[15]

4.5K 748 88
                                    

Arjuna keluar dari rumah sakit seminggu kemudian. Lukanya memang belum pulih semua, tapi dia tetap ngotot mau pulang. Supaya bisa kembali mengajar, alibinya. Padahal dia cuma mau cepat-cepat bertemu Xuhao saja. Seminggu tanpa komunikasi, tak ada yang menjenguk pula, kecuali orang-orang yang tahu akan masalah ini. Mereka kadang datang, cuma bawa tampang habis itu pulang. Juna sengaja tidak memberi tahu ibunya di Bandung. Bisa-bisa jantungan nanti.

Pihak sekolah pun tak ada yang datang menjenguk, lebih ke dilarang oleh Surya demi keselamatan. Oh ada satu. Si Joshua, pustakawan. Sepertinya berita tentang Arjuna ini berhasil ditutupi oleh Surya. Joshua pun tahunya kalau Juna masuk rumah sakit karena kena begal.

Yah lebih baik, sih, daripada dikeroyok 20 orang pakai balok kayu dengan kepala bocor yang nyaris membuatnya koma 2 minggu.

Pagi itu dia mati-matian menyisir rambutnya yang sudah mirip semak berduri pelan-pelan. Alasan utama yaitu karena bagian kepalanya masih ada yang ditambal, dan bakal sangat menyakitkan jika bagian itu ketarik sisir. Untung ada Jon yang bersedia nginep di rumah Juna dan mengurusnya sampai anak itu pulih total. Aduh, jadi sayang Jon.

Tapi tetap saja. Tidak ada dari mereka yang bisa masak makanan sesungguhnya. Jadi hari itu mereka makan onigiri dari toko terdekat.

"Lo yakin mau nganter jemput gue?" tanya Juna.

"Nggak lah. Hari ini aja. Besok lo naik bis sana," jawab Jon.

Arjuna memutar bola matanya. Ia mengecek saku celananya yang bergetar. Ternyata ponselnya berdering, tanda panggilan masuk. Dari nomor tak dikenal.

"Halo?"

"Ini Xuhao, gue mau bilang kalo perjanjian masih berlaku."

"Hah? Xuhao? Lo-"

"Lo masih ga boleh deket-deket sama Sinta. Oke, bye."

"E-eh! Tunggu dulu!"

"Apa?"

"Emang kenapa sih? Masa karna dia berbahaya? Ga jelas kamu ih."

Hening. Apa jangan-jangan sudah dimatikan?

Jonathan menaikkan alisnya untuk bertanya siapa gerangan yang menelpon. Arjuna menjawab tanpa suara.

"Halo? Masih nyambung?"

"Alasannya karena Sinta itu sama Rama. Bukan sama Arjuna."

"Maksud... eh loh, halo? Hao? Yah dimatiin."

Padahal Juna berharapnya Xuhao cemburu. Ternyata alasannya sepele gitu. Rama dan Sinta? Hah? Lucu juga anak itu. Mentang-mentang ada cerita wayang Ramayana, ini disangkutpautkan. Tapi ya sudah sih.

Jun menyimpan kembali ponselnya dan segera menyusul Jon keluar. Ia mengunci pintu rumah dan memakai sepatunya. Keadaan tangan kirinya sudah lumayan. Kemarin semasa masih di rumah sakit, benda itu bengkak. Bahkan setelah diperbaiki, sakitnya masih nyut-nyutan. Sekarang sudah tidak bengkak. Tapi Juna masih harus pakai deker agar tidak salah gerak. Makanya dia tidak bisa menyetir sendiri.

"Eh, Jonunu, misalnya nih ya misalnya. Ada yang suka sama lo, tapi dia sama-sama cowo. Dan sebenernya, lo tuh juga suka sama cowo itu. Lo harus gimana?" tanya Juna ketika mobil sedang berhenti di belakang lampu merah.

Jonathan menggumam sebentar, kemudian menoleh dan menatap Arjuna dengan tatapan polos tapi menusuk. "Tapi gue ga suka sama lo, Jun."

"Anjir, siapa yang suka sama lo sih? Kan gue cuma buat permisalan."

"Ya kirain. Habis lo cerita sambil ngeblush gitu. Bikin pengen nampol," balas Jon.

Arjuna mendengus seraya memutar bola matanya. Masa mukanya merah?

Lesson To Learn | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang