23. Hipotermia

127 5 0
                                    

Sesak seolah memenuhi rongga dada Meysha, tenggorokannya terasa tercekat, bagai di sambar petir di siang bolong. Orang yang selama ini Ia percaya bahkan Ia anggap sebagai sahabat malah menjadikan Meysha sebagai bahan taruhannya? Terlalu rendah harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan. Apa sebenarnya yang Rendi mau? Apa ini balasan dari pertemanannya selama ini?

Tess...
Tanpa diminta, bulir air matanya dengan lancang keluar dengan deras. Marah? Tentu saja. Siapa yang tidak akan marah jika diposisi Meysha saat ini.

"Cewek tengil aja nggak bisa Lo taklukin Ren. Gimana mau nidurin? Hahaha." tawa keras menggelegar di tengah rimbunnya pepohonan. Makin panas telinga Meysha mendengarnya. Tangannya refleks terkepal dengan nafas yang memburu.

Baru saja Meysha mau melangkahkan kakinya, namun suara gaduh menghentikan niatnya. Meysha perlahan mengangkat kepalanya, mengusap air matanya dengan kasar dan menyaksikan kejadian yang ada di hadapannya saat ini.

Bugghhh..
"Bangsat. Beraninya cuman sama cewek Lo? Haaa? Jawab anjing!!" teriak Rey dengan marah dan mencengkram kerah baju Rendi. Teman-teman Rendi? Hanya menjadi penonton saja.

Sebenarnya Rey sedari tadi juga mendengarkan obrolan Rendi cs, hanya saja Ia masih terdiam sebelum akhirnya amarahnya benar-benar membuncah.

Meysha ambruk, benar-benar hancur dirinya saat ini. Mata sembab, hidung memerah. Sementara Rendi memasang ekspresi yang sulit diartikan. Di satu sisi Ia merasa kasihan kepada Meysha karna bagaimanapun, Ia pernah berteman baik. Namun disisi lain, Ia juga merasa puas melihat Meysha benar-benar down mengingat dirinya sudah dipermalukan didepan umum oleh Meysha.

Rey dengan cepat melepas cengkramannya dan berlari ketempat Meysha tergeletak saat ini. Dengan sigap Rey menggendong Meysha ala brindal style dan membawanya menjauh dari tempat itu.

"Eh eh itu si Mecha kenapa?"

"Mecha Lo apain?"

"YaAllah Cha? Lo kenapa?"

"Ini kok bisa gini sih?"

Dan masih banyak lagi semprotan-semprotan pertanyaan dari teman-teman Meysha. Lisa sudah kalang kabut mencari benda apapun yang bisa menghangatkan tubuh Meysha melihat tubuh mungil itu gemetar hebat dengan bibir mulai membiru.

Dhea sudah menangis karna panik, sementara Nana terus memeluk sambil menggosok-gosok badan Meysha agar menciptakan rasa hangat.

Seketika mereka menjadi tontonan, Meysha dengan tubuh lemas, muka pucat, nafas tak teratur, detak jantung yang tak teratur dan terus mengeluh kedinginan. Gejala hipotermia.

Hipotermia merupakan kondisi saat temperatur tubuh menurun drastis di bawah suhu normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan fungsi tubuh, yaitu di bawah 35 derajat Celsius. Kondisi ini harus mendapatkan penanganan segera, karena dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf dan fungsi organ lain dalam tubuh. Selain itu, kondisi ini juga dapat berujung pada kegagalan sistem pernapasan, sistem sirkulasi (jantung), dan kematian. (sumber: https://www.halodoc.com/kesehatan/hipotermia)

Saat ini suhu udara memang sangat dingin, bahkan lebih dingin dari malam-malam kemarin.

"Rey.. Ini kenapa bisa gini sih?" tanya Dhea di tengah-tengah isak tangisnya yang tak mereda dan tambah menjadi-jadi. Semua orang jadi ikut panik melihat situasi seperti ini.

Teman-teman perempuannya terus memeluk dan berusaha menyalurkan rasa hangat. Bahkan guru-guru Meysha ikut panik melihat keadaan Meysha saat ini. Kulitnya sudah pucat pasih di tambah deru nafasnya yang tak teratur.

Cukup lama kejadian mencengangkan ini terjadi, hingga Meysha sadar dan mengingat mengapa dirinya tadi bisa pingsan konyol. Haha bahkan dirinya tertawa miris mengingat kejadian tadi.

Jam telah menunjukkan pukul 02:25, suasana sudah mulai terkendali dan satu persatu kembali ke tenda untuk beristirahat, mengingat mereka besok harus kembali ke rumah masing-masing.

***

"Cha, kok bisa kayak tadi? Lo kok tumben bisa pingsan?"

"Ck pertanyaan macam apa ini?" Meysha hanya membatin dan tertawa sumbang.

"Kan aneh aja gitu, temen Gue yang nggak pernah pingsan, yang katanya kuat, yang dari dulu sampe sekarang masih aja jomblo tiba-tiba pingsan sampai bikin panik kayak tadi." cerocos Lisa dengan nada meledek.

"Teros aja terosssss bawa-bawa kejombloan." umpat Meysha dengan muka ditekuk kusut.

"Iya dah iya, maapin temen Lo yang cantik membahana ini."

"Idih jijik." ucap nana dan di susul tawa dari Meysha dan Dhea.

"Besok aja dah Gue jelasin, sekarang mau istirahat. Kepala Gue masih pusing." tolak Meysha halus dengan suara seraknya.

Ketiga temannya hanya mengiyakan karna melihat kondisi Meysha yang masih sangat lemah.

"Ehh kalian jangan bilang-bilang sama Abang Gue tentang kejadian tadi!!" pinta Meysha kepada ketiga temannya sebelum dirinya benar-benar tertidur.

"Mmmmm." Lisa hanya bergumam menjawab permintaan dari Meysha.

***

Mentari kembali bersinar, menyalurkan rasa hangatnya. Meysha mengerjapkan matanya perlahan. Meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal dan menghirup udara pagi yang terasa sejuk.

Meysha tersenyum, bersyukur dirinya masih diberi kesempatan hidup sampai detik ini. Bahkan Meysha malu kepada sang penciptanya, Ia senantiasa diberi nikmat yang tiada tara namun sedikitpun Ia tak pernah memberi atau bahkan melaksanakan tugasnya sebagai seorang hamba yang baik.

Meysha melangkahkan kakinya menuju tepian danau kecil yang ada di bawah bukit. Riuhnya kicauan burung melebur ke alam bebas, menari kesana-kemari tanpa beban.

Lengkungan tipis terpatri dibibir mungil Meysha, gadis periang itu tengah tersenyum manis. Mata bulatnya terpejam rapat aroma embun pagi seolah menemaninya kalli ini.

'fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban' (Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?)

Dulu sewaktu kecil, Meysha sering didongengkan oleh Bundanya. Ia teringat Bundanya pernah berkata bahwa Tuhan tak pernah berhenti memberi nikmat kepada hambanya. Hanya saja, Hambanya yang tak tau diri yang terus merasa kurang akan semuanya.

Bahkan Tuhan memberi tanpa meminta imbalan. Wallahualam, begitu hinanya kita sebagai hamba yang bahkan  jauh dari kata suci ini terus meminta, meminta dan tetus meminta lebih. Tidakkah diri ini malu pada sang pencipta yang begitu baik?

Entah mengapa tiba-tiba dada Meysha seolah sesak, air matanya lolos begitu saja. Ia merasa terlalu hina sebagai seorang Hamba. Bahkan kewajiban sebagai seorang muslimah tak mau Ia laksanakan.

Benar-benar dilema dirinya saat ini. Begitu banyak orang-orang yang peduli padanya. Bahkan Bundanya sendiri tak pernah bosan apalagi lelah mengajak Meysha menjadi wanita muslimah seutuhnya. Mengapa baginya susah sekali? Akankan dirinya berhijab? Akankah Meysha jadi pribadi yang lebih baik lagi? Entahlah, bahkan sang empunya masih bimbang akan semua keputusan yang akan Ia ambil.

Cukup lama Meysha duduk ditepian danau itu, ditemani dengan sepi yang nampak bersahabat. Lagi-lagi Meysha tersenyum menikmati panorama yang ada di hadapannya ini. Bahkan kalau bisa, Ia tak mau pulang sekarang. Dirinya masih betah berada disini lama-lama.

❤❤❤

Aku update setelah sekian lama fakum:v
Jangan lupa meninggalkan jejak!! Satu vote kalian sangat berarti.

Jazakumullah Khairan

Di Penghujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang