The Lost Pages

3 0 0
                                    

Tak sedikitpun hujan berhenti di hari ini. Bahkan tak membiarkan secerca cahaya matahari pun membelah kerapatan mendung yang menutup angkasa.

Aku terngiang kata-kata yang Sean ucapkan.

"Kalau kamu berubah fikiran , kamu tau bisa menemukan aku dimana." 

"Bab antara aku dan Yuki udah berakhir Din, aku sedang akan menuliskan bab yang baru."

"Kalau emang udah berakhir ngapain terus diinget-inget , terus di omongin. Bukannya lebih baik kalau yang berakhir di lupakan." Gerutuku sendiri. 

Meski aku sudah bersumpah tak akan melakukannya. Pada akhirnya aku membuka halaman yang di tandai oleh Sean. Tulisan baru yang tertulis setelah cerita "The Tree of Life". Ia menggambarkan sebuah ilustrasi sebuah buku dilukis kecil diujung kanan halaman disertai beberapa helai kertas yang berserakan di sampingnya.

Aku mulai membaca kalimat pertama. Dan perlahan aku mulai membaca dan menyelami pokok pemikiran Sean seperti saat aku belum mengenalnya dulu. Itu bukanlah bab yang panjang hanya sebuah bagian kecil yang menjadi epilog dari cerita terdahulu.

Aku mulai runtuh. Haruskah aku kembali kesana lagi. Menemuinya lagi seperti seseorang yang telah pergi menjauh dan membawa cahaya untuk menghidupkan mercusuar. Layakkah dia mendapatkan harapku. Dan sanggupkah aku menelan rasa kecewa untuk kedua kalinya. 

Dengan cepat aku mulai merasa sesak. Aku menyelinap keluar dan termenung di bawah teras. Beberapa menit, aku mengamati kucuran air yang berbaris dari atap rumah. Suara burung yang kedinginan dari atas pepohonan saling bersahutan. 

"Kamu mau nyusul Sean semalam ini. Gak bisa nunggu besok?" 

Ibu datang dengan teh hangat di tangannya. Ia terbahak menarik kerutan di wajahnya. 

"Ibuk apaan sih."

Ia semakin terbahak.

"Kamu gak pengen nyusul emangnya." 

"Gak tau buk, Dinda takut."

"Takut apa "

Aku tak menjawab , aku hanya menggosok-gosokan kaki penuh keraguan.

"Sean gak mungkin datang sejauh ini kalau dia gak tulus sama kamu." Ibu membelai rambutku. 

Ibu meninggalkan aku sendiri yang termenung.

Aku membuka buku jurnal Sean. Halaman yang ia tunjukan sebagai bab baru yang ia tulis.

Tertulis sebuah judul 'Halaman yang hilang'.

Petter melanjutkan perjalanannya menuju negeri bagian utara. Ia melewati dataran tandus berbatu yang berkabut. Ia mulai merasa takut lagi , ia berpisah dengan Jan karena ia harus berdiam di kampungnya untuk menjaga penduduk desa. 

Berbekal tekad ia mulai menyusuri perbukitan batu. Sekilas ia dapat melihat seseorang dengan baju zirah dan kuda berkelebat melewati pohon oak yang tumbang. Petter mundur sesaat, ia mulai ketakutan. Alih-alih bisa saja itu si penyihir yang bangkit lagi dari kematiannya. 

Petter turun menuju padang rumput yang di tumbuhi ilalang yang tinggi hingga setinggi kepala. Perlahan sosok orang di atas kuda itu 

Dimulai terlihat jelas sosoknya. Ia mengenakan jubah kain sutra berwarna ungu keabuan mirip dengan bayangan gunung saat petang menjelang. Saat Petter turun menuju pelataran ilalang kabut mulai menghilang , ia tertahan di atas tempat bebatuan berada.

Petter mengikuti sosok berkuda itu melewati ilalang yang tinggi menuju dataran yang lebih rendah secara perlahan. Tanpa sengaja Petter menginjak ranting semak yang kering hingga berbunyi gemeretak. Sosok itu berbalik dan membuka tudung jubahnya. 

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang