Sayap sayap kecil yang beradu menyusuri benua saat musim dingin. Berkelana mencari secercah rasa hangat di bawah sang lentera dunia surya. Kelak seiring pada waktu yang berputar, ia akan kembali terkepak menyusuri garis yang telah terlewati sebelumnya. Menapak tilas dan kembali ke sebuah tempat yang di sebut dengan rumah, kediaman, tempat segalanya bermula.
Tyas menjemputku yang datang di terminal Bus pagi buta dengan motor matik berwarna biru yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Hari masih belum sepenuhnya bermula. Hanya sahut menyahut kokok ayam yang terdengar merambat diantara udara pagi.
"Baru nih," aku mengelus spion motor itu.
"Iya," Tyas meringis.
Ia membawaku menuju kamar kos mungil tempat segala cerita di kota ini bermula. Aku sudah memberitahu Tante Hera kalau aku sudah sampai dan akan ke rumah sekitar jam 9 pagi nanti. Namun tak kunjung ada balasan, sepertinya beliau masih tidur.
Sesampainya di Kos , Tyas langsung naik ke kasur dan tertidur pulas langsung.
"Aku tidur lagi ya din, kemaren aku shift malam, masih ngantuk." Gumamnya sebelum berganti dengan suara dengkuran.
Aku tak ingin tertidur lagi. Aku merenung di tepi teras menyaksikan peralihan petang menuju terang. Dari timur ke barat secerca warna jingga itu mulai merambat hingga sepenuhnya menjadi terlihat dan menenggelamkan bintang-bintang menuju persembunyiannya.
Perlahan namun pasti. Akhirnya meski harus ku katakan harapan untuk memperlambat segala detikan jam. Pada akhirnya waktu akan menghantarku pada pertemuan itu lagi pada Sean.
Tepat pukul 9.25 aku menapaki tangga rumah Tante Hera yang pintunya masih tertutup rapat. Aku hendak mengetuknya sebelum ia sendirinya terbuka dari dalam. Menampilkan sosok seorang pria tinggi besar yang nyaris menabrakku.
"Woy..Dinda. Kok diem di luar."
"Baru mau masuk."
"Masuk aja mama di dalam." Putra melewatiku dengan semerbak parfumnya.
"Kamu mau kemana?"
"Gym." Teriak Putra saat ia setengah memasukkan tubuhnya ke dalam mobil.
Aku segera masuk mendapati Tante Hera sedang sibuk di dapur. Tampak ia sedang memanggang roti dengan pisang ditengahnya dan membuat sepoci kecil teh.
"Udah datang kamu Din."
Sapanya tanpa menoleh.
"Duduk dulu banyak yang mau tante tanyain sama kamu."
Aku segera mematuhi kata-katanya dan duduk santai di meja makan. Sesaat kemudian ia datang dengan roti bakar dan teh yang di letakkan di hadapanku. Kami mulai mengobrol panjang hingga hari terlewat begitu saja. Dari segala alasan kepergianku sampai kedatangan cowok kutubuku yang mengetuk pintu rumahku yang membuatku datang kembali kesini.
"Sepertinya bukan tante, alasan utama kamu datang."
Candanya kemudian.
"Orangnya ada di rumahnya sekarang ini, kamu kesana gih. Tante mau ke butik."
Menemui tante Hera bukanlah hal mudah. Tapi Sean, aku sudah beberapa lama tak melihat ekspresi datarnya. Cara berbicara yang berbelit dan senyum tersungging darinya.
Sekali lagi aku mencoba berharap untuk mengulur waktu untuk menunda bertemu dengannya. Memelankan langkahku, mencoba untuk berlama-lama dijalan agar tak segera sampai di rumahnya. Namun apa alasanku datang kesini. Benar apa yang di katakan Tante Hera , dia bukan alasan terbesarku untuk kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless Chapter [COMPLETED]
Ficción GeneralPernahkah sekali dalam hidupmu. Engkau merasa terbangun di pagi hari, mandi, makan dan beraktifitas seperti biasa. Berkerja, bersekolah , atau hanya diam saja. Lalu perlahan senja mulai tenggelam, engkau kembali pulang ke rumah. Bersiap untuk tidur...