Pria ini tak ingat pernah melakukan sesuatu yang membuat dirinya dijadikan bahan tatapan seolah dituduh telah membunuh orang. Dengan keadaan Sinta yang duduk di sebelahnya sambil terisak-isak, Jun tahu bahwa ada sesuatu yang tak beres. Empat kursi sebelahnya, duduk Xuhao, dengan wajah tanpa ekspresi dan rahang mengeras. Di sebelahnya lagi duduk Angga dengan polesan perban yang berantakan.
Suhu ruangan mendadak turun drastis, diikuti hawa-hawa mencekam yang menguar di udara.
"Sesuai kesepakatan," mulai Pak Pri, "Xuhao akan diskors selama 3 hari. Angga, akan dipanggil orang tuanya untuk diberi peringatan. Masalah selesai."
Rupanya mereka, para guru ini, sudah memulai rapat jauh waktu sebelum Jun menginjakkan kakinya ke ruangan meeting. Ia mengingat sebab kenapa kedua anak itu bisa bertengkar, jadi Juna mengangkat tangannya ke udara, berniat memberikan informasi penting.
"Pak, saya mau--"
"Kasus kedua," potong si botak tegas, sedikit menyentak, sambil menyodorkan sebuah foto ke arah Jun. "Bisa jelaskan?"
Itu fotonya ketika sedang jalan-jalan ke mall bareng Xuhao tempo hari. Tapi yang difoto bukan kejadian ketika mereka sedang nonton bioskop, atau makan jajanan, atau mengunjungi stan-stan yang ada, tapi yang tercetak malah kejadian ketika Sinta mencium pipinya. Terlihat jelas bahwa foto ini diambil oleh orang yang kurang kerjaan. Foto itu sebenarnya bisa bermakna banyak hal.
Dengan wajah terkejut sekaligus penolakan di wajah Arjuna yang aneh, tatapan tak suka dari Xuhao yang menggenggam tangannya, Sinta yang seperti biasa ceria dan genit, lalu teman Sinta yang tersenyum khawatir. Kesannya malah jadi suatu bentuk sinetron yang cukup rumit. Arjuna baru akan menjawab, tapi Sinta keburu memotong dengan tangis lebay.
"P-pak Arjuna yang menyuruh saya!" katanya begitu. Juna lantas menoleh terkhianati.
Jadi, begitu. Sinta akan membuat pernyataan seolah-olah dialah korbannya di sini. Wah, bagus betul kekuatan tangisan dari cewek ini. Kalau Jun terlahir sebagai cewek juga, pasti dia sudah menempeleng Sinta di tempat.
"Pak Arjuna, bukankah anda sudah membaca peraturan apa saja yang ada pada kontrak perjanjian? Hubungan antar karyawan dan guru harus profesional, tidak boleh terdapat urusan personal baik di dalam dan/atau luar sekolah. Kecuali jika anda mau mengakhiri kontrak anda di sini."
"Tapi Pak--"
"Saya belum menyuruh anda bicara. Sadari batasanmu!"
Begitu kemudian Arjuna menyadari.
Orang dunia mana yang mau memberi kesempatan yang sulit didapatkan kepada pria sederhana, bermodal otak, dan dengan pengalaman mengajar yang sedikit? Dunia api? Bah. Semua pasti ada maksud dan tujuan, semua pasti butuh bayaran. Diterimanya Juna sebagai guru tetap di sana tanpa tes yang sulit sebenarnya cukup membuatnya tak percaya. Kualifikasi yang dibubuhkan di media internet begitu mengerikan. Tapi Jun dengan mudah diterima kerja di sana. Seharusnya dia menyadarinya dari awal. Seharusnya Jun tahu maksud perkataan Pak Sabar di awal pertemuan.
"Anda masih terbilang sangat muda, Pak. Jadi saya harap anda mampu menyatukan hati dan memahami anak-anak itu."
Sialan betul memang. Betapa bodohnya ia karena tak kunjung paham. Alasan kenapa banyak yang tak betah, pasti kasusnya hampir-hampir mirip dengan Pak Sabar yang diturunkan jabatannya. Pertama, mungkin karena mereka gagal menjalankan misi aneh yang diperintahkan. Kedua, karena mereka malah jadi penghalang. Ketiga, mereka melanggar peraturan kontrak. Empat, mereka cuma pencari uang kotor, yang membuat Xuhao membenci guru, dan membuatnya menyuruh si ayahanda mengenyahkan mereka dari sekolah.
Sekarang, giliran Arjuna membangun jembatan bernama 'kepercayaan dan kasih', masalah bermunculan, seolah tak merestui hubungannya dengan para siswa kelas 12 X. Ia menggertakkan giginya sementara kedua tangannya saling meremas hingga kubu-kubu jarinya memutih. Mereka mungkin bisa berbuat semaunya, tapi tidak kepada Arjuna. Pak tua itu masih sibuk mengoceh tentang peraturan-peraturan ngaco, sampai Jun sedikit menggebrak meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn | Junhao[✔]
Fanfiction"Sudah cukup? Sudah selesai menggurui saya? Nah sekarang, giliran saya yang akan mengajari kamu." "L-lo mau apa bangsat?" "Yang pertama. Belajar diam." "Woi woi wOI--" Arjuna bukan ingin jadi guru. Tapi karena tuntutan kehidupan, maka ia harus punya...