Waktu telah menunjukkan pukul 21:05. Semilir angin malam menerpa kulit putih Meysha. Rasa dingin mulai menjalar kemana-mana padahal api unggun berkobar dengan gagahnya di depan tenda.
Meysha beranjak untuk mengambil syall kesayangannya yang berwarna pink, hadiah ulang tahun dari Abangnya sewaktu Meysha baru memasuki bangku SMA.
Setelah mendapatkan apa yang Ia cari, Meysha kemudian melilitkan syall pinknya ke leher dan memperbaiki letak topi kupluknya. Meysha berniat kembali bergabung dengan sahabat-sahabatnya tapi tiba-tiba terbesit nama Rey yang harus Meysha cari, karna selepas selesai shalat Meysha tidak pernah melihat batang hidung si kulkas yang menyebalkan itu.
Mata bulat Meysha terlihat menyipit, Ia mencoba mengenali satu persatu orang yang mengenakan hoodie berwarna hitam karna firasatnya mengatakan bahwa malam ini Rey mengenakan hoodie hitam kesayangannya.
Cukup lama Meysha mencari-cari dan yah, akhirnya ketemu. Seseorang dengan setelan celana jeans hitam selaras dengan hoodie yang dikenakannya tengah memainkan gitar. Bersenandung kecil dan terlihat tidak ada yang menemani.
Bukannya tidak punya teman, tapi memang seperti itulah Rey. Ia lebih suka berteman dengan sepi dari pada keramaian. Tidak heran jika dirinya suka menyendiri, tapi sebisa mungkin Rey tetap berbaur bersama teman-teman sebayanya. Karna tidak mungkin dirinya akan hidup introvert sejak kejadian 2 tahun silam.
Meysha melangkahkan kakinya dengan pelan, takut kalau Rey mengetahui keberadaannya. Satu dua langkah, Meysha semakin dekat dengan Rey dan terdengar suara si pangeran kutub sedang bernyanyi selaras dengan petikan gitarnya. Cukup lama Meysha terdiam dibalik pohon. Seakan dirinya terhipnotis dengan suara merdu si Kulkas ini.
Sampai pada akhirnya, Rey berhenti memainkan gitarnya. Menyadari keberadaannya sedang terancam, Meysha dengan cepat berbalik dan berniat untuk pergi sekarang juga. Namun sayang, belum sempat dirinya benar-benar pergi Rey sudah terlebih dahulu berdehem dengan sangat keras. Sebenarnya Rey sudah tau kalau Meysha ada dibelakangnya sedari tadi, tapi Rey membiarkannya karna malas berdebat dengan gadis bersuara gembreng ini.
Seakan dunia berhenti berputar, Meysha mengangkat kepalanya dengan perlahan dan tap- kedua bola mata Rey menatap Meysha dengan intens seakan ingin menerkam tersangka kasus narkoba. Seketika nyali Meysha ciut, akhir-akhir ini Meysha sering kalah hanya dengan tatapan membunuh dari Rey.
"Ngapain?" tanya Rey dingin
Meysha hanya menggeleng pelan dengan ekspresi wajah yang menurut Rey itu sangat lucu. Ingin rasanya Rey mencubit kedua pipi gembil Meysha.
"Tadi cuman lewat doang." cicit Meysha pelan nyaris tak terdengar.
Bukannya menanggapi, Rey malah berbalik mengambil gitarnya dan berlalu meninggalkan Meysha yang masih setia menunduk.
"Reeeey tunggu!" panggil Meysha karna merasa takut dirinya seorang diri ditengah kegelapan.
Dengan cepat, Meysha berlari dan mengejar Rey yang sudah berada jauh di depannya.
"Jangan cepet-cepet dong jalannya Rey!!" minta Meysha sambil menarik hoodie yang dikenakan oleh Rey.
Sang empu hanya memutar bola matanya malas, selalu saja seperti ini. Bagi Rey, hidup Meysha sangat merepotkan orang lain.
"Rey Ak-" belum sempat Meysha menyelesaikan ucapannya, Rey sudah mematong dengan cepat.
"Diem!! Nggak udah ngebacot!"
Jlebb...
Lagi-lagi hatinya merasakan denyut nyeri. Kemarin-kemarin tidak seperti ini, kenapa sekarang seolah Meysha lemah dalam mengendalikan dirinya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Senja
Spiritual️Zona baper⚠️ Di penghujung senja aku pernah menangis.. Di penghujung senja aku pernah kecewa pada takdir.. Di penghung senja aku pernah marah pada Tuhan..dan Di penghujung senja aku belajar dari kata ikhlas.. Ini tentang kisahku.Tentang hidup ku ya...