[5]

5.2K 890 283
                                    

Kebodohan Arjuna adalah tidak minta kontak Xuhao dari Garuda. Sekarang dia jadi bingung sendiri bagaimana cara mintanya. Ia tentunya merasa aneh jika mendadak jadi akur dengan anak itu, dan mungkin Garuda pun juga merasakan hal yang sama. Ia menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Xuhao kemarin. Benarkah ini nomornya? Kalau benar, maka anak ini tidak akan berada di kelas hari ini.

Ia meletakkan tasnya di meja, kemudian menoleh saat sesuatu menarik perhatiannya. Di sebelahnya, ada meja tambahan. Padahal seharusnya tak ada meja di situ. Baru saja hendak bertanya, seorang wanita muda datang dan meletakkan tas tangannya di meja. Ia duduk di mejanya lalu menghela nafas, membiarkan raut kebingungan Jun tergantung di udara. Wanita itu menoleh sembari tersenyum manis.

Terlalu manis sampai jantung Jun berdetak agak lebih cepat dari biasanya.

"Pak Arjuna, ya?" tanyanya. Giginya berkilat putih ketika ia menyeringai.

"I-iya," jawab Jun gagu. Ia berdeham sebentar. "Anda?"

Si wanita tertawa kecil. "Saya Sinta."

"Oh, guru baru?" tanya Jun lagi, agak lebih antusias.

"Sebenernya saya ditugasin jadi guru pengganti kalau Pak Juna tidak hadir. Tapi ternyata Pak Juna berangkat, ya..."

Arjuna membalas dengan tawa awkward. Tidak menyangka kalau Pak Pri bakal sedia guru pengganti secepat itu. Kepala Sekolah botak ini datang kemudian, lalu menjelaskan sistematika baru. Katanya Bu Sinta akan mengajar pelajaran Akuntansi, bahasa Korea, dan bahasa Inggris. Pelajaran olahraga akan diajar secara khusus oleh tentara. Sisa pelajaran lain--yang mana lebih banyak--akan diampu oleh Arjuna.

Bukannya apa-apa, tapi Jun agak tidak suka kalau ada wanita sebagai partner kerjanya. Bagaimana ya? Kerja sendiri saja belum becus apalagi kalau ada pengalih perhatian seperti Bu Sinta?

Hari itu berlangsung luar biasa tenang dan damai, minus jantung Jun yang kadang suka brutal tiap Bu Sinta memanggilnya atau melakukan kontak fisik dengannya.

Inikah namanya cinta pada pandangan pertama?

"Eh enggak. Gue cuma cinta sama anak kecil dan ramyun," sanggah Jun, lalu baru sadar kalau dia merasa jadi pedofil lagi.

Juna membereskan buku paket Kimia yang ada di atas meja, juga tumpukan buku tulis milik para siswa. Kurang 10 menit menuju bel pulang, alangkah baiknya bersiap dan memberikan pulang gasik. Ia berdiri dari kursinya yang syukurlah sudah diperbaiki, kemudian menyapu pandang ke seisi kelas. Mereka bersikap baik, mungkin karena Dika, atau Garuda, atau mungkin dapat pesan dari Xuhao. Aneh, sih. Tapi ini lebih baik. Juna menyunggingkan senyuman.

"Silahkan bersiap-siap," ujarnya.

"Kan masih 10 menit, pak," jawab Udin, siswa akselerasi yang dibuang ke kelas istimewa karena terlalu muda.

"Ya, nggak papa. Kan--"

"Pak!" potong Garuda sambil setengah berteriak. Dahinya berlipat dalam dan matanya menyiratkan keseriusan. Alisnya yang tebal menyatu bak ulat bulu. Anak jangkung ini berdiri dari kursinya, yang sekaligus mempelopori siswa lainnya untuk ikut berdiri. Tanpa aba-aba, mereka semua membungkuk 90 derajat, sudah hampir mirip dengan orang-orang di drama Korea.

"Kami kelas XII-X ingin minta maaf kepada Pak Arjuna atas sikap kami yang kekanak-kanakan dan buruk. Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan berjanji akan menghormati Pak Arjuna selayaknya guru, menghargai Pak Arjuna sebagai manusia, dan mengasihi Pak Arjuna selayaknya kawan. Tolong terima permintaan maaf kami. Kami mohon bimbingannya, Pak!"

Jun kaget bukan kepalang, seolah ada baskom raksasa yang dijatuhkan di atas kepalanya. Pria ini sampai menampar dirinya sendiri untuk memastikan apa dia bermimpi atau tidak. Ia juga menoleh kesana kemari mencari kamera pengintai yang akan merekam kebodohannya karena kena prank. Tapi tidak ada. Tidak ada banner atau kertas contekan yang ditempel di manapun. Mereka mengucapkannya dengan spontan, atau mungkin mempelajarinya tadi malam.

Lesson To Learn | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang