The Storyteller

4 0 0
                                    

" Uki, jangan tinggalin aku ki." Sean merintih rintih menggenggam tanganku dalam kondisi masih terbaring di kasur. Kedua matanya yang biasanya menatap kosong hanya berkerjap kerjap, menittikkan air mata sedari tadi.

"Dinda, jangan pulang dulu ya." Bisik Tante Hera. "Liat itu" tunjuknya pada Sean. "Dia ngira kamu Yuki, biar dia sampek tidur dulu.

Perlahan genggaman tangan Sean mengendur. Aku melepaskkannya dan duduk di lantai sampingnya. Wanita berambut sebahu itu duduk menemaniku.

"Jadi kamu baru kenal dia." Ia mengusap dahi Sean yang sedikit basah , keprihatinan tergambar jelas dari wajahnya.

"Akan sangat sulit untuk memahami pola pikirnya. Kadang saya sendiri masih susah."

"Jadi adik saya dulu itu nakal, pacaran terus dari sma. Akhirnya dia hamil Sean,  hamil di luar nikah saat baru kuliah semester dua sudah harus menikah dan punya anak."

"Kasihan dia "

"Dia selalu jadi korban orang tuanya. Imbuhnya

Sean terkerejap  dan bergetar. 

"Ibu jahat, bapak jahat." Teriaknya. "Uki dimana? " Ia mencari cari tanganku, 

Terpaksa ku ulurkan tanganku untuk di genggam erat olehnya lagi.

"Ki , maafin Sean , " Ia kembali menangis.

"Sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Yuki." Rahang Tante Hera mengeras, giginya sedikit menggeretak.

"Dinda, kamu gak papa kan nginep sini malam ini, Tante mohon." Pintanya padaku, "saat ini cuma Yuki yang bisa buat dia tenang, dan dia masih ngira kamu Yuki." 

"Kamu kasih saja nomer telepon orang tuamu , tante akan telpon buat minta ijin." 

"Gausah tante, orang tua saya di kampung. Dinda disini tinggal di rumah kost."

Tante Hera itu tertegun. Ia pergi dan membawa dua cangkir teh saat kembali. 

"Maaf ngerepotin kamu nak." Ia meminum Teh dari ujung bibir gelas ,

"Dia itu orang yang rapuuh banget, dari kecil dia sudah pemurung , jarang bergaul."

"Gak papa, Tante. Besok saya juga libur kerja."

Ia menatapku sendu.

"Kamu cantik nak, wajahmu khas sekali gadis desa yang tak terlalu mencolok riasannya."

"Saya memang anak desa tante,"

Aku tersipu malu.

"Coba ceritakan tentang dirimu." Ujarnya.

Aku pun mulai bercerita,tentang ibu , kampung dan kehidupanku. Lebih kiranya satu jam kami bercengkrama, akhirnya teh dalam cangkir masing-masing benar benar kosong. 

Ia menghilang di balik pintu. Aku kini sendirian bersama tubuh Sean yang terbaring lemah di atas ranjang. Aku mulai berjalan jalan menyusuri sudut kamar. 

Aku duduk di sofa kecil di ujung kamar, disana tergeletak sebuah tas kerut yang sering di bawa bawa Sean. Kubuka kerutannya terdapat parfum, minyak rambut , dan sisir. Lalu sebuah buku jurnal bersampul doraemon serta halaman kosong kertas binder yang masih di bungkus plastik. Saat hendak ku masukkan ke dalam tas beberapa lembar halaman yang tidak di kunci terjatuh di lantai.

Aku memungutnya , nampak sebuah guratan tulisan tangan yang rapi di sana. Kulihat cowok yang tengah tertidur di ranjang hadapanku.

"Rapi banget tulisannya." 

Sebuah tajuk dengan dua garis bawah pada bagian atas.

"Mauritius si Burung Layang-layang"

Kulihat Sean masih tertidur pulas, aku duduk di sofa dan mulai membaca tulisan tiga halaman itu.


Kapan ya cerita ini banyak yang baca dan banyak bintang

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang