Setengah Hati (Peraya)

39.9K 954 184
                                    

Krist Pov

Silau mentari yang menerobos celah jendela kamar memaksa mataku terbuka pagi ini. Kuraba sisi kananku. Kosong. Lalu mataku beralih pada jam di dinding kamar. 06.15, mungkin dia pergi jogging.

Aku memutuskan pergi ke dapur menyiapkan sarapan kami setelah membersihkan diri sejenak di toilet kamar.

Sederhana saja, hanya pancake dengan lelehan sirup maple serta secangkir kopi hitam untuknya dan secangkir teh chamomile untukku.

Hanya butuh tiga puluh menit untukku menyelesaikan pekerjaanku. Tinggal mengaduk teh dan membawanya ke meja makan. Belum selesai tehku teraduk sepasang lengan sudah memelukku dari belakang.

"Pagi sayang.." dia menyapaku setelah mencium pipiku dari belakang.

"Pagi P'.." jawabku sambil berbalik badan dan membawa tehku ke meja makan.

Kami duduk berhadapan dan mulai sibuk pada sajian di hadapan masing-masing.

"Kau nanti siang jadi mengantarku check up kan P'?" Aku bertanya di sela kunyahan kami.

"Maaf Krist sepertinya tidak bisa. Aku harus ke kantor." P'Singto, suamiku, menatapku dengan pandangan menyesal.

"Bukankah ini sabtu p'? Kenapa ke kantor?"

"Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku sesegera mungkin sebelum ambil cuti Krist. Kandunganmu sudah sembilan bulan, setelah kau melahirkan aku ingin ambil cuti untuk menemanimu merawat baby di hari-hari awalnya di dunia jadi ya seperti ini konsekuensinya." P'Sing menjelaskan.

Aku hanya bisa pasrah dan mengangguk. Ku hela nafasku sambil mengelus perut besarku. Seperti kata suamiku tadi, ini sudah bulannya aku melahirkan jadi jangan heran kalau perutku sudah mencapai ukuran maksimal Bahkan aku bisa merasakan posisinya mulai turun ke bawah.

"Nanti aku suruh God mengantarmu ya." sambung P'Sing lagi.

Aku menggeleng. "Tak perlu P', aku naik taksi saja. Lagipula God kan sekretarismu biar dia membantumu saja di kantor."

"Apa tidak apa-apa? Ini check up terakhir sebelum baby lahir kan?" Matanya sarat kekhawatiran.

"Iya tenang saja. Kau berangkat jem berapa?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku tak mau semakin kecewa.

"Jam delapan. Setelah ini aku akan mandi." Dia meminum kopinya lalu beranjak masuk ke kamar kami.

"Akan ku siapkan bajumu." Jawabku sebelum dia benar-benar masuk kamar yang dibalas senyum dan terimakasih darinya.



....



Jam menunjukkan pukul sebelas siang ketika aku keluar dari ruang dokter kandungan. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Baby sehat, semuanya juga baik. Hanya tadi dokter menawarkanku lagi untuk mengetahui jenis kelamin anak pertamaku ini yang sudah pasti akan ku tolak. Aku dan p'Sing ingin ini jadi kejutan saja saat nanti baby lahir

Langkah pelanku berakhir di sebuah halte dekat rumah sakit tempatku check up. Aku duduk di sana menunggu taxi.

Kakiku pegal sekali. Belum lagi punggung dan pinggangku. Rasanya aku sudah tak sanggup menahan berat badanku sendiri. Aku benar-benar seperti gajah. Hehe.

Sambil menunggu taxi aku memutuskan untuk menelfon P'Sing memberi tahu keadaan baby. Dia pasti senang mendengarnya.

Tiga kali percobaan hasilnya tetap nihil. Hanya suara operator yang menjawabku. Ah, mungkin dia sangat sibuk makanya sampai mematikan handphone-nya.

Di tengah keterdiamanku seorang pria duduk di sebelahku. Kulitnya putih, pipinya gembil, cantik.

"Permisi, boleh aku duduk di sini?" Si pria asing menyapaku. Aneh, bukannya dia sudah duduk, kenapa baru minta izin?

ONESHOT (Random Couple) (bxb)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang