[14]

4.2K 775 187
                                    

Selepas adegan syok berat dan muntah-muntah di kamar mandi, Arjuna dibopong Surya balik ke kasur sementara Aji berlari memanggil dokter. Dia tidak pernah tahu kalau foto Arada dapat membuat mentalnya kaget. Yah, bukan berarti Jun punya trauma akan hal itu. Ia diberi penenang 3 dosis dan sepenuhnya terlelap seperti orang mati. Padahal juga bukan bius.

Dalam ambang ketidaksadarannya pun, wanita itu muncul, menghantui setiap pandang matanya tertuju. Memori itu terulang kembali, hal yang seharusnya sudah lama dia lupakan.

Ayahnya, kamar mandi apartemen, tawa seram, pisau, darah, dan surat kelam itu.

"Tolong... jaga mamamu..."

Mata Arjuna terbuka lebar. Nafasnya tersendat-sendat, tangannya mencengkeram pinggiran kasur dengan erat. Rasanya menyakitkan. Ia mengatur nafasnya kembali sambil mengelap peluh di jidatnya. Betapa kecil dunia ini, bahkan pelakunya pun memiliki efek tersendiri yang sama-sama menyiksa.

Arada, that fucking bitch

Keadaan kamarnya redup, hanya lampu dekat pintu dan lampu toilet saja yang dinyalakan. Semua orang menghilang, mungkin sudah pulang. Tangannya meraih sebuah notes kecil yang di tempel di gelas air putih di atas nakas. Isinya coretan tangan Jonathan yang menginformasi bahwa dia dan Bintang pulang dulu ambil baju. Kira-kira bakal kembali pukul 2 atau 3 dini hari. Bibirnya mengulas senyum. Untung Juna punya 2 cecunguk itu. Sedikit banyak membuat hatinya lega dan tenang.

Malam itu jam menunjukkan pukul 1 lewat 5. Sepertinya Jun sudah tidur lumayan lama, bahkan bokongnya menjadi kram dan kesemutan. Tapi ia terlalu malas untuk jalan-jalan.

"Bosen..."

Ia mencari remot TV, tapi benda itu letaknya ada di atas kulkas, dan lagi, dia mager. Jadi sudah diputuskan, Jun bakal mati kebosanan dalam khayalannya sendiri. Ia menutup matanya berupaya untuk kembali tidur, tapi tidak bisa. Ia lantas meraih hapenya yang di charge dan mengirim pesan kepada Bintang.

Sipit, bawain gw cilok dong, oh ya, sm titip pocky rasa pisang

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Sial, kalau itu suster yang bakal menginterogasinya, lebih baik Jun pura-pura tidur. Ia buru-buru menyembunyikan hapenya di bawah bantal dan memejamkan mata. Namun ternyata bukan. Matanya yang sedikit terbuka ini tidak menangkap sosok wanita berpakaian serba putih. Yang ia lihat justru seorang laki-laki kurus berbalut jeans hitam dan sweater biru navy. Tangannya membawa plastik isi sekotak Dunkin Donuts. Rambutnya dibiarkan berantakan tak tersisir, tapi masih terlihat keren. Dia meletakkan bingkisannya di atas meja kemudian menggeret kursi pelan-pelan ke samping ranjang tempat Juna pura-pura tidur.

Arjuna tidak dapat menyembunyikan detak jantungnya yang mendadak liar karena Xuhao menjadi berkali-kali lipat lebih ganteng.

Sial...

Anak itu tidak mengatakan apapun. Dia hanya menatap Juna dengan pandangan sendu.

Sial, berhenti natap gue!

Tangan Xuhao terangkat pelan, sepertinya ragu. Setelah beberapa saat melayang di udara, akhirnya dia berani meletakkannya di kepala Arjuna. Anak itu dengan telaten mengelusnya, kadang memainkan rambutnya sambil berpangku tangan. Jarak mereka sangat dekat, dan Jun bersumpah yang kali ini bukan mimpi karena aroma tubuh Xuhao lebih nyata.

"Goblok."

Eh loh, kok malah dikata-katain? Apa ini maksudnya? Perkataan sama tindakan kok bertolak belakang. Anak ini, yang Jun kira mungkin kesurupan, lantas menyender ke sisi bantal Jun yang kosong. Kepalanya ia istirahatkan di sana, masih menatap Juna.

Ah sialan, malah tambah deket gini

"Lo goblok, gue goblok, semua orang goblok," lanjutnya lagi, rupanya tak bisa kalau tidak bicara pakai kata kasar.

Lesson To Learn | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang