13

2.9K 314 16
                                    

Anna mengangkat tangannya dan melambai dengan senyum ceria, seorang wanita yang tak lain adalah dyas pun menghampiri Anna.

"Mbaaa.." panggil Anna.

"Apa? Suka bener ya ini anak.. jam segini ngajakin bolos kerja"

Anna memberikan cengirannya.

"Ada apa sih?"

Anna menggeleng "aku lagi sakit jadi males kerja"

"Wah..?" Ucap Dyas kaget dan memeriksa kening Anna.

"Issh Apaan sih.."

"Kayaknya lu beneran sakit An.." ucap Dyas

Anna mengeryit bingung,

"Ya.. seorang Mauranna.. Bilang males
Kerja? Wah, kayaknya lu udah sebentar lagi deh" ucap Dyas. Yang entah mengapa membuat Anna tertawa geli. Dyas memang selalu tau cara menghibur Anna.

"Emang segitunya banget apa?"

"Eh.. lu demam tinggi aja masih Masuk ngajar ya. Baru kecelakaan bukannya ke RS malah tetep ngajar, Lagi di opname bisa keluar demi cari soal yang ilang, hari sabtu lu tetap milih masuk dan Sekarang lu bilang apa? Males kerja? Benar-benar udah sebentar lagi ini sih. Well apa permintaan terakhir lu?"

Anna semakin geli saja, ia mencebik namun tak marah.

"Hah... Gua ngga tau kalau orang ngeliat gua se workaholic itu.." ucap Anna dan menghela napasnya. Ia bersandar pada kursi dan menatap pada jendela luar.

"Hmm.. ada yang bilang ke gua selain Bekerja keras kita harus bekerja cerdas.." lanjut Anna dan tersenyum miris. Tangannya terulur menyentuh jendela.

"Gua ,tanpa kerja keras akan jadi apa? Kadang pengen ya , ngga perlu melakukan sesuatu yang banyak untuk mendapatkan yang kita mau.." ucap Anna

Ia menoleh pada Dyas, kemudian tersenyum. Anna tau Dyas bisa membaca pikirannya saat ini.

"Tapi bukannya mereka yang hidupnya mudah pasti memiliki keluhan lain, iya kan?" Tanya Anna

Anna sungguh tak bertanya untuk mendapat jawaban. Karna detik berikutnya ia kembali menatap kaca.

Anna menganggukan kepalanya, "iya kau benar.. Aku sok kuat...aku sok tegar...Nah sekarang aku harus apa ibu psikolog? Aku sudah mengakui kalau sebenarnya aku tidak mampu atau paling tidak aku tidak mau seperti ini"

"Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Anna dan menatap Dyas, lekat.

Dyas menyandarkan tubuhnya, ia melipat tangannya, dan menyilangkan kakinya.

"Apa rasanya di wisuda?" Tanya Anna pada Dyas

"Hancur, kalau gua tau itu hari terakhir gua lihat bokap gua, kalau gua tau hari itu akan ada kecealakaan. Gua milih buat ngga wisuda."

Anna terhenyak mendengar pernyataan Dyas. Tentu dyas tak akan berbohong dengannya. Selama setahun lebih ia mengenal dyas, Anna memang tak pernah bertanya penyebab meninggalnya ayah Dyas.

"Lu pernah tanya, gua punya kesempatan buat sekolah lagi tapi kenapa gua ngga sekolah lagi. Karna gua ngga mau. Gua merasa ngga layak jadi seorang psikolog, karna itu gua memilih untuk kerja di kantor. Gimana gua mau jadi psikolog kalau gua aja ngga bisa ngobatin diri gua sendiri. Setiap orang sudah di paketkan kebahagiaan dan sedihnya. Itu yang selalu gua coba bilang ke diri gua. Kadang itu bekerja, tetapi kadang gua juga mau nyerah. Terus kenapa kalau lu mau ngeluh? Bukan karna bisa jadi masalah orang lain lebih berat terus lu mengharamkan diri lu buat mengeluh, buat mengadu. Definisi kuat ngga kaya gitu an"

SIDES (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang