Di dalam kamarnya yang temaram Rey menatap kaku pada laptopnya yang menampilkan email untuk Anna yang sudah di tulis rey cukup banyak namun tak pernah Rey kirim. Begitupun saat ini Rey kembali menyimpannya dalam draft. Entah apa yang membuatnya tak mampu untuk mengirimkan pesan, sekedar bertanya kabar.
Ia takut jika saat ini Anna sudah membuka hati untuk pria lain dan ia kembali menghancurkan, namun ia juga takut kalau dengan bodohnya Anna masih menunggunya. Wanita lain mungkin akan meninggalkannya, lihat saja Trisha yang saat ini sudah nampak begitu tak kuat menghadapi nya. Namun Anna adalah wanita paling bodoh yang pernah di kenalnya. Wanita yang akan menunggunya apapun yang terjadi. Namun akankah Anna masih sama? Setelah badai paling menyakitkan yang menyerang Anna sekali lagi. Sialnya badai itu adalah dirinya.Ponsel Rey berdering singkat. Di liriknya ponsel itu ada pesan dari Trisha. Rey memijit kecil keningnya. Ia tau ia melukai Trisha dengan sengaja. Ia hanya lelah dengan banyak wanita yang dengan begitu bodohnya berjuang dan bertahan untuk pria sepertinya. Trisha terlampau baik untuknya, begitupun Anna. Orang ambisius sepertinya bukankah harusnya sendirian saja? Kedua orangtuanya sudah meninggalkannya. Ia pantas untuk mendapatkan itu bukan?
Kali ini ponsel Rey berdering lebih panjang, Trisha menelfonnya. Dengan berat hati Rey mengangkatnya.
Seperti biasanya hanya dalam satu tarikan nafas, Trisha sudah mengoceh banyak hal. Rey tidak marah, Rey tidak kesal. Hanya saja setiap hal yang Trisha lakukan bukan membuat dirinya lupa pada Anna. Justru sebaliknya. Celotehan Anna terngiang di kepalanya setiap kali Trisha melakukan hal yang sama.
Jika Anna begitu banyak di ingatannya, mengapa ia tak juga yakin bahwa Ia mencintai Anna?
.
.
.Berbeda dengan paris yang baru menunjukan pukul 2 pagi, di Jakarta jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Anna nampak sedang memakan sarapannya. Sendiri di sudut cafe. Dengan ear phone terpasang di telinganya. Tentu saja ia tak sedang mendengarkan musik. Ia sedang mendengarkan berita terbaru.
Tak jauh dari Anna, nampak seorang pria muda yang berdiri mencari kursi kosong. Ia masih menggunakan kaos oblong dan trening layaknya orang yang baru bangun tidur tak lupa headphone yang menempel di kepalanya. Setelah di rasa menemukan satu tempat ia pun berjalan kesana. Belum sempat ia duduk, ia melihat Anna di sudut ruangan, Sendiri.
Ia pun membatalkan niatnya untuk duduk di sana dan memilih menghampiri Anna. Tanpa izin Anna, ia langsung saja duduk disana.
Anna tentu saja terkejut dan melepaskan earphone nya.
"Bonjour.." sapa Nick tanpa wajah berdosa. Dan dengan satu lambaian tangan ia memanggil seorang pelayan dan memesan makanan.
Lagi-lagi Anna di buat terkejut dengan sikap Nick yang spontan.
"Aku juga tidak bisa sarapan nasi kalau pagi.." ucap Nick yang kini membuka Novel yang sudah ia baca sampai setengah.
"Apa kamu sudah akan bekerja? Sepagi ini? Ah.. beruntung sekali bos mu itu. Punya pegawai teladan seperti mu."
"Dan apa kamu tidak kerja?" Tanya Anna
Nick menggeleng "hari ini hari libur ku.. ah.. akhir nya aku bisa libur. Sepertinya pola libur karyawan harus di rubah. Bagaimana mungkin pegawai magang hanya dapat libur 3 kali dalam satu bulan. Sedangkan pegawai biasa punya 6 kali libur dalam sebulan tidak adil." Keluh Nick, ia menurunkan headphone nya dan menggantungkannya di leher.
"Harusnya kamu senang, artinya kamu bisa belajar lebih banyak" jawab Anna
Nick tertawa malas "oh come on.. libur sedikit kamu anggap belajar? "
Anna mengangguk mantap.
Nick ikut mengangguk dan bertepuk tangan "luar biasa.. contoh pegawai teladan. Pantas saja kamu sudah bisa jadi manager di usia mu yang masih muda"

KAMU SEDANG MEMBACA
SIDES (Lengkap)
RomansaPernahkah sekali saja, kau bertanya. Mengapa ia harus datang, lalu mengisi hati jika pada akhirnya kau tau ia tak di ciptakan untuk mu?