[12]

4.3K 720 27
                                    

Hari ini sangat membosankan. Semuanya terasa semu dan abu-abu, seolah hanya kilasan-kilasan iklan yang ia harap dapat segera enyah. Dengan makin ditekannya peraturan ke jidatnya, Jun jadi tidak bisa bebas. Ia jadi tidak bisa membobol ruang kesiswaan lagi, tidak bisa jalan-jalan ketika tak ada jam mengajar, dan dituntut membantu pekerjaan guru lain supaya dia selalu sibuk.

Dengan ketidakhadiran Xuhao, kelas menjadi sangat sepi. Meski masih kondusif, rasanya tidak sehidup kalau ada anak itu. Pagi tadi secara mengejutkan, banyak siswa kelas lain yang menyapa Jun. Semuanya berawal dari Angga yang tiba-tiba berlari dari lapangan sisi kanan untuk menyalimi Arjuna dengan senyum sumringah.

"Ehehe... pagi Pak Arjunaa..."

Lalu siswa-siswi lain mulai menyapanya ketika tak sengaja bertemu. Aca pun bilang kalau sikap anak kelas lain mulai agak berubah, walaupun banyak juga yang belum.

Siang itu, Juna berhasil baikan dengan Pak Prihadi si kepala sekolah botak. Tapi dalam hati, ia tahu kalau masalah lain bakal datang lagi. Pendengarannya tak mungkin salah mengenai proses pemecatannya kala itu. Jadi sebisa mungkin, dia harus bersiap diri untuk hal yang terburuk. Soal Sinta, mereka jadi canggung. Wanita itu tak lagi mengganggunya, cuma, Jun masih sering menangkap dia sering memperhatikannya dalam diam. Ketika balas ditatap, Sinta pasti bakal menoleh ke arah yang lain.

Kelas berlangsung luar biasa cepat. Tak ada hal istimewa atau mendebarkan. Semuanya lancar dan jaya. Jadi dia segera pulang setelah memastikan semua tugasnya selesai. Ia mencangklong tasnya ke satu bahu, menyadari kalau ternyata semua guru sudah pulang. Arjuna membuka pintu dengan satu sentakan dan langsung berhadapan dengan Sinta yang juga terkejut. Keduanya hanya terdiam sebelum kemudian Jun berdeham sambil menggaruk tengkuknya.

Pria ini sebisa mungkin menjaga jaraknya dengan Sinta. Karena dia ternyata lebih licik dari yang ia kira.

"P-pak Arjuna," cicitnya pelan.

Arjuna menoleh.

"Saya mau bicara," lanjut wanita itu kemudian. Juna hanya menatap lalu melengos pergi. Sudah cukup dia percaya semua bualan dari Sinta. Mungkin Xuhao benar, mungkin Sinta memang berbahaya.

"Arjuna!" panggil Sinta lagi, setengah berteriak.

"Lo mungkin nggak tahu, atau pura-pura bodoh. Tapi gue udah males berurusan sama lo," kata Jun, melirik tajam dan pergi.

"I...itu karena gue suka sama lo!!"

Jun tersentak lantas menoleh ke belakang.

Walah...










"Tapi gue enggak," balas pria ini dan sepenuhnya pergi.

Dia tahu kalau reputasinya sebagai guru teladan yang baik hati dan bijaksana bakal hancur perlahan di sekolah ini. Toh, sudah mau hancur, dihancurkan saja sekalian. Kalau Sinta menabur bumbu lagi di makanan para manusia di sekolah ini, terutama yang memegang kekuasaan, maka enyah saja sekalian dia. Tapi sudah merupakan suatu tekad. Jun tak akan angkat kaki sebelum anak muridnya lulus dengan nilai menakjubkan.

Sekolah swasta. Seharusnya Arjuna tahu, pembiayaan tidak diakomodasi pemerintahan negeri. Dan mungkin kesempatan itu diambil oleh 'si pemilik' untuk mengeksploitasi murid-muridnya. Tapi, ah, masa Pak Surya sejahat itu? Kalau dilihat-lihat, dari rumahnya, penampilannya, relasinya, Pak Surya lebih terlihat memegang urusan hubungan luar negeri.

Juna ingat, si kepala sekolah botak pernah menyinggung soal seorang wanita yang menurutnya 'jalang pemegang tampuk kekuasaan ISHS' yang bisa saja merebut aset seutuhnya. Kalau tidak salah ingat, namanya Araya, atau Adara, atau... ah! Arada. Ia juga ingat kalau Sinta pernah bilang bahwa dirinya adalah mata-mata pribadi.

Lesson To Learn | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang