Pemuja Sunyi

4 0 0
                                    

Aku sedang dalam satu mobil duduk di sebelah Putra menuju kost. Aku belum mandi, hanya cuci muka dan sisiran saja, jujur sangat tidak pede duduk sebelahan sama cowok ganteng gini dalam kondisi belum mandi.

Gak seperti Sean yang selalu mengajakku bicara saat satu mobil dengannya, Putra membiarkan kami dalam keheningan. Ia hanya fokus meyetir mengenakan kacamata hitamnya sambil sesekali menggumamkan lagu yang sedang di putar.

Sedari tadi ada hal-hal yang terus berkecamuk dalam benakku. Tentang Sean , si cowok kutubuku yang ku kenal akibat ulah iseng Tyas yang menuliskan nomerku dalam Cup minumannya.

Tadi , ia begitu rapuh. Saat ia menolak di sentuh oleh Tantenya. Meski dari balik punggungnya aku dapat melihat ia kembali mengeluarkan bulir air mata disana. Ini bukan yang pertama, bagiku dia terlalu cengeng jadi cowok.

"Aku pengen sendiri." Katanya parau.

Aku dan Tante Hera terpaksa keluar.

"Tadi malam Tante sudah siapin kamar depan buat kamu tidur. Tapi pas balik ke kamar Sean kamu malah udah ketiduran di kursi, yaudah tante selimutin aja.

Aku mengingat kembali sebuah cerita yang ku baca malam tadi sebelum aku jatuh tertidur. Kisah seekor burung layang-layang bernama Mauritius yang ditinggal pergi oleh kelompoknya, ia akhirnya terjatuh dan tersesat , dalam kebingungan ia ditolong oleh sekelompok burung dara yang akhirnya menemaninya melewati musim dingin.

Ia adalah Sean, sosok yang ditinggal oleh keluarganya dan terpaksa hidup di lingkungan yang terasing olehnya, dibesarkan dengan rasa dingin yang menyengat tanpa belas asih orang tua kandungnya.

Betapa banyak tanya yang semakin merotasi di bulatan kepalaku. Namun orang yang seharusnya menjadi narasumber atas segala tanya di sampingku tampak masih diam saja.

"Putra , sebenarnya apa yang terjadi sama Sean?" Aku berusaha memecah kediaman.

"Ya dia ," Ia tampak bingung memilih kata. " Ya gitu,... Gitu hubungannya sama orang tuanya gak terlalu akur."

"Maksudku kenapa dia jadi seperti ini, tolong jangan sembunyikan apapun , selama tiga bulan ini adikmu sudah ganggu saya terus." Aku mendengus kesal. Tanpa sengaja suara ku jadi meninggi.

"Pasti ada alasan kan?"

Ia mematikan lagu yang ia putar sedari tadi. Lalu melepas kacamata.

"Kamu jangan salah paham kalau aku berbuat kasar sama dia tadi malam, itu semua karena aku bener-bener gak suka cara dia mabuk mabukan gitu."

"Selama ini dia tinggal bersama kami, aku gak pernah merasa iri atau apapun walau kadang ibuku kerap memberi perhatian lebih pada Sean , aku tau dia perlu itu karena....."

Ia tiba tiba berhenti.

Aku melongok menanti kata selanjutnya.

"Aku bukan orang yang tepat untuk menjelaskan itu sama kamu. Tapi yang pasti ada hal yang menggangu kejiwaanya yang.."

Aku geregetan akibat cara bicaranya yang berbelit -belit. Aku menarik tangan kirinya dari kemudi, hingga mobil bergerak zigzag dengan cepat.

Kami berdua terpekik.

"Kamu apaan sih!" Wajah Putra memerah.

"Kalau nabrak gimana." Gerutunya.

Mobil menepi di pinggir jalan.

"Maaf Put," aku masih berusaha mengatur nafas.

"Tolong kasih tau aku, adikmu itu sudah ganggu aku selama ini. Aku heran aja , baru kali ini ada cowok sensitif nya udah ngalahin cewek lagi menstruasi."

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang