The New Chapter Has Born

6 0 0
                                    

Aku terbangung di pagi hari. Ku dapati pintu kamar masih terbuka seperti sedia kala. Jendela dan pintu balkon terbuka, membuat tirai berkibar kibar terkena angin dan hujan yang turun deras di pagi hari.

Aku tertidur berbantal lengan Sean yang masih tertidur pulas. Aku bersandar di lengannya setelah ia memelukku erat. Kita berdua berpelukan begitu erat dan lama hingga sama-sama jatuh tertidur di saat yang sama. Ia masih tertidur disampingku. Menutup matanya dengan sayu.

Aku melihatnya dari samping. Menatapi seperti melihat seorang bayi yang baru terlahir. 

Ia tak berhak mendapat perlakuan buruk yang selama ini telah dia lalui. Ia juga tak sepantasnya menerima kehidupan yang begitu menyiksa batinnya selama ini.

Aku diam diam mengecup dahinya. 

"Aku akan disini untuk kamu Sean. Tak perduli apa yang mereka katakan tentang dirimu. Percayalah aku tak akan selangkahpun meninggalkanmu."

Ia masih tertidur. Kedua tangan nya terlentang. Sementara kakinya masih tergantung di lantai. 

Sepertinya kami langsung tertidur dan merebahkan diri setelah berpelukan semalam. 

Aku mengusap bibirku,

"Tadi malam dia menciumku begitu lama." Batinku.

Aku segera beranjak menuju dapur. Merebus air hangat , Sean akan terbangun tepat pukul 7 pagi seperti biasa. Alarm di kepalanya selalu berjalan sesuai jadwal seperti dulu di Cafe star. Yang kedatangan dan kepulangannya terjadwal.

Hal pertama yang akan ia lakukan setelah bangun adalah menggosok gigi dan turun untuk meminum segelas air susu hangat dengan sebuah apel atau jambu biji.

Aku membuka kulkas menemukan daging ayam dan beberapa sayuran. Timbul niatku untuk membuatkan sup sayuran dan ayam untuk Sean. Sekilas aku berandai, akankah aku bangun setiap pagi seperti ini dan sibuk di dapur untuk seseorang yang sudah ku ketahui kebiasaanya.

Tak lama air yang ku rebus sudah mendidih. Aku mengukur suhunya dengan termometer seperti yang Sean lakukan. Setelah suhunya pas aku segera menuangkan pada gelas yang terisi susu bubuk sepertiga bagiannya seperti yang Sean lakukan juga.

"Segala hal yang kamu lakukan sudah terekam jelas dalam hatiku."

Terdengar suara langkah kaki dari atas. Ia datang menapaki tangga dan langsung menuju dapur, masih sedang mengusap matanya sesekali menguap. 

"Udah bangun.." sapaku.

Ia segera terbelalak. Melihat susu dan apel yang sudah ku belah menjadi beberapa bagian tersaji di meja dapur. 

"Ini buat aku. " Katanya sambil duduk di kursi. "Suhunya udah"

"Udah yan." 

"Susunya?"

"Sepertiga gelas kan."  Sahutku.

Sean meringis. 

Ia meminum susunya dengan lahap. Aku menghampiri Sean dan mengusap usap rambutnya yang pendek.

"Gak nyangka ya."  Kata Sean. Ia meminum lagi susunya yang masih hangat hingga habis tiga perempatnya. 

"Apanya gak nyangka." Aku bertanya tanpa membalikkan badan. Tanganku sibuk memotong-motong sayuran dan ayam yang akan ku buat menjadi sup sayuran.

"Gak ada." Jawab Sean singkat. 

Ia sedang menatap serius layar handphonenya.

"Gak nyangka kita bisa sejauh ini." 

Ia menoleh padaku yang berbalik melihatnya. Ia kembali menguntai seutas senyum simpul yang memunculkan beberapa cerukan di dagunya. 

"Dari kamu yang datang tiap senin apa yang kejedot pohon." Candaku.

Aku mendengar ia beranjak. Ia mendekat dan memeluk pinggangku dari belakang. 

"Dasar cerewet." Bisiknya di telinga.

Sean meletakkan dagunya di pundakku.

"Seperti kataku. Hidup ini adalah bab-bab yang tidak pernah berhenti. Kita akan selalu bertemu dan mengucap selamat tinggal pada banyak orang di dalamnya seperti jutaan kata yang datang dan pergi."

"Terus." Aku menginjak kaki Sean agar melepaskan pelukannya. 

Tapi ia malah menarikku ke kursi dari belakang. Hingga aku terjatuh dan duduk di pangkuannya. Ia lalu memutar tubuhku hingga wajah kami bisa berhadapan.

"Terus? Terus?" Katanya dengan kondisi wajah yang begitu dekat. Hatiku berdebar kencang. Ia tiba tiba mengecupkan bibirnya pada bibirku. Bibir kami menempel lama, cukup lama saling menempel tapi tidak melumat. 

Sean merapatkan pelukannya dan melepas ciumannya.

"Memangnya kamu gak bisa membuat kata lain selain Terus." 

Tanyanya.

"Aku pendengar yang baik. Aku lebih senang mendengar cerita kamu daripada menceritakan."

"Kamu gak capek selalu mendengar." 

"Enggak. Kalau semua orang di dunia mau jadi pencerita siapa yang akan mendengarkan ceritanya."

Sean mengecup lagi bibirku singkat. Ia tersenyum manis. Meski aku belum yakin ia benar-benar memiliki rasa yang sama denganku.

"Dan kamu tahu din, beberapa orang di dunia ini jarang sekali terdengar suaranya."

"Aku tahu yan." Aku meraih salah satu tangan Sean. "Karena itu beberapa orang membutuhkan lebih banyak pendengar daripada pencerita."

"Setelah hari ini Din."

"Jadilah temanku untuk menulis bab baru dalam hidupku. Aku baru saja menyelesaikan bab terakhirku dan akan menuliskan yang baru. Maukah kamu menjadi tokoh utama dalam ceritaku selanjutnya."

Aku mengangguk.

"Tapi." Sean terlihat serius.

"Berjanjilah jangan pergi dari cerita yang akan kita tulis. Berjanjilah kita akan menulis bersama setelah hari ini."

"Aku gak akan pergi Yan, selama kamu gak akan pergi."

Aku melepas pelukan dan berdiri.

"Kamu mandi gih. Bau asem. Nanti abis mandi makan nasi, ini aku udah buatin sup sayur sama ayam buat kamu."

Sean langsung cemberut. Ia reflek mencium kedua keteknya yang kebetulan mengenakan kaus tanpa lengan. Aku merasa geli, melihat bagaimana tidak terimanya ia di bilang asem.

"Gak kok aku bercanda." Gumamku.

Sean mengomel sambil berjalan naik ke atas kamar sepertinya akan beneran mandi.

Aku cekikikan sendiri melihat tingkahnya. Jelas saja dia kesel, ini adalah dia ,Si Sean cowok yang rapi dan higinis, suatu penghinaan baginya di bilang bau asem.

Ku tatap di luar hujan membuat hari menjadi muram. Kedinginan dan sepi terasa begitu membungkam di luar jendela. Namun tidak denganku, sejak hari ini mungkin perlahan Sean mungkin akan menjadi milikku. 

Bukan ia yang harusnya berterimakasih untuk segalanya. Aku lah orang yang harus berterima kasih padanya. Ia yang membuatku merasa kembali berharga sebagai manusia. Ia yang membuatku melihat dunia dengan sudut yang berbeda. 

Kita telah menjadi beberapa bagian cerita dunia. Kita telah menulis beberapa cerita sebelumnya, sebelum Tuhan akhirnya mempertemukan kita dalam babak cerita ini. Terimakasih telah mengajarkan aku untuk melihat dunia dengan cara berbeda. Terimakasih telah membuatku mengerti bahwa cinta adalah sebuah ketulusan,  didalamnya tak ada syarat, kriteria dan batas. Saat ketulusan menyentuh batinmu , itulah cinta yang sesungguhnya.

The Endless Chapter

02-02-20

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Endless Chapter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang