Membangun Dua Kehidupan yang Menghancurkan Kehidupan yang Dulu

9 1 0
                                    

Aku berjalan kaki sambil terus mengutuk diriku yang malam itu menolong cowok yang jatuh dari vespa kejedot pohon itu. Karena sekarang hidupku beneran di buat ribet olehnya.

Matahari masih seperempatnya yang tenggelam di ufuk. Senja jingga dan langit biru bersih berpadu di cakrawala bagian barat. Aku menunggu di bawah naungan halte bus 07 sambil men-scroll up chat Whatsapp si cowok aneh Kutubuku itu.

"Din ntar malam minggu temenin aku yuk."

"Ngapain,kenapa gak ama cewekmu aja."

"Dia lagi sibuk din, aku pengen jalan- jalan udah lama gak jalan. Jam 3 sore deh, sampe jam 9 malam aku pulangin kamu ke kost."

"Please din, aku pengen jalan-jalan ke pantai. Lagi banyak masalah."

"Temen kamu yang lain kemana?"

"Yaudah deh kalau gak mau, aku gak bakal maksa."

"Iya , sekali ini aja ya."

"Baik Din, ntar aku jemput dikost jam 3 ya, makasih😊😊😊"

"Jemput di Halte no.7 depan BI aja."

Aku mendengus kesal, menyesali keputusanku.

"Udah din mauin aja. Lagian aku ntar mau jalan juga ama Alex." Komporan Tyas saat menyuruhku mengiyakan ajakan mas kutubuku tadi siang.

"Kamu mau jadi 'the one and only' jomblo yang tinggal di kost malam minggu. Awas kesambet hantu perawan tua lo."

Aku menepuk jidat cewek tengil itu.

"Bacot lu kayak vacum cleaner." Makiku sambil mengetikan pesan untuk Sean si kutubuku. 

"Dasar Tyas." Aku mengumpat dalam hati.

Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depanku. Bentuknya lebih besar dari yang dia biasa bawa saat nongkrong di Cafe. Sejurus kemudian muncul kepala cowok yang tersenyum merekah.

"Aku gak buat kamu nunggu lama kan Din?"

"Gak kok." Jawabku datar, mirip dengan tampangnya yang tanpa ekspresi seperti biasanya.

"Kamu udah ijin ama cewekmu kan?" Tanyaku saat sudah berada di dalam mobil.

"Tenang aja, Dia udah tau kok. Lagian dia bukan cewek yang pecemburu." 

Ia berkata sambil membenarkan kaca spion di luar jendela.

"Kita mau kemana nih din?"

"Ih kan kamu yang ngajak, kok nanya ama aku sih." Jawabku jutek.

Ia tampak sedikit terkejut.

"Oke , kemana aja ya. "

Ia menjalankan mobilnya.

Aku merasakan parfum bau mint yang segar di dalam mobil, terdapat tas kerut yang biasa ia bawa di bangku belakang.

"Aku dulu kuliah di sini, Din." Tunjuknya saat kmi melewati sebuah gedung perkuliahan bercat putih.

"Hm." 

"Kamu kenapa Din,"

Ia menoleh ke arahku.

"Ih kamu liat jalan dong." Bentakku.

"Kamu gak suka ya jalan ama aku."

Ia menghentikan laju mobil secara mendadak. Aku terlonjak ke depan hampir terbentur.

"Kalau kamu emang gak mau jalan ama aku bilang aja, aku anterin kamu pulang sekarang." Ia berkata tanpa menatap padaku.

Aku terdiam , begitu pula dengannya.

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang