Padahal Xuhao sudah bilang kalau ada banyak cctv, padahal Xuhao sudah bilang kalau tidak boleh mabuk, padahal Juna sudah meyakinkan diri untuk tidak aneh-aneh lagi. Tapi semuanya hancur berkat 3 gelas nira, 18 gelas vodka, dan segelas nutrisari jeruk nipis. Ia tahu dirinya sudah sangat gila. Juna tidak pernah minum sangat banyak. Sekalipun dia sedang stres berat, tak pernah ia sampai minum 21 cairan pemabuk. Mungkin kalau orang biasa, dia sudah tepar, atau mungkin mati.
Untungnya Jun bukan orang biasa.
Oh, tak lupa dengan segelas es sirup yang tadi disiramkan kepadanya.
Xuhao terlihat sangat marah. Tidak, dia benar-benar marah, sampai nangis begitu. Arjuna merasa sangat bersalah. Harus apa dia nanti kalau sudah kembali waras?
Ah, misi Sinta.
Kalau dia membawa Xuhao ikut masuk kamar, apa kemungkinannya untuk selamat juga besar? Tapi bagaimana kalau orang yang datang menjemput serupa pria kekar brutal yang don't give a fuck bahkan kepada Xuhao? Nah, itu masalahnya.
Tapi anak ini sudah keburu membawa Jun kesana. Terlalu cepat malah, dia jadi tak punya waktu untuk berubah pikiran. Apalagi kondisinya sedang mabuk berat, susah diajak berpikir secara rasional. Si Xuhao ini malah main nyelonong masuk saja. Sial, Jun benar-benar tak bisa kabur sekarang.
Ia menutup pintunya, kemudian tangannya menjarah ke saku jasnya. Ada 2 pil di sana. Dia tidak tahu kenapa Sinta memberinya dosis berlebih. Padahal satu mungkin sudah cukup untuk membuatnya lumpuh. Harus dia minum kapan? Tapi kalau dia sudah terlanjur lumpuh, orang-orang ternyata mau menyerang Xuhao, maka mampus sudah.
Sambil menunggu, apa yang harus Juna lakukan ya? Main poker? Curhat-curhat berhadiah? Atau cuddling? Atau...
Ah, Xuhao malah nyinyir. Padahal Jun lagi tidak mau diceramahi orang. Dia lagi tidak suka suara berisik. Ia tahu dia salah, tapi tak perlu diungkit-ungkit lagi. Rasanya kesal kalau orang selalu mengungkit kesalahan orang lain. Padahal bukan kesalahan yang terlalu besar, dan bukan sepenuhnya salahnya juga. Arjuna mau Xuhao diam, dia mau Xuhao tutup mulut saja dan nikmati saat-saat sebelum mereka berpisah sungguhan. Jadi dia mengunci pintunya.
"Arjuna, gue capek. Berhenti main-main. Kita harus pulang-"
Iya, Juna juga capek. Dia juga mau pulang, sambil tiduran di sofa nonton film setan. Tapi tidak bisa. Nanti Xuhao tidak selamat. Harusnya dia tahu, harusnya dia nggak marah-marah seenaknya. Perutnya terbakar. Rasa kesal membara di dalam hatinya. Ah, kalau sudah gini susah kan jadinya. Mau berpikir waras pun sudah tidak bisa. Xuhao masih bicara, dan bicaranya ngegas, Jun tidak suka.
Jadi dia melempar anak itu ke dinding.
Agak terlalu keras. Bahkan dia sampai gagap gitu. Juna mau minta maaf, sungguh. Tak seharusnya dia mendorong Hao sangat keras. Tapi anak itu tetap bicara, membuat Jun makin kesal. Dia selalu mengungkit Sinta. Padahal biangnya itu Sinta. Kenapa Xuhao selalu menyalahkan Arjuna, bukan Sinta? Kenapa kesannya seolah-olah kesalahan milik dunia hanya dilimpahkan ke Arjuna?
Oh, apa Xuhao sebenarnya juga sayang sama Sinta?
Ahaha, lucu juga. Jadi selama ini Juna lah yang mengganggu hubungan mereka, seenaknya datang ke tengah-tengah, lalu memisahkan keduanya.
Sialan. Bikin kesal saja.
Cinta segitiga selalu merepotkan.
Tapi, masa sih, Xuhao cuma sayang sama Sinta? Terus, yang selama ini itu apa? Ciuman di dalam kamar ganti itu artinya apa? Juna tak habis pikir. Dia harus tahu, Hao mau apa. Dia harus punya bukti valid apa anak itu suka padanya atau tidak. Satu saja bukti, maka selesai. Jun akan tahu apa langkah selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn | Junhao[✔]
Fanfiction"Sudah cukup? Sudah selesai menggurui saya? Nah sekarang, giliran saya yang akan mengajari kamu." "L-lo mau apa bangsat?" "Yang pertama. Belajar diam." "Woi woi wOI--" Arjuna bukan ingin jadi guru. Tapi karena tuntutan kehidupan, maka ia harus punya...