Arjuna bangun keesokan paginya dengan badan mati rasa. Sepertinya dia ketiduran di kursi. Tangan kirinya dijadikan guling oleh Xuhao yang masih mendengkur. Ia melepas tangannya perlahan, berharap Hao tidak terbangun. Setelah itu Arjuna bergegas mandi dan bersiap untuk kerja. Memang dia harus menjaga Xuhao, tapi prioritasnya tetap bekerja. Lagi pula, semua benda yang ingin ia cari tahu berada di ruang kesiswaan semua.
Jun berkaca di kamarnya, sambil sesekali melirik muridnya yang tepar. Ia memakai dasi dan jasnya kemudian merapikan buku-buku tugas yang tidak sempat ia koreksi. Mungkin akan ia koreksi di jam luang. Kebetulan hari ini giliran Bu Sinta yang mengajar. Juna merobek kertas kecil lalu menulis sesuatu untuk Xuhao, yang intinya adalah alasan kenapa dia berada di tempat ini. Setelah itu, ia meletakkannya di samping segelas susu putih dan kue kering yang sempat ia siapkan tadi. Bahan dapur Jun kebetulan habis, jadi dia tidak bisa masak apa-apa.
Arjuna menatap Xuhao sekali lagi.
"Pules amat kek orang mati," celetuk Jun. Ia sontak mendelik dan segera mendekatkan telinganya ke hidung Xuhao. Telinganya merasakan gelitikan lembut udara yang berhembus.
Masih hidup...
Lalu telinganya digigit.
"Aahh!" pekik Jun terkejut.
Ia memicing ke arah Xuhao yang menatapnya balik dengan mata sembab. Wajahnya sedatar papan dan kulitnya masih pucat pasi.
"Kamu udah sad--"
"Gue dimana?" potongnya dengan suara serak.
Jun menghela nafas lelah. Ia melipat tangannya di depan dada bersiap adu debat. "Lo ada di rumah gue."
"Oh."
Jun merengut. "Udah itu doang?"
"Iya. Yaudah sana kerja," suruh Xuhao, kembali memejamkan mata dan sempat-sempatnya menyambar guling kesayangan Jun untuk dijadikan sarana tidur.
"Telpon gue kalo ada apa-apa. Bodo amat pokoknya lo harus telpon gue. Gue ga punya makanan berat, tapi banyak cemilan. Lo boleh ngelakuin apa aja, asal semuanya dirapiin dan lo ga bunuh diri," perintah Jun. "Ngerti nggak?"
Xuhao diam saja, malah pura-pura mendengkur. Sebal, Arjuna menyibak selimut Xuhao. Anak itu menggeram.
"Iya iya, paan sih, rempong amat," cibirnya.
"Yaudah gue berangkat," pamit Jun.
"Lo nggak mau nyium gue lagi?" tanya Xuhao. Ia melirik sambil menyeringai di balik remangnya cahaya kamar.
"Lo mau gue cium?" Juna balas bertanya.
"Ya enggaklah, anjing," jawab Xuhao. Ia menenggelamkan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal yang sepertinya sudah tidak dicuci selama 1 tahun.
Setelah itu, Juna resmi berangkat kerja. Tak lupa ia kunci semua pintu dan jendela. Kali ini dia naik motor. Sebenarnya dia cari alasan saja supaya Sinta tidak nebeng nanti. Entah kenapa Jun jadi terganggu dengan wanita itu. Dia terlalu genit dan lengket. Juna tak suka tipe-tipe itu. Semoga saja Sinta tak akan nekat memaksa nebeng naik motor dengan rok pendek dan ketat. Jun bersumpah bakal jalan kaki tiap hari jika hal itu sampai terjadi.
Jam pelajaran pertama berlangsung dengan lancar. Mungkin beberapa siswa ada yang kurang paham materinya karena Xuhao belum sempat memberi materi bocoran. Tapi secara keseluruhan semua bisa mengikuti dengan baik. Juna juga sedikit terbuka dengan para muridnya, tentang keadaan Xuhao, minus bagian yang hampir ditabrak. Bisa disepak sekelas dia nanti.
Jam pelajaran kedua, dia mengadakan mencongak dadakan. Awalnya mau baku hantam, tapi tidak jadi karena mencongaknya dibuat open-book. Selagi menunggu, Jun bolak-balik mengecek pesan di ponselnya, atau tanda-tanda ada telpon masuk, atau ada DM IG, atau hal lainnya. Banyak sih sebenarnya, tapi bukan dari orang yang ia pikirkan. Arjuna ingat betul bahwa ia sempat mengutek-utek ponsel Xuhao dan menyimpan semua kontaknya di sana. Jadi seharusnya Hao tahu cara menghubunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn | Junhao[✔]
Fanfiction"Sudah cukup? Sudah selesai menggurui saya? Nah sekarang, giliran saya yang akan mengajari kamu." "L-lo mau apa bangsat?" "Yang pertama. Belajar diam." "Woi woi wOI--" Arjuna bukan ingin jadi guru. Tapi karena tuntutan kehidupan, maka ia harus punya...