Entah mengapa kini mataku tak mampu menahan tangis. Duduk menatap luar jendela mobil saat diantar pulang Putra menuju kost. Ia bertanya berkali kali tanpa ku hiraukan. Aku hanya ingin cepat pulang ke kost. Sudah sehari dua malam aku berada di rumah sakit.
Tyas duduk di teras kost yang mulai terasa bagai tempat asing bagiku. Ia terperanjat melihatku yang kacau balau penuh air mata. Aku memburu dan memeluknya, menjatuhkan tubuh pada Tyas. Emosiku tumpah ruah, menangis tersedu-sedu seperti dulu di pelukan ibu saat aku sedih.
Ia yang dulu duduk setiap sore di bangku pojok Cafe Star, membaca buku, nampak bagaikan sosok idealis yang bahkan tak membutuhkan dunia untuk hidup. Ia yang seolah memiliki dunia yang sama dengan jutaan manusia di muka bumi ini ternyata memiliki kerapuhan yang dalam dan telah apik tersembunyi di balik tatapan kosong lurus, dua buah alis yang hampir menyatu dan dibalik halaman buku yang selalu menghias telapak tangannya. Aku yang dulu begitu benci, menganggap ia aneh dalam segala tingkah lakunya, kini berharap bisa menelan kembali stigma dan kata kata yang sempat ku berikan untuknya. Sungguh , kadang manusia bertindak sebagai hakim tanpa tau apa itu keadilan yang sesungguhnya.
"Kenapa Din? Ada apa dengan Sean?"
Tyas mendudukkan aku di atas ranjang kamar , meminumkan air pada bibirku.
"Coba ceritakan." Pintanya pelan, duduk tepat di depanku.
Flashback
Sore itu di kediaman Tante Hera. Dinda duduk bertiga dengan Tante Hera dan Dokter Adrian.
"Dia belum tahu dokter." Kata Hera ditujukan pada pria di depannya.
Pria itu menoleh Dinda, kedua tangannya saling tercakup diantara sela jari kanan dan kiri.
"Sean itu mengalami gangguan mental,"
Sontak Dinda seperti di sambar petir.
"Dia menderita penyakit mental yang di sebut dengan Bipolar disorder. Itulah yang sebenarnya terjadi sejak dia SMP. "
"Bipolar?" Dinda mengulang. Mimik bingung terurai dari wajahnya. Ia mendang bergantian antara wanita dan pria di hadapnya.
"Bipolar adalah gangguan kepribadian yang membuat penderitanya menjadi naik turun suasana hatinya."
Jelas dokter . "Saat ia senang atau gembira, ia akan merasa begitu senang berlebihan. Sampe kegirangan ,jingkrak jingkrak tertawa keras atau apapun. Dan seperti namanya 'bipolar' yang berarti dua kutub, berlebihan itu juga terjadi saat dia sedih, kecewa atau apapun itu."
"Dia sudah banyak melalui hari untuk menutupi kejiwaannya di sekolah, di tempat kerja dan dia sudah sangat berhasil." Sela Tante Hera.
"Saya masih belum mengerti." Dinda menggeleng-geleng tak percaya. Air mata mengantung di atas kelopak matanya.
Dokter yang di depannya menatap frustasi.
Ia lalu mengambil sebuah benda berbentuk pipih panjang yang ada di rack buku. Itu adalah lembaran film klise foto lama yang berwarn hitam kecoklatan, ia memotong motong menjdi kotak kotak sesuai ukuran frame, lalu menghamburkan di meja.
"Anggap saja ini memory kesedihannya." Ia mendorong menjauh satu dari kumpulan potongan klise. Satu persatu lagi hingga terkumpul beberapa di sebuah sudut.
"Ini tersimpan dalam ingatanya, sekumpulan ingatan sedih."
"Dan suatu hari ia bertengkar dan merasa sedih lagi." Ia mengangkat sebuah klise dan meletakkan di bidang meja yang kosong.
"Saat itu terjadi, otaknya akan memanggil ulang semua memory sedih yang sudah lewat." Ia mendorong satu klise itu menuju sekumpulan klise yang dikumpulkan pada satu sudut.
"Inilah yang terjadi , saat ia sedih ia tanpa sengaja akan memanggil setiap hari dimana ia menangis, dan menciptakan seperti sebuah kilasan-kilasan dengan cerita berbeda tapi keadaan yang sama."
Ehm .. Tante Hera berdehem.
"Kalau kamu masih gak mengerti." Ia membuka layar handycam dan memperlihatkan video.
Diujungnya tertulis ya tanggal 02-08-2014. Video menampilkan ruangan bercat putih yang bergerak gerak. Sean dalam usia yang lebih muda meringkuk bergetar hebat bersandar tembok memukul mukul kepala dengan tangan.
Tante Hera memeluknya dan berusaha menghentikan tangannya memukul bagian atas kepala.
"Dan ini saat bahagianya muncul."
Tante Hera menekan tombol next.
Video berganti buram, lalu muncul Sean dengan pakaian seragam kerja warna putih. Berdiri diatas ranjang kamar. Ia menatap sekilas dikamera.
"Dia bahagia karena dapat beasiswa." Kata Tante Hera.
Sean dalam video itu mulai neegerak menciumi boneka panda kecil, seperti anak, dan ia mulai hiperaktif meloncat loncat kegirangan diatas kasur , terjatuh kebawah lalu naik lagi dan loncat loncat.
Dinda menutup bibirnya ia tak sanggup membendung airmata yang jatuh deras dari matanya.
Flashback End
Aku dan Tyas berpelukan setelah cerita panjangku. Kadang aku bertanya pada diriku, untuk apa aku menangis untuknya, dia bukan siapa siapa , bukan sodara atau apapun.
Satu hal lagi yang dikatakan oleh Dokter Adrian.
"Dan satu lagi, dia juga mengidap kelainan 'Dependent' yang membuatnya selalu ingin dekat dengan orang yang ia percaya , ia suka, tergantung possesive dan selalu ingin ditemani olehnya, karena ia merasa selalu lemah dan ingin dilindungi."
"Kamu sekarang udah mulai perduli dengan dia ya." Kata Tyas.
"Cuma gak nyangka aja, cowok yang duduk di meja cafe tiap senin yang kelihatan cuek itu ternyata memiliki..." Aku tak mampu lagi melanjutkan kalimatku.
Tyas memegang kedua pundakku dengan telapak tangannya. Wajah kami berhadapan.
"Kamu tau apa yang lebih dalam dari lautan , hati manusia. Dan kamu tau apa yang lebih luas dari jagat semesta, manusia dan pemikirannya."
Aku merebahkan kepalaku , membayangkan seseorang yang terbaring dengan luka di tangan disambung dengan selang infus. Mungkin aku tak akan tertidur barang semenit pun, dalam pemikiran yang barusaja menemukan jawaban atas pertanyaan yang teringin untuk tidak dipercayai.
"Aku adalah temanmu , jangan pernah merasa sendiri lagi. Sejak hari ini, kita adalah sahabat."
Setiap jiwa-jiwa yang menyimpan kerapuhan, ia akan berusaha terlihat tegar, berpura kuat dan jalan mendongak di permukaan bumi.
Seperti kaca yang retak , ia hanya menunggu satu hantaman besar untuk runtuh dan hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless Chapter [COMPLETED]
General FictionPernahkah sekali dalam hidupmu. Engkau merasa terbangun di pagi hari, mandi, makan dan beraktifitas seperti biasa. Berkerja, bersekolah , atau hanya diam saja. Lalu perlahan senja mulai tenggelam, engkau kembali pulang ke rumah. Bersiap untuk tidur...