Arjuna bermimpi tentang unicorn di atas awan. Penduduknya, yang berupa embun tipis, sedang bekerja membangun sebuah jembatan pelangi yang berkilauan di bawah sinar matahari. Pria ini menaiki si unicorn dalam sekali lompatan. Setelah jembatan selesai dibuat, unicorn itu meringkik semangat lantas berlari seraya mengepak sayapnya yang lebar. Mereka berlari di atas jembatan pelangi dan melompat ketika sudah sampai ujung jembatan. Jun kira sayap si unicorn bakal mengepak, nyatanya sayap tersebut malah lepas satu persatu, membuat Juna mau tak mau terjun bebas dan mencium lantai yang dingin.
Ia merintih kesakitan. Tangannya meraih pegangan almari sebagai bantuan berdiri. Jun menggaruk dadanya yang telanjang lalu keluar dari kamar menuju dapur. Ia mengambil air minum dari dispenser lalu menegaknya hingga habis. Namun beberapa air kembali keluar ketika ia sadar bahwa dia tidak sendirian di rumah. Di meja dapur, berdiri Xuhao yang menatapnya dengan tatapan menghakimi selagi tangannya memotong tomat.
Dia sepertinya sudah mandi, namun belum berseragam. Dilihat dari rambutnya yang masih setengah basah dan belum disisir, juga kaos dalaman putih dan boxer abu-abu. Mulut Jun terbuka hendak bertanya, tapi Xuhao mengacungkan pisaunya.
"Buruan mandi, ntar telat."
Jun mengatupkan kembali bibirnya dan enyah dari dapur. Sial, Juna lupa kalau ada makhluk kurang ajar yang bakal tinggal--entah berapa lama--di rumahnya. Dan cara bicaranya yang sukanya terkesan memerintah itu sudah membuat mood Jun memburuk. Ia berdiri di bawah shower, sambil membasahi setiap inchi tubuhnya yang belum terkena air.
Selesai memakai shampo dan sabunan, pria ini menggubat pinggangnya dengan handuk lalu beranjak ke wastafel. Dia menatap pantulan dirinya di cermin sambil gosok gigi.
"Lo goblok banget sih Arjuna," gumamnya pada sosok pria dalam cermin.
"Harusnya lo apatis aja dan nggak usah sok ikut campur masalah orang lain. Sekarang lihat hasilnya, lo dimanfaatin."
Juna berkumur-kumur, membuang sisa busa yang ada dalam mulutnya. Kemudian ia menghela nafas sambil sekali lagi melihat pantulan dirinya. Face it, dude. Setahun lagi dan Jun akan lepas dari Xuhao. Ia keluar dari kamar mandi dan segera bersiap. Ia mencari letak seragamnya, yang ternyata sudah disiapkan di gantungan almari. Sudah disetrika juga.
Apa ini ulah Xuhao? Apa yang dia mau?
Arjuna memakai seragam dengan cekatan dan mengumpat ketika jam sudah menunjukkan pukul 6 kurang 5. Ia mengambil dasi, mengalungkannya di lehernya, dan berlari ke dapur untuk sarapan. Di sana Xuhao tengah mengunyah roti lapis bagiannya sendiri dan masih sibuk dengan masakannya. Arjuna duduk dan melahap roti lapisnya, yang ternyata enak.
"Lo dapet bahan masakan dari mana?" tanya Jun.
"Gue beli pasokan pake uang yang ada di amplop. Uang itu yang bakal gue gunain buat masalah rumah, jadi gue ga akan minta duit ke lo, kecuali mendadak," jawab Hao.
Jun mengangguk paham. Pasti Xuhao tahu banyak hal. Dia saja bisa tahu letak uang amplopan pemberian Pak Surya yang disimpan Juna. Juna sendiri masih tidak tahu bagaimana karakter Hao, dan apa-apa saja yang bisa ia lakukan.
"Ini buat bekal. Nasi goreng kimchi. Gue mau pake seragam dulu."
Xuhao menyodorkan kotak bekal warna ungu ke Arjuna kemudian beralih pergi. Jun mengangguk. Pria ini menegak segelas air mineral hingga habis lalu segera menyisir rambutnya. Selesai, kini ia harus berjuang memakai dasi yang kadang suka belibet dan mencekik lehernya. Berhubung kemarin dasinya ini dicuci, jadi belum sempat ia buat menjadi bentuk asli dasi sehingga mudah dipakai.
Xuhao keluar dari kamar tamu--iya dia tidur di sana--sudah dalam keadaan rapi. Ia meletakkan tasnya di sofa dan menghampiri Jun. Ia bersender pada meja dapur lalu mengambil alih dasi Arjuna. Posisinya agak awkward. Jun harus setengah membungkuk untuk menyejajarkan tingginya. Kedua tangannya menopang tak nyaman di lututnya yang mulai keram. Apalagi jaraknya dengan Hao agak terlalu dekat. Juna jadi bisa lihat betapa indahnya mata anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn | Junhao[✔]
Fiksi Penggemar"Sudah cukup? Sudah selesai menggurui saya? Nah sekarang, giliran saya yang akan mengajari kamu." "L-lo mau apa bangsat?" "Yang pertama. Belajar diam." "Woi woi wOI--" Arjuna bukan ingin jadi guru. Tapi karena tuntutan kehidupan, maka ia harus punya...