[7]

4.9K 840 202
                                    

Sejauh yang Arjuna lihat di film-film horror, jika ada titik-titik merah yang mengarah ke kamar mandi, maka kemungkinan besar cairan merah itu adalah darah. Dia tidak mau berprasangka dulu, apalagi saat ini pikirannya sudah sekosong toples keripik yang ada di atas meja. Arjuna memungut pisau yang ternyata bernoda merah itu perlahan, lantas berjalan mengikuti tetesan itu. Terakhir kali ia melihat sesuatu yang seperti ini adalah saat adik sepupunya lupa pakai tampon dan darah langsung mengalir deras dari sela kakinya.

Tapi Xuhao laki-laki, dan laki-laki tidak menstruasi.

Bermodal pisau di tangan yang bergetar dan kepala yang dilindungi helm, kakinya melangkah tidak pasti ke pintu kamar mandi yang terbuka sedikit. Arjuna mengacungkan pisau ke depan selagi kakinya terbuka lebar untuk memasang kuda-kuda. Ia mendorong pintu itu dengan kecepatan turbo dan langsung menerjang masuk.

Agak kurang seru sebenarnya. Jun berekspetasi tinggi bahwa bakal ada penjahat psikopat pembawa palu dan gergaji mesin yang sedang memutilasi potongan tubuh manusia. Tapi yang terpampang adalah wajah terkejut Xuhao yang sedang mengunyah potongan besar buah naga merah di mulutnya. Arjuna menghela nafas lega lantas memeluk singkat anak muridnya itu.

"Lo kenapa?" tanya Hao, hidungnya berkerut jijik.

"Gapapa. Gue kira lo dicincang psikopat," jawab Jun. Ia melepas helmnya lalu menggaruk ubun-ubunnya yang gatal. "Lagian lo ngapain sih nelfon, sampe spam Line. Mana gue liat merah-merah di lantai lagi."

Xuhao memutar bola matanya. "Tadi katanya disuruh telfon."

Jun mengembalikan helm dan memarkirkan motornya dengan benar dahulu sebelum mengepel lantai. Dia bahkan tidak tahu dari mana Xuhao dapat buah naga. Setelah selesai, ia kembali ke kamar mandi untuk mandi. Tapi si bocah lama sekali di wastafel.

"Lo ngapain sih, Hao?"

"Kepo."

Arjuna memutar bola matanya lalu menghampiri Xuhao. Ia mengintip untuk melihat 2 bongkah potongan buah naga di sisi kanan yang sudah habis. Ia lalu memperhatikan bagaimana bibir Hao belepotan. Juna mengambil tisu dari atas rak lalu meraih kedua bahu Xuhao untuk dihadapkan ke arahnya. Jun mengelap bibirnya singkat sebelum sadar kalau dari tadi Xuhao sedang membalut jarinya pakai hansaplast. Tapi tidak bisa-bisa.

"Itu kenapa?"

"Keiris waktu motong buah naga. Untung ga lepas," jawabnya.

Jun merampas tangan Xuhao untuk kemudian diberi penanganan yang lebih baik.

"Lagian lo ngapain motong-motong buah naga?"

"Gue laper anjer. Mau go-food dikunci semua pintunya, mau kabur kagak bisa. Untung ada mas-mas sipit tetangga sebelah yang nyelundupin 5 biji buah naga lewat jendela belakang," jawab Hao.

Sipit, tetangga sebelah, buah naga. Pasti si Bintang. Tumben dia mau memberi Jun buah naga gratisan. Biasanya disuruh bayar. Tapi tak apalah. Yang penting Xuhao tak mati kelaparan. Arjuna selesai menggubat jari telunjuk dan jari tengah Hao yang terluka. Anak ini pasti lapar, juga, Jun belum sempat makan siang tadi. Alangkah baiknya mengajak Xuhao makan, sekalian memberikan uang amplopan pemberian Pak Surya padanya.

"Makan yuk," ajak Jun.

"Tapi kan lo ga punya apa-apa," balas Hao.

"Di luar maksudnya," lanjutnya. Arjuna melepas jas dan dasinya lalu melemparnya ke keranjang baju kotor di sudut kamar mandi.

"Oh."

"Yaudah buruan sana siap-siap," suruh Jun.

"Tapi kan gue ga punya baju!"

Lesson To Learn | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang