25

3.5K 352 64
                                    

Dengan berlari Trisha menghampiri Rey. Di tangannya tergenggam sebuah Amplop.

"Rey.. " panggil Trisha

Sang pemilik nama mu pun menoleh ke arah suara. Dan tanpa persiapan Trisha menumbuk tubuh Rey begitu saja. Untung lah Trisha memiliki tubuh yang langsing sehingga Rey tak limbung sedikit pun. Kedua tangan Trisha memeluk erat tubuh Rey.

"Rey.. selamat yaa..." Ucap Trisha.

Rey masih bergeming. Seperti biasanya ia tak menolak ataupun membalas.

"Selamat ya sayang.. Proyek mu di terima dan otomatis kamu resmi mendapatkan beasiswa s3 mu." Ucap Trisha dan melepas pelukannya

"Oh..ya..papah maksud ku prof Edward mengundang kamu untuk mengisi sebuah seminar Nasional terbuka. Ini berkaitan langsung untuk pendanaan proyek mu.. papah..profesor Edward bilang akan banyak investor yang datang di seminar nanti.." ucap Trisha penuh antusias.
Trisha menyodorkan sebuah undangan pada Rey.

Masih tetap bergeming, Rey kembali, kembali, dan kembali teringat tentang Anna. Hatinya kini menjadi lebih sakit. Mengapa belakangan ini ia sering seperti ini. Merasakan sakit di hatinya hanya karna mengingat Anna.

Wajah Trisha mendadak tak terlihat bagi Rey. Karna yang nampak untuk Rey saat ini adalah Anna. Anna yang sedang melompat-lompat gembira, memeluk dirinya karna Anna tau dirinya mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri.  Masih sangat jelas di bayangan Rey, betapa wajah wanita itu terlihat sangat amat bahagia, disaat ia sendiri tau bahwa Anna tidak di terima di perguruan tinggi negeri manapun.

"Rey.." panggil Trisha yang saat ini terlihat di mata Rey adalah Anna.

Suara nyaring Anna, gelak tawa Anna, lengkung senyum Anna. Benar-benar nampak nyata di hadapannya. Dan itu membuat hatinya terasa tertusuk oleh sesuatu.

"Ah." Lenguh Rey tiba-tiba. Ia memegangi dadanya. Jantungnya berdegup dengan sangat amat cepat. Membuat tubuh Rey terasa limbung.

"Rey.. kamu ngga papa kan? Rey?" Ucap Trisha panik saat Rey terjatuh dan terduduk di lantai seraya memegangi dadanya. Belum lagi pandangan Rey yang kosong.

"Rey.. Rey jawab aku.." ucap Trisha dan menangkup pipi Rey.

Rey menatap lekat wajah Trisha. Benar, wanita itu adalah Trisha. Bukan Anna, lalu mengapa yang tadi ia lihat adalah Anna.  Bagaimana bisa ia benar-benar melihat Anna dengan sangat nyata, mendengar suara Anna dengan sangay jelas di saat Anna tak ada di sana. 

"Rey kamu ngga papa?"

Rey mengangguk.. ia berusaha berdiri dengan di bantu Trisha.

"Kamu kenapa sih?"

"Ngga papa.. aku cuma sedikit pusing. " Ucap Rey

Rey mengambil undangan di tangan Trisha. "Aku terima undangannya. Sampaikan terimakasih ku pada profesor."

"Kamu ngga papa kan?"

Rey mengangguk "aku mau pulang dan istirahat." Lanjut Rey dan mengambil tasnya. Trisha menahan tangan Rey 

"Aku antar.."

"Tidak perlu"

"Aku mau ikut ."

"Jangan.."

"Pokoknya aku.."

"Tidak, trisha. Aku ingin sendiri. Aku sedan memikirkannya dan tentu aku tidak bisa melihat mu jika ingin menenangkan dirimu. Bahkan saat ini yang aku lihat bukan kamu tapi dia.. " ucap Rey dengan nada meningginya.

Tangan Trisha terlepas perlahan dari lengan Rey. Hatinya hancur? Tentu saja. Wanita mana yang hatinya tidak hancur jika kekasihnya secara terang-terangan mengatakan memikirkan wanita lain. Dan dia? Dia sungguh tidak bisa menangis apalagi marah karna ia sendiri yang meminta Rey melakukan ini.

SIDES (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang