Ia merebut bukunya dari tanganku dengan kasar.
"Ada beberapa hal yang di sebut privasi." Katanya sinis. "Orang seperti kamu gak ngerti ya."
Aku diam saja. Menatap wajah pucat pasi. Cekung garis mata yang nampak berceruk sedikit membiru.
"Berapa banyak yang sudah kamu baca?"
"Baru dua, lagian itu cuma cerpen kan." Sanggahku. " Orang membuat sebuah karya untuk di perlihatkan pada orang kan? Kecuali kamu menjadi seperti pemain violin yang ada dalam ceritamu, menggesek biola untuk menikmatinya sendiri, sama seperti ceritamu yang untukmu sendiri."
"Kalau memang cerita ini semua bukan tentang kamu, tentunya gak usah keberatan dong di baca orang." Aku merebut buku jurnal Sean lagi.
"Itu punyaku. Tau etika gak sih?"
Ia berusaha merebut dari tanganku, tapi aku menghidar dan menjauhkan buku itu darinya.
"Kamu gak tau apa apa." Bentaknya yang langsung disambut lemparan buku olehku pada bagian mukanya.
"Aku tau semua itu tentang kamu." Kataku, sambil memasang muka menjadi orang yang paling tahu karena baru membaca dua cerita dalam buku jurnalnya.
Sean tersenyum kecut.
"Kamu gak tau apa-apa,kamu bahkan gak pernah anggep aku teman din."
Ia pergi begitu saja.
Aku langsung masuk ke kamar. Manusia kutubuku itu sangat menjengkelkan dan sepertinya itu sudah bakat alami sejak dalam kandungan, atau mungkin sejak dalam bentuk sel sperma.
Entah berapa lama kemudian aku tertidur pulas di dalam kamar kost. Sampai aku tersadar oleh suara getaran di balik bantal yang ku tindih dalam posisi tengkurap.
Aku membuka mata dalam kondisi gelap. Aku meraba bagian bawah bantal menemukan 8 panggilan tak terjawab dari Putra kakak sepupunya Sean.
"Apalagi masalah yang di buat sama kutubuku."
Aku masih malas bangun , ternyata sudah hampir jam sembilan malam.
Drrrrrtttt.... Drrrtttt...
"Hallo." Suara terdengar dari seberang.
"Kenapa mas, Sean ngilang lagi ya? Maaf tapi dia gak ada di sini." Selorohku langsung.
"Din, tadi Sean ada datang ke Kost kamu?"
"Iya tapi bentaran aja kok. Sumpah aku gak tau dia dimana."
"Din , doain ya. Sean lagi kritis dia tadi jam 8 mencoba bunuh diri ,"
Klik panggilan itu ditutup sepihak.
Entah mengapa air mataku langsung deras mengalir. Lututku terasa lemas.
" Dia mikir apaan sih."
Aku menekan tombol hijau di layar Hp menghubungi putra.
"Mas Putra, "
"Iya kenapa din, "
"Sekarang Mas di RS mana. Saya mau nyusul."
"Citra Medika din,"
***
Ia disana. Terbaring dengan tangan-tangan terbalut perban. Di dalamnya terselip dua selang yang tersambung dengan kantong darah dan infus. Mata Sean tertutup rapat di kelilingi Ibu , Bapak dan Tantenya.
Aku tak berani masuk. Ini bukan semestaku yang bisa seenaknya aku masuk. Aku hanya mampu berdiam di depan pintu memegang erat tas kerut Sean yang tadi ditinggal di bangku tunggu samping koridor.
Ku raba isinya , ku keluarkan sebuah buku bersampul leather yang sudah tak asing lagi bagiku.
Aku membuka lembaran pertama di halam tempat cerita burung Layang-Layang Mauritius.
Satu hal yang tak ku sadari dulu, terdapat sebuah gambar anak kecil yang sedang duduk bersila di ujung kiri halaman. Ku buka halaman berikutnya di lembaran kedua terdapat gambar yang sama. Diantara barisan barisan huruf rapi selalu ada tempat bagi gambar anak kecil itu dengan ekspresi berbeda.
Aku tahu apa maksudnya, aku menekan bagian ujung atas buku dan membuka lembaran di ujung kiri bawah dengan cepat. Gambar-gambar itu bergerak di antara halaman yang terbuka dan tertutup dengan cepat. Seorang anak kecil yang duduk bersila bergerak merangkak mendongak lalu setengah berdiri semakin membesar dan berakhir pada gambar seorang laki-laki yang memandang sebuah mercusuar di kejauhan.
"Kenapa selalu mercusuar."
Aku membuka halaman halaman mencari cerita selanjutnya.
The Last Sunset
"Kemana kamu akan pergi."
Dean mengejar Petter yang berlari lurus menuju hutan.
"Kemana pun asal tak diikuti oleh orang sepertimu." Teriaknya.
Ia bergerak cepat menyusuri hutan pinus yang lebat, sulur sulur akar yang tersumbul di permukaan tanah beberapa kali membuatnya terjatuh , namun ia terus berlari menerobos kegelapan hutan. Hingga perlahan ia sadar, ia telah melangkah pada tempat yang lebih gelap dari yang pernah ia datangi, keadaan yang lebih sunyi dari kesunyian nya selama ini.
Ia membenci Jane yang selalu mengingatkannya pada keceriaan yang membuatnya tersenyum dan terbahak tanpa henti. Jane selalu membuatnya ingin melompat dan terbang akan angan angan semu meski ia begitu menikmatinya , itu akan membuatnya semakin jauh dari kebahagiaan yang sebenarnya.
Lalu setiap petang Dean datang seperti senja yang mengetuk daun pintu. Ia lalu duduk di samping Petter dan membisikkan kembali kenangan luka dan sakit. Hingga malam itu dan selanjutnya ia akan tertidur setelah penat berlinang air mata.
"Mereka bukan teman yang baik."
Petter mengumpat sambil terus berlari. Meski semakin gelap hingga yang ia lihat hanya batang-batang yang membentuk pilar pilar yang lebih gelap dari kegelapan yang sebenarnya.
Dari kejauhan Peter melihat dua bayangan putih bergerak meloncat-loncat di kegelapan.
Sepasang kelinci hutan yang lucu datang menghampirinya.
"Apa yang dilakukan anak sepertimu di tengah hutan?" Tanya kelinci wanita.
"Mungkin dia tersesat."
Mereka berpaling dan meloncat-loncat menuju arah kegelapan.
"Tunggu." Petter mengejar kedua kelinci itu.
Tapi mereka hilang di telan malam.
Kini ia berdiri di hadapan sebuah danau di tengah hutan. Cahaya bulan sabit terefleksi penuh di permukaan airnya yang beriak riak. Ia menengadah ke langit melihat si bulan sabit yang jadi satu-satu nya lentera malam.
Di dalam cekungannya nampak seorang anak kecil yang duduk di temani seekor kelinci tadi. Petter melihat lagi pada bayangan bulan di permukaan danau. Disana tak nampak bayangan si anak kecil itu , hanya cerukkan bulan kosong di antara malam gelap.
Namun saat ia menatap angkasa, ia ada disana, seorang anak kecil yang duduk di lengkungan bulan.
Petter menaiki sampan kecil di dekat danau dan mengayuhnya menuju tengah danau. Kunang -kunang terbang dari sisi kiri mendekat menuju permukaan danau.
Perlahan terbang mendekat, namun saat terbang diatas permukaan danau mereka mulai kehilangan kekuatan untuk mengeluarkan cahaya, dan terjatuh mati diatas permukaan air.
Dalam hatinya Petter berdoa agar matahari segera datang. Dan di pikirannya ia berkata tak akan ada lagi matahari , karena senja terakhir baru saja terlewat. Tinggal hari hari gelap yang akan datang membayang setiap bab yang akan ia tulis dalam hidupnya.
Vote please
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless Chapter [COMPLETED]
Narrativa generalePernahkah sekali dalam hidupmu. Engkau merasa terbangun di pagi hari, mandi, makan dan beraktifitas seperti biasa. Berkerja, bersekolah , atau hanya diam saja. Lalu perlahan senja mulai tenggelam, engkau kembali pulang ke rumah. Bersiap untuk tidur...