Tangis seorang bayi perempuan memecah keheningan malam, menembus sunyi hingga ke ujung jalan setapak. Di sebuah desa terpencil, lahir seorang gadis cantik dengan mata bulat, pipi gembul dan kulitnya yang putih bersih.
Seorang Ibu dengan peluh keringat yang tersisa, kini tengah tersenyum haru. Menyaksikan tangis pertama gadis kecil yang selama 9 bulan berada dalam kandungannya. Namun perasaannya berbanding terbalik dengan seorang lelaki yang selama ini menemani hidupnya, yang saat ini menjadi seorang ayah untuk gadis kecilnya itu.
Ayahnya tak suka anak itu lahir, Ia berfikir bahwa beban keluarganya akan semakin bertambah. Hari-hari yang Ia lalui sudah cukup berat, akankah gadis kecil itu semakin menambah beban hidupnya? Bahkan Ayahnya tak mau mengadzani anaknya sendiri. Ia lebih memilih keluar rumah untuk mencari solusi, bagaimana dengan kehidupan kedepannya.
Selang beberapa bulan setelah gadis itu lahir, Ayahnya harus pergi ke kota selama beberapa hari. Perekonomian keluarganya kini sangat sulit, semoga ada titik terang yang menanti di depan sana.
Ketidaksukaan Ayahnya terhadap bayi mungil itu mengharuskan Ia harus berpisah dengan Ibunya. Saat Ayahnya ke kota, alih-alih mencari pekerjaan, Ayahnya justru mencari seseorang yang mau mengadopsi anaknya. Awalnya istrinya sangat marah mengetahui hal itu, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari ini, bayi mungil itu dijemput oleh keluarga barunya. Tangisnya tak pernah mereda, batinnya membenarkan, Ia akan berpisah dengan Ibunya, dengan surganya, dan berpisah dengan pelukan hangat bidadarinya. Bahkan bayi sekecil itu belum tau seperti apa wajah ibu yang melahirkannya.
Mobil mewah berwarna putih datang melenggang, berhenti tepat di depan rumah sederhana, beratap genteng tanpa plapon, beralas tanah dengan tikar yang koyak, dan tampak kayu yang sudah rapuh termakan usia.
Terlihat 2 orang dewasa dan seorang anak laki-laki yang diperkirakan berumur 3 tahun, turun dari mobil mewah dengan tersenyum ramah. Kedatangannya juga disambut hangat oleh sang Ayah, namun tidak dengan Ibunya yang terus-terusan menangisi sang putrinya. Kini kedua keluarga itu tengah berbincang-bincang sebentar, menikmati teh hangat dengan suasana pedesaan yang sejuk, jauh dari polusi kota.
"Pak... Bu... Bolehkan suatu saat nanti saya bertemu kembali dengan anak saya?" tanya seorang ibu dengan menahan sesak di dadanya. Air matanya mengalir deras, hatinya tercabik-cabik oleh kenyataan yang harus Ia hadapi sekarang.
"Iyaa Bu... Boleeh." jawab perempuan yang duduk di hadapannya dengan ramah.
Setelah dirasa cukup, akhirnya mereka pamit dan membawa bayi mungil yang cantik itu dengan penuh rasa sayang.
"Bunda adek ini namanya ciapa?" tanya anak laki-laki sambil menoel-noel pipi bayi mungil itu.
"Belum ada namanya sayang." jawab Bunda dengan hangat. Sebenarnya Ibu dari bayi mungil itu sudah memberikannya nama, namun Bunda berinisiatif untuk mengganti nama bayi itu dengan nama pilihannya dan suaminya.
Anak laki-laki itu mengangguk faham. Bunda terlihat sangat bahagia, senyumnya merekah manis sedari tadi.
"kakak harus sayang yah sama adek, harus jadi abang yang baik buat adeknya. Jagain adek sampai kalian dewasa yah sayang!!!" tutur sang Bunda kepada anak laki-kalinya. Meskipun anak laki-laki itu kurang faham dengan apa yang dibicarakan oleh Bunda, tapi Ia mengacukan jempolnya tanda akan menuruti perintah sang Bunda.
Setelah beberapa tahun, orang tua dari anak perempuan itu tak ada yang menjenguk atau menanyakan kabar sang anak, hingga gadis kecil itu tumbuh menjadi pribadi yang ceria.
"Abaaaaaaaaaang balikin bunganya adeeek." pekik anak perempuan dengan rambut kuncir dua, dan pipi menggembul lucu.
"Buat Abang aja yah dek." minta sang kakak.
"Ndaa mauuu Abaaaang ihh, aku aduin ke Bundaaa nih."
"Jangan dong, Abang suka nih sama bunganya."
"Itu namanya bunga lily Abaaaaaaaang"
Dan kedua kakak beradik itu berakhir dengan kejar-kejaran hanya karna bunga lily putih.
Meysha menutup bukunya, buku dengan sampul berwarna merah muda dengan gambar bunga lily putih. Ia kembali teringat dengan mendiang Abangnya. Semoga kelak dirinya bisa bertemu kembali dengan Candra di surga-Nya.
Ceklek.....
Pintu kamar Meysha terbuka, terlihat bunda datang dengan senyum manisnya."Cha si Rey mau pamitan tuh."
"Mana Bund?"
"Di bawah tuh, cepetan turun. Yuuk!!" ajak sang Bunda.
Dan keduanya turun ke bawah untuk menemui Rey yang hari ini akan berangkat ke Jakarta, menyiapkan segala keperluan untuk Ia melanjutkan pendidikannya di Oxford Inggris. Sebenarnya Rey ingin berangkat dari Jogja, namun ada hal yang harus Ia selesaikan terlebih dahulu di Jakarta, dan ada yang ingin Ia temui di sana.
"Wow udah mau berangkat aja nih." ucap Meysha yang mulai mendekat ke arah Rey.
"Iyaaa dong, mau cepet-cepet pergi biar Lo kangen." goda Rey dan sukses membuat pipi Meysha merah seperti tomat.
"Yaudah sono pergi!!! Gak usah balik lagi." ketus Meysha yang hanya berpura-pura.
"Adek gak boleh gitu ah!!! Rey berangkat ke Jakarta sendirian?" tanya Bunda.
"Bareng sama kakak Bunda, tapi tadi Rey suruh nunggu di bandara aja. kebetulan Dia mau pulang ke Jakarta jadi barengan."
"Yaudah yuk masuk dulu."
"Mmmm keknya gak usah deh Bunda, takut telat soalnya. Ohiya, Ayah mana Bund?"
"Ayah... Ayah... Emang Ayah Lo apa?" nyinyir Meysha dan sukses mengundang tatapan tajam dari sang Bunda."
"Ayah lagi keluar tadi Rey, tapi Ayah nitip salam katanya buat kamu."
"Yaudah kalau gitu Rey pamit dulu Bunda.... Cha, aku pamit. Baik-baik yah disni, jangan suka melamun. Kalau kangen, bilang aja jangan gengsi!!"
"Isss pede banget mau dikangenin."
"Makasuh Bunda, udah nganggap Rey kek anak sendiri, pasti nanti Rey bakalan kangen sama Bunda, sama Ayah juga. Jaga kesehatan yah Bundaa." pamit Rey sembari menyalami tangan Bunda.
"Iyaa Rey, kamu jaga diri baik-baik disana. Jangan lupa kembali lagi. Ingat, sejauh apapun kamu pergi, tempat berpulang yang paling nyaman adalah rumah."
Meysha mati-matian menahan air matanya, kali ini Rey benar-benar akan pergi lama untuk kembali. Ia takut, takut saat Rey kembali sudah dalam keadaan berbeda...sudah tak sehangat sekarang. Overthinking terus menghantui Meysha. Ini alasan kenapa akhir-akhir ini, Meysha semakin cuek dengan Rey.
"Cha..... Jangan bandel, nurut sama Bunda." tutur Rey sambil mengacak rambut Meysha dengan lembut.
"Assalamualaikum." dan terlihat Rey mulai menjauh dari hadapan Bunda dan Meysha.
"Waalaikumussalam. Hati-hati." Ucap Meysha akhirnya."
Punggung yang mulai menjauh, perlahan masuk ke dalam mobil, melambaikan tangan pertanda perpisahan. Mobil melesat, hingga jauh tak terlihat oleh pandangan Meysha.
Selamat tinggal Rey, sampai jumpa di waktu terbaik menurut takdir❤
❤❤❤
Jazakumullah Khairan😚
Yuk tinggalkan jejak setelah membaca!!!🤗

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Senja
Spiritual️Zona baper⚠️ Di penghujung senja aku pernah menangis.. Di penghujung senja aku pernah kecewa pada takdir.. Di penghung senja aku pernah marah pada Tuhan..dan Di penghujung senja aku belajar dari kata ikhlas.. Ini tentang kisahku.Tentang hidup ku ya...