[10]

4.7K 760 148
                                    

BUAAGHH!!

Setelah diberitahu begitu, lantas saja Arjuna berlari ke lapangan yang dimaksud. Awalnya dia tersesat, karena sekolah ini punya 5 lapangan, dan Garuda tidak bilang lapangan yang mana. Tapi akhirnya dia berhasil sampai di lapangan basket yang sudah dikerumuni banyak siswa. Mereka bukannya melerai malah mengabadikan momen itu dalam handphone dan malah ikut menyoraki.

BUAGGHH!!!

Suara pukulan itu terdengar di telinga Juna. Ia yakin pukulannya keras sekali, karena bisa mengalahkan suara sorakan para siswa. Jun menangkap siluet Sasha, salah satu anak muridnya, yang sedang berusaha maju untuk melerai. Tapi kan, dia perempuan, kecil pula. Sudah pasti kalah.

Anak itu melihat Arjuna dan langsung berlari.

"Pak Juna! Pak Juna! Tolong!" teriaknya, sudah mau nangis.

"Kenapa kalian di luar? Bu Sinta mana?" tanya Jun.

"Nggak tahu. Dia cuma ngasih tugas terus pergi. Habis itu..." dia malah nangis.

Arjuna akhirnya menepuk punggung anak itu. "Ya sudah. Panggil yang lain, masuk kelas, jangan keluar dan selesaikan tugasnya. Nanti bapak nyusul," perintah Juna.

Sasha mengangguk dan segera pergi. Sementara Juna langsung menghambur masuk ke kerumunan. Ia meneriakkan kata permisi sambil berdesak-desakan. Kenapa pula tak ada guru yang melerai? Kenapa para siswa ada di lapangan semua?

Arjuna berhasil masuk dan segera menggunakan kedua tangannya untuk menahan jidat dua manusia yang sedang berantem. Ada Xuhao di kanan dan siswa kelas lain di sisi kiri, keduanya sudah dalam keadaan babak belur. Lalu beberapa detik setelahnya, siswa di sisi kiri malah meninju Arjuna.

Yang berantem siapa yang ditonjok siapa?

"Hei, berhenti sekarang juga!" perintah Juna cepat sebelum siswa kurang ajar itu meninjunya lagi. Xuhao langsung berhenti lantas berjalan mundur menghampiri Udin yang sedang dibopong Bonon dan Ekwan. Eh, Jun baru sadar ada anak itu di sana.

"Oh? Disuruh pawang langsung nurut ya? Hewan peliharaan sampah," sentak siswa bername tag Angga Matuna.

Arjuna baru akan menampar bibir Angga, tapi Xuhao sudah duluan menerjang dan memberikan flying kick ke arah rahangnya. Angga terjatuh, yang langsung di bantu dua temannya yang lain. Xuhao sendiri ditahan Dika dan Radit sebelum anak itu membuat wajah Angga yang burik tambah hancur. Burik, kegantengan pula.

Cuih!

Keadaan diperburuk dengan Xuhao yang meludahi Angga. Anak ini terpancing lagi kemarahannya. Akhirnya Arjuna turun tangan dengan mencubit dada kedua anak tersebut.

"Semuanya balik ke kelas masing-masing, atau teteknya gue pluntir!" ancam Juna.

Semuanya lantas bubar. Beberapa ada yang mendengus dan menggumamkan betapa vulgarnya guru baru itu. Juna menyuruh Angga ke UKS untuk diobati, juga menyuruh Bonon dan Ekwan kembali ke kelas. Udin juga sepertinya baik-baik saja, jadi (dengan agak enggan) dia digiring kembali ke kelas oleh Dika dan Radit.

Bisa Juna lihat Xuhao yang sedang mengelap darah di ujung bibirnya.

"Kamu--"

"Tidak perlu. Saya tidak perlu diobati," potong Xuhao.

Arjuna lantas menghela nafas sambil melipat tangannya. "Saya tidak mau mengobati kamu. Saya mau tanya kenapa kamu bertengkar."

Tak ada respon. Anak itu hanya diam menatap ke arah lain. Jun memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. Seumur-umur dia hidup, tak pernah ia rasakan permasalahan yang begitu pelik, kecuali 10 tahun yang lalu. Itu pun masih bisa dia temukan solusinya. Tapi yang ini sulit sekali. Giliran mau mencari rumus dan penyelesaian, soalnya malah beranak pinak dan tambah menjengkelkan. Bagaimana nanti reaksi Xuhao kalau tahu Jun bakal dipecat? Bagaimana reaksinya ketika tahu kalau dirinya sendiri sedang dijadikan sasaran?

Lesson To Learn | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang