Aku tengah memotong pola di butik bersama kedua rekanku. Seminggu setelah pulang dari kampung orderan di butik semakin meningkat. Konsentrasiku terbuyar saat tiba-tiba seorang pria mengetuk kaca jendela dari luar.
"Itu si Sean ya?"
Ia sedang berdiri melambai lambai menyuruhku keluar.
Ia berbeda , rambut berponinya sudah tak lagi ada. Rambut itu telah berganti cepak disisir membentuk jambul keatas. Ia mengenakan sebuah kaus polos tanpa kemeja seperti biasanya. Sean tersenyum manis, ia telihat semakin tinggi dan berisi.
"Kamu beda."
"A new born, new move on."
"It's a good difference."
"Kamu lagi kerja ya, maaf aku ganggu."
Sean mengeluarkan sesuatu dari dalam tas bahunya.
"Aku cuma mau kasih ini. Ini foto foto kamu waktu kita di kampung."
"Oh." Kataku menerimanya.
"Yaudah , aku pergi dulu ya. Selamat lanjut kerja."
Sean berbalik menuju mobilnya.
"Sean." Panggilku.
Ia berbalik.
"Tetep seperti ini ya."
Ia membalikkan tas nya ke punggung dan membuat sebuah tanda lingkaran dari jempol dan telunjuknya.
"Terimakasih telah membuatku, semangat Sean. Dulu mungkin kamu yang mengandalkanku untuk menyemangatimu, tapi sepertinya kita sekarang telah memulai hubungan simbiosis mutualisme."
Di suatu sisi dalam diriku telang membuncah, membuat suatu rasa aneh yang aku bahkan tak mengerti. Mungkinkah apa yang di katakan oleh teman di butik benar. Apakah sudah mulai muncul pada diriku rasa suka terhadap si kutubuku itu.
Entahlah, aku mencoba menutup semua itu dulu, memulai konsentrasi pada pekerjaanku. Semua itu tidak penting, apalah aku jika di bandingkan dengannya.
Bagaikan sebuah petualangan yang kecil nan berharga , terimakasih telah mengenalkan aku pada duniamu yang tak pernah ada dalam duniaku.
Tertulis di bagian belakang album foto yang berisi foto-foto semasa lebaran di kampung. Aku merasa heran , dari sekian banyak foto aku tak menemukan satupun foto Sean, hanya keluargaku dan aku saja.
"Kok foto kamu gak ada." Aku melemparkan di meja tempat Sean masih sibuk meminum semangkuk es kelapa muda.
"Terus minum Es aja. Awas sakit lagi." Ujar Tante Hera yang berjalan mengekoriku.
"Kak Putra juga minum."
Sean menunjuk Putra yang duduk di sisi lain ruangan.
"Aku kan anak sehat, gak penyakitan kayak kamu." Sahut Putra.
"Woy!" Aku menarik lengan Sean.
"Kamu udah pulang kerja? gak langsung ke kontrakan? Tadi katanya capek?"
"Tante Hera ngajakin kesini."
"Oh. " Sean melanjutkan meminum air es kelapanya sampai belepotan di bibirnya. Lucu sekali melihat tingkahnya seperti anak kecil seperti ini , kadang dia bisa seimut dan sekanak-kanak ini.
"Kenapa kamu senyum-senyum,"
" Tadi abis nabrak pintu butik makanya otaknya geser 5km." Aku berpaling menutupi mukaku yang merah padam kepergok curi pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless Chapter [COMPLETED]
General FictionPernahkah sekali dalam hidupmu. Engkau merasa terbangun di pagi hari, mandi, makan dan beraktifitas seperti biasa. Berkerja, bersekolah , atau hanya diam saja. Lalu perlahan senja mulai tenggelam, engkau kembali pulang ke rumah. Bersiap untuk tidur...