Best Friend

2 0 0
                                    

"Yas" 

Panggilku. 

Tyas terkejut , ia mengenakan daster biru motif bunga-bunga yang sedang menyapu teras kost itu tercengang hingga menganga melihat kedatanganku mendobrak pintu gerbang rumah kost.

Ia meletakkan sapunya dan menghampiriku.

"Kenapa kamu din?" Ia memegang tanganku, memegang keduanya. "Kok nangis?"

"Aku udah bilang Yas, aku udah ngungkapin perasaanku sama Sean." 

"Trus?" Tanya Tyas menatap dalam dari sorot mataku beberapa saat. Sesaat kemudian ia menggeleng.

Aku menggigit bibir bawahku memutar kembali otakku pada memori dua jam atau mungkin hampir tiga jam yang lalu.

Aku duduk di kursi teras sembari menggenggam bingkisan merah yang ku bawa. Sebuah kotak kaca dengan mercusuar di bagian dalamnya. Sebuah benda yang menjadi simbol harapan bagi Sean. 

"Semoga dia seneng." Bisikku penuh harap sambil menatap bingkisanku yang nyaris kusut karena ku genggam terlalu erat.

Udara dingin berhembus mengitari kedua kakiku yang tak bersepatu , seketika aku bergigik dan menggetarkan tempurung kakiku hingga tanpa sadar aku menendang sebuah tas kertas yang berisi sesuatu di dalamnya.

"Apaan nih?" Aku membuka ujungnya. 

Nampak sebuah kado berbentuk kotak seukuran kotak kue namun lebih tipis. Sebuah pita merah menggantung di atasnya dan kartu ucapan berwarna jingga berbentuk dasi kupu+kupu.

Aku mengeluarkannya dari dalam tas.

"Kalau dia mergokin aku pasti dia bilang 'kamu gak tau apa yang di sebut privasi'" 

Aku cekikian sendiri. Kubuka kartu ucapan jingga itu.

"Happy birthday little Man , Be Mature and Keep Handsome."

Tertulis sebuah nama di bawahnya "Yuki".

Hatiku mencelos. Terdengar sebuah langkah kaki dari dalam rumah , aku buru-buru meletakkan kado itu ke dalam tasnya.

"Lama nunggu din."

Ditangannya ia membawa nampan berisi cangkir dan sepiring kue. Ia meletakkan nampan di meja yang menyekat jarak kami. Sean menarik-narik kerah kausnya.

"Sekarang sering gerah ya." Ia menatap langit yang dipenuhi bintang tanpa awan sedikitpun.

Aku tak mengeluarkan jawaban. 

Sean menyandarkan punggungnya di bantalan kursi sembari menghembuskan nafas panjang. Kedua matanya masih menatap langit dengan senyum kecil khasnya yang tersungging. 

"Minum din." Ia mengalihkan pandangannya padaku. 

"Ini buat kamu." Kataku mengulurkan kadoku.

"Apa nih?" Sean mengambilnya dengan antusias dan langsung membukanya.

"Wah." Ia langsung menggerakkan bola kacanya. Seketika kerlipan bak bola salju menghambur dari bawahnya dan membentuk guguran seperti salju yang mengelilingi mercusuar di tengahnya.

"Tadi malam kamu kemana?" Tanyanya lagi. 

"Aku lihat kamu sering jalan sama Yuki lagi." 

Sean terkejut. Ia meletakkan bola kacanya di meja.

"Kamu gak inget ya dia dulu pernah buat kamu kayak gimana." Aku mencoba mengingatkan Sean. Wajahnya seketika menjadi gugup melihat perubahan sikapku.

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang