalankan tugasnya dengan sempurna. Riuhnya kota Jogja mulai terdengar di mana-mana. Keramahan warganya menjadi bumbu pelengkap khas dari kota pendidikan ini. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa jogja adalah Balinya pulau jawa. Mulai dari tempat wisata hingga kuliner, semua menjadi daya tariknya tersendiri.

Hari ini Meysha berangkat menggunakan mobilnya sendiri. Mobil yang Ia dapat saat ulang tahun, tepat saat umurnya menginjak 17 tahun. Abangnya tidak bisa mengantar karna sudah berangkat sedari subuh dengan alasan ada kegiatan kampus. Meysha cukup mahir mengendarai mobil, karna sejak masuk SMA, Ia selalu di bimbing oleh sang kakak walaupun hanya keliling kompleks.

Jalanan yang cukup ramai membuat perjanan Meysha terhambat. Ia salah memilih jalan. Kenapa tadi Meysha lewat jalan yang sering di hindari oleh kakaknya karena macet.

Meysha menjambak rambutnya frustasi. Sebentar lagi bel pelajaran akan di mulai, tapi jalanan masih macet bahkan mobil yang Meysha kendarai rasanya berjalan seperti seafood.

Tepat saat jam menunjukkan pukul 08:10, Meysha sampai di sekolah. Tapi sayang, gerbang telah di kunci oleh satpam sekolah.

Tidak ada jalan lain selain panjat pagar belakang sekolah. Meysha memarkirkan mobilnya di depan supermarket yang tidak terlalu jauh darj sekolahnya.

Meysha memulai aksinya. Memanjat pagar yang lumayan tinggi.

Saat kedua kakinya berhasil menginjak pekarangan sekolah, Meysha berjalan secara mengendap-endap. Takut di ketahui oleh satpam yang sedang keliling area sekolah.

Entah keberuntungan sedang berpihak atau tidak. Meysha berhasil lolos dari satpam yang sedang patroli tapi sayangnya Meysha tidak bisa lolos dari guru killer yang saat ini mengajar di kelasnya.

Berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab. Bulir-bulir keringat jatuh dari pelipis Meysha. Gadis yang tengah hormat di bawah tiang bendera itu tampaknya tengah menahan sakit yang mendera di perutnya. Ia lupa bahwa tadi pagi Meysha belum sarapan. Bibir tipis dengan sesikit polesan lip balm itu berubah menjadi pucat pasi. Pandangannya sedikit buram. Meysha mengerjap dan menggeleng beberapa kali hingga akhirnya kegelapan menghampiri dan tubuhnya terkulai lemas tak berdaya.

Cukup lama Meysha tidak sadarkan diri. Teman-temannya mulai panik sebelum netra indah itu perlahan terbuka.

Aroma obat-obatan tercium secara tajam di hidung Meysha. Kepalanya berdenyut nyeri. Lambungnya terasa di tusuk-tusuk.

"Kudanil, temen-temen Gue mana?" tanya Meysha dengan suara serak.

Lelaki yang di panggil Meysha dengan sebutan kudanil itu menghembuskan nafasnya gusar.

"Daniel Meysha.. D A N I E L." ucap lelaki itu dengan mengeja namanya sendiri dan menekan di setiap hurufnya.

"Iya Daniel. Bapak ketua yang terhormat."

Daniel adalah salah satu teman kelas Meysha. Lebih tepatnya ketua kelas. Teman-temannya sering memanggil dengan sebutan pak ketua.

"Di luar, berantem."

Kedua bola mata Meysha membulat sempurna dan hampir menggelinding ke lantai.

"Berantem sama siapa?" tanya Meysha yang mulai panik.

"Pertanyaan Lo itu salah! Harusnya Lo nanya kek gini 'Kenapa mereka berantem lagi?' gitu." Tutur sang bapak ketua dengan menirukan suara cempreng Meysha.

Meysha tak menanggapi. Kepalanya seolah tak berhenti berdenyut.

"Cha.." panggil bapak ketua khawatir karna Meysha tak bersuara sedari tadi.

Melihat Meysha yang memejamkan mata, bapak ketua kembali bersuara. "Lo nggak mati kan Cha?"

"Gue bakal mati kalau Lo masih berdiri di situ." dengan sigap sang bapak ketua berbalik dan keluar dari ruang kesehatan.

❤❤❤


Jazakumullah Khairan😚

Di Penghujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang