07. Wandi's Wedding

153 27 9
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi 25 menit yang lalu. Seorang gadis yang masih lengkap mengenakan seragam sekolah tengah berdiri mematung di dekat pos satpam. Tidak seperti biasanya. Jika kemarin-kemarin penjemputnya yang menunggu, kini giliran Meysha yang menunggu. Huffffftt benar-benar membosankan.

Berulang kali Meysha melirik jam calvin klein mungil yang melingkar di tangannya. 20 kali Abangnya tidak mengangkat telfonnya. Meysha nampak berfikir sejenak.

"Apa Gue pulang duluan aja kali ya?" Meysha bergumam dalam hati.

Alih-alih pergi dari sekolah, Meysha malah berbalik menuju parkiran. Ia berharap ada seseorang yang baik hati dan sudi mengantarnya pulang.

Ternyata parkiran masih ramai. Meysha sibuk memperhatikan sekitar. Bola matanya nampak bergerak ke kanan dan ke kiri.

Netra bulat dengan bulu mata lentik itu mengerjap sejenak. Memfokuskan pandangannya. Berharap bahwa yang Ia lihat itu tidak salah.

Seorang pria dengan motor sport berwarna merah lengkap dengan helm full face tengah melaju ke arahnya.

Meysha melambaikan tangan dengan melompat-lompat kecil. Berharap Rey mau berhenti di depannya.

Keberuntungan nampaknya tak berpihak, Rey melaju begitu saja melewati Meysha yang tengah meneriaki namanya.

Mau tidak mau Meysha harus pulang sendiri, ketiga temannya sudah pulang sedari tadi. Sebenarnya Meysha sempat di tawari Dea untuk pulang bareng. Tapi mengingat ucapan kakaknya pagi tadi yang mengiming-imingi es krim Meysha menolak mentah-mentah ajakan Dea.

Tak jauh dari gerbang sekolah, Meysha melihat seseorang turun dari mobil BMW berwarna hitam dengan kaca mata hitam yang nangkring di hidung mancungnya. 'Tampan' satu kata mewakili segalanya.

Meysha segera berlari ke arah gerbang. Ingin rasanya Ia memaki habis-habisan orang itu.

"Kenapa telat? Telfon nggak di angkat? Mau denger omelan Bunda? Iih Abang tau nggak sih kalau Abang itu salah? Pokoknya Adek nggak mau maafin kalau Adek nggak di belanjain baju baru!!" cerocos Meysha yang berhasil mengundang perhatian beberapa orang.

Candra menghela nafas pasrah. "Iya-iya nanti di beliin. Sekarang kita pulang!"

"Jajan es krim?" tanya Meysha dengan mengerjapkan matanya lucu.

"Besok aja yah! Bunda nyuruh pulang cepet."

Genangan air di pelupuk matanya hampir tumpah. Meysha memang selalu seperti ini. Akan menangis jika kemauannya tidak di turuti apalagi menyangkut makanan terutama es krim. Layaknya seperti anak kecil. Mengingat umurnya yang sudah menginjak usia 17 tahun, tidak epik rasanya jika Meysha masih bertingkah seperti anak 3 tahunan.

Meysha langsung masuk ke dalam mobil. Keheningan meyelimuti keduanya. Tak ada yang membuka percakapan, baik candra ataupun Meysha. Candra tahu betul mood adiknya saat ini sedang buruk. Ia tak ingin menambah-nambahi karna bisa-bisa Candra di telan hidup-hidup oleh Meysha.

"Assalamualikum." ucap keduanya saat memasuki rumah.

"Waalaikumussalam." Jawab sang Bunda yang tengah berada di dapur.

"Bundaaaaa...." Meysha bergelayut manja di tangan sang Bunda.

"Kenapa?" tanya sang Bunda dengan suara lembut.

Meysha hanya menggeleng.

"Adek capek? Udah shalat? Mau makan?" tanya Bunda kembali secara bertubi-tubi.

"Adek mau ke kamar. Adek belum shalat gara-gara Abang telat jemputnya."

"Yaudah, sekarang Adek mandi terus Shalat. Abis shalat baru boleh istirahat. Kalau lapar panggil Bunda aja!! Ntar Bunda temenin makan."

Di Penghujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang