The Help

3 0 0
                                    

Petter menutup mata dengan kedua telapak tangan. Ia duduk bersandarkan batang pohon maple yang sedang meranggas.

"Aku benci Dean , aku benci Jane, aku benci hidupku." Katanya berulang-ulang.

Ia yang kini terlalu takut untuk membuka mata pada dunia, takut jika nanti akan bertemu lagi dengan orang orang yang pada akhirnya akan memberi berbagai rasa , baik senang ataupun sedih pada akhirnya jika ditarik dalam satu benang merah , hanya keterpurukan jawaban bagi sebuah akhir.

Apalah gunanya membuka diri, lebih baik diam , duduk sendiri di sisi dunia yang serasa aman bagi dirinya. Mengunci pita suara atas segala suara , berusaha bertahan sedetik demi detik dalam dunia yang penuh luka dan kepulasaraan.

Tak perduli seandainya dunia ini memiliki gunung-gunung tinggi nan hijau , atau gunung batu yang berselimut salju, atau dataran yang terisi air biru mengombak serta pelaut yang terombang ambing di gelombangnya. Disini , lebih baik disini, berdiam di bawah jendela duniaku, di tempat diri merasa aman dalam dunia kecil yang sepi tanpa teman.

Sayup sayup serangga malam mendengung di setiap sisi semak, Dean dan Jane mungkin sudah pergi jauh meninggalkan Petter. Membiarkannya merenungi hidupnya yang malang tanpa teman. 

Ada suara lain yang lebih menggema dari dengung serangga hutan yang mengganggu telinga Petter, sebuah hentakan kaki teratur yang menerjang tanah secara bergantian, seiring dengannya terdengar gerincing rantai yang saling beradu.

Petter mendongak , menggeram siap mengusir jika saja itu adalah Jane atau Dean yang datang. Namun tidak, seekor kuda putih bersurai emas sedang dituntun sosok berjubah merah tengah berdiri sejauh lima kaki di hadapannya. Pria itu seumuran dengan Petter , ia mengenakan bju zirah berantai tembaga dengan sebilah pedang terkait di ikat pinggangnya yang terbut dari besi.

Petter berdiri masih bersandar pohon. Kuda itu meringkik mengangkat kedua kakinya siap menerjang Petter.

"Hentikan Zoan." Perintah si pria pedang.

"Apakah kau salah satu dari pencuri cahaya itu?" Tanyanya, setelah kudanya tenang.

Petter menggeleng.

"Lalu apa yang kau lakukan disini, di tengah hutan." Tanyanya lagi.

"Aku tersesat." 

"Dimana keluarganmu?"

Petter menggeleng.

"Dimana rumahmu."

Petter menggeleng.

Ia menatap kesal. Ia lalu menarik tali kudanya membimbingnya menjauh dari Petter.

Saat itu juga Petter bergerak dengan cepat mengejarnya. Saat itu juga sebuah benda yang dingin menyentuh leher Petter tepat pada bagian jakunnya dan hampir saja menebas habis batang lehernya.

"Kau mau menyerangku?"

"Aku. Hanya ingin ikut bersamamu. Aku tak punya rumah dan keluarga." Petter terbata bata.

"Tidak bisa, aku sedang dalam misi mencari cahaya untuk kampungku yang dikutuk oleh Penyihir."

"Dikutuk?" Tanya Petter.

"Dia menghilangkan semua cahaya dari kampungku, dia memadamkan pohon cahaya dan menyihir semua orang jadi batu dan membunuhnya." 

"Dimana dia sekarang? Penyihir itu." 

"Aku sudah membunuhnya , tapi kutukannya tidak menghilang. Satu satunya cara adalah aku harus mencari sumber cahaya dan mengumpulkannya pada poci ini dan memberikannya pada pohon cahaya kampungku. Dengan begitu cahaya dari pohon itu akan hidup dan menyala kembali,dan kehidupan di tempat kami akan normal."

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang