Ketika ponsel Hao bergetar, Jun dan Xuhao sudah ada di ventilasi. Mereka bergerak cepat ketika pintu kamar didobrak sampai sempal. Bukan si cleaning servis, tapi 3 orang bertubuh kekar yang Juna yakini membawa pistol di saku bokong mereka. Semuanya memakai kacamata hitam dan tampak menyeramkan. Untung saja ventilasi udara yang ada di langit kamar mandi cukup besar dan muat dilewati pria dewasa. Ia menggendong Xuhao dulu, sebelum naik melalui kloset dan memastikan pintu ventilasi sudah terpasang seperti semula.
Mereka saat ini duduk di perempatan lorong ventilasi yang memiliki ruang yang agak luas untuk bisa duduk menyila bersebelahan. Anak itu mengangkat panggilan masuk itu sementara Juna mendengarkan dalam diam.
"Halo, dek? Lo ada dimana?"
"Di ventilasi, om."
Jun tebak itu pasti Surya. Ah sialan, gara-gara dia, Xuhao jadi dalam bahaya.
"Ventilasi mana?"
"Perempatan."
Keheningan menyapa, lalu bunyi kertas beradu dan coretan bolpoin. Suara Aji terdengar, seperti gumamam dari kejauhan.
"Ambil jalan ke kiri. Nanti lo keluar lewat dapur belakang. Lo sama Arjuna, kan?"
"Iya."
"Dia nggak lumpuh?"
Xuhao mengernyit sambil melirik Juna yang entah bagaimana sudah sembuh dari mabuknya. "Enggak."
"Bagus. Gue tunggu di situ. Jangan berisik."
Panggilan kemudian berakhir. Arjuna mengangguk tanpa disuruh. Mereka lantas merangkak ke arah ventilasi yang sebelah kiri. Ia mempersilahkan Xuhao di depan, sementara ia ikut di belakang.
Tak sadar, ia menabrak bokong Xuhao.
"Aduh, nggak usah aneh-aneh dong!" gerutunya marah.
Juna mengernyit. "Astaga, cuma ketabrak, nggak yang lain..."
Anak itu memutar bola matanya, kemudian lanjut merangkak, sedikit lebih cepat.
Kenapa dia jadi sensi?
Guru ini menghela nafasnya kemudian menjaga jarak supaya tak ketabrak lagi.
Suara udara yang berisik mengisi keheningan di antara keduanya. Cahaya timbul tenggelam setiap mereka melewati pintu ventilasi menuju ruangan lain. Juna harus super hati-hati. Karena tadi dia sempat tak sengaja memukul dinding lorong dan membuat orang-orang yang ada di ruangan menoleh langsung ke ventilasi. Tak lama, mereka sampai di jalan buntu. Xuhao bergerak ke ujung, lalu duduk menyila, mengintip apakah mereka sampai di dapur yang dimaksud.
Hao menatap Jun, bertanya apa mereka mau turun sekarang. Pemuda ini melongokkan kepala, menyadari bahwa tak ada siapapun di dapur itu. Arjuna membuka tutup ventilasi perlahan, menimbulkan bunyi besi berdenting sebentar, kemudian berhasil terbuka. Arjuna turun duluan, bertumpu pada kulkas besi. Matanya melirik kesana kemari, sungguhan tak ada orang ataupun zombie.
Ia mendongak untuk melambai ke Xuhao. Anak itu menurunkan kakinya dan Arjuna segera meraih pinggangnya. Ia menutup ventilasi dengan benar dan diam di atas kulkas selama 10 menit penuh. Menyadari bahwa semua aman, Arjuna turun lewat buffet dan sampai di lantai.
"Sekarang kemana?" bisiknya pelan, tangannya memegangi Xuhao yang berusaha turun dari kulkas.
"Katanya mau dijemput di sini-"
KLANGG!!
Arjuna menoleh ke sumber suara dengan cepat. Seseorang datang. Apakah itu Surya? Tapi suara teriakan perempuan membuyarkan semuanya. Ia segera menarik tangan Xuhao dan berlari ke pintu kayu. Di dalam sana ternyata ruang kosong, dengan dinding batu lembab dan lantai semen. Bingung, ia bergerak asal dan memilih bersembunyi dalam loker besi. Tangannya bergetar, nafasnya memburu. Di dalam sangat pengab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn | Junhao[✔]
Fiksi Penggemar"Sudah cukup? Sudah selesai menggurui saya? Nah sekarang, giliran saya yang akan mengajari kamu." "L-lo mau apa bangsat?" "Yang pertama. Belajar diam." "Woi woi wOI--" Arjuna bukan ingin jadi guru. Tapi karena tuntutan kehidupan, maka ia harus punya...