Harusnya Arjuna pingsan saat melihat banyak sekali pria berbadan kekar yang seluruh tubuhnya dimayoritasi tato gambar hewan mitologi. Bahkan salah satu di antara mereka rela membuat jidatnya dipenuhi doodle Aphrodite setengah telanjang yang berbaring cantik bersama sesama kawannya. Kendati demikian, Juna cuma menggandeng tangan Xuhao, menyalurkan rasa tegang yang sedemikian rumitnya.
Dia tak habis pikir, apa yang para pria bak preman lakukan di kapal? Kalau saja ada yang bilang ini cuma acara reuni para kawanan pegulat tahun 80-an, maka Jun bisa bernafas dengan lega. Tapi tidak menutup kemungkinan juga kalau mereka sedang melakukan perdagangan ilegal, seperti perdagangan manusia atau organ vital. Siapa yang tahu, kan?
Xuhao dengan sekali hembusan nafas balik menggandeng Arjuna. Ia melakukan langkah pertama, berjalan santai tapi waspada melewati celah sempit yang tercipta diantara pria-pria itu. Di sisi lain Arjuna sedang berusaha menjaga Marie tetap tidur. Bakal rumit kalau nanti anak ini bangun dan melihat gambar unicorn burik yang ditato di dada berbulu seorang preman.
Mereka berjalan dalam keheningan yang canggung. Bahkan suara angin laut yang berisik tidak berkomentar apapun mengenai tatapan aneh yang dilemparkan para preman ke arah Arjuna. Dia mencoba tenang. Tidak baik bersikap panik dalam balutan baju ketat keren yang helmnya pengab.
Xuhao sampai di tangga besi berkarat menuju atas. Ia menoleh ke Juna sebentar, berkata tanpa suara lalu mulai menaiki tangga satu persatu. Begitu giliran Jun tiba, seseorang mencengkeram bahunya dengan erat. Saat menoleh, dia nyaris saja berteriak macam banci ketiban almari.
Demi Tuhan, om ini menyeramkan sekali.
Jun memang mengagumi otot mereka yang kekar, gagah perkasa seperti Gatotkaca, tapi tidak dengan pakaian atau gaya rambut mereka. Jun melirik Xuhao yang sama-sama mematung di tengah tangga, merasakan genggamannya mengencang.
Gambaran kasarnya yaitu bapak-bapak mantan pemain MMA umur 50-an, kulitnya tipe kulit orang putih yang terbakar matahari karena kelamaan berjemur di pantai, alisnya setebal ulat bulu amazon, jambang santa clause yang dikepang 3 dengan karet jepang warna pelangi, rambut klimis hitam beruban yang dicepol ke atas, dan setelan jas dengan celana Bali polkadot warna biru terang. Oh, kakinya berbalut sandal hotel.
Nggak kaget darimana?
Jun sudah mau menangis dan sujud minta ampunan. Tapi om ini cuma melongok untuk mengintip Marie yang tertidur di dekapan Arjuna.
"Mas, anaknya?" tanyanya dengan suara dalam yang parau. Tatapannya tajam dan menusuk.
Arjuna sebenarnya mau mengangguk dan bilang bahwa Xuhao ibunya, tapi daripada dapat kemungkinan dilempar dari kapal, dia menggeleng.
"Dia salah satu pekerja di klinik. Tadi minta ikut naik kapal, tapi malah tidur," jawab Jun, mulus seperti bokongnya.
Om itu meraih sesuatu dalam saku jasnya, secarik kartu nama dan boneka tangan beruang coklat yang agak pudar. Jun melepaskan tangannya dari tangan Xuhao seraya meraih barang pemberian bapak itu. Dia membacanya sekilas.
Loden Capitous, persewaan badut.
The fuck?
"Kalo mau sewa jasa birthday organizer, bisa hubungi saya. Kantor saya ada di Denpasar. Kebetulan kita akan berlabuh di Bali, jadi mungkin mas mau mampir?" tawar pak preman yang berubah lunak (?)
Haha. Gundulmu ah pak. Ngapain mampir di pagi buta gini? Batin Arjuna.
Dia mengangguk, mengucapkan terima kasih, lalu buru-buru menaiki tangga ke bagian utama kapal.
Sedikit banyak Arjuna bersyukur karena hidupnya dipenuhi hal-hal yang random. Kadang sepele, kadang bikin hampir mati. Bahkan gara-gara tadi, Xuhao tiba-tiba berlutut sambil memijat pelipisnya. Mereka saat ini ada di salah satu ruangan kosong isi perkakas montir. Arjuna mendudukkan dirinya di kursi kayu yang rentan patah, sedangkan Xuhao duduk di sebelahnya mengambil alih Marie. Anak ini luar biasanya masih tertidur pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn | Junhao[✔]
Fiksi Penggemar"Sudah cukup? Sudah selesai menggurui saya? Nah sekarang, giliran saya yang akan mengajari kamu." "L-lo mau apa bangsat?" "Yang pertama. Belajar diam." "Woi woi wOI--" Arjuna bukan ingin jadi guru. Tapi karena tuntutan kehidupan, maka ia harus punya...