34. Keputusan

1.5K 108 51
                                    

Happy reading

Pagi selanjutnya kembali datang. Di lorong koridor rumah sakit terlihat empat remaja laki-laki berseragam sekolah berjalan dengan tenang. Seperti jadwal rutin mereka setiap pagi akan menjenguk pasien di salah satu ruangan di rumah sakit itu sebelum berangkat sekolah.

Sampai di depan pintu sebuah ruangan, tanpa mengetuk mereka langsung masuk seperti biasa. Ruangan senyap menyambut mereka, sepertinya ibu Fia belum datang. Hanya empat pasien perempuan yang menghuni bangsal di ruangan itu terlihat, masih setia menutup mata.

Diki berjalan ke arah meja nakas di samping ranjang dan kembali mengganti bunga di vas yang mulai layu.

"Pagi, Nden. Kali ini bunganya gue ganti jadi lili putih," sapa Diki seperti pagi biasa mengajak Nenden mengobrol.

"Pagi-pagi jangan kumat dulu, Ki." Afka mencibir geli. Menyahut dari dekat ranjang Fia.

"Siapa tau dia nyaut," balas Diki berkerut alis.

"Lo liat dia masih nutup mata kan, ya gak bakal dijawab lah."

"Apa salahnya nyoba-"

Klek.

Pintu ruang rawat terbuka menghentikan adu mulut dua remaja itu, ibu Fia masuk dengan langkah tenang.

"Pagi Tante," sapa Afka ramah dengan senyum manis.

"Pagi," balas ibu Fia tak kalah ramah sambil meletakkan tas tangannya ke sofa.

"Pagi-pagi udah di sini aja, udah sarapan?" Tanya ibu Fia lagi.

Mengulurkan tangan saat keempat remaja itu mendekatinya dan mencium tangan. Bukan tanpa alasan bertanya begitu, pasalnya ini memang masih sangat pagi untuk berangkat sekolah, bahkan suasana di luar masih terlalu subuh untuk beraktifitas.

"Udah kok, Nte," angguk Vino dan Afka, dua lainnya tetap kalem.

"Kalian mau seko-"

Pip pip piiippp

Suara asing itu menghentikan kalimat ibu Fia dan mengalihkan perhatian lima orang di ruangan itu ke sumber suara. Nero membelalak saat alat pendeteksi detak jantung Mina bergerak cepat lalu melambat.

"Astaga, kenapa?" Tanya panik ibu Fia langsung mendekati ranjang gadis itu.

Pip piiippp

Pip piiiiiiiippppp

"Dokter, panggil Dokter!" Nero memerintah dengan tangan menekan tombol darurat memanggil dokter.

"Min. Mina, kamu kenapa? Minaa." Ibu Fia memanggil-manggil cemas sambil menyentuh bahu gadis itu.

Dan seperti ada ikatan tak kasat mata. Di ranjang Fia, gadis itu mengejang dan monitor pendeteksi jantung ikut bergerak tak stabil. Afka bergerak cepat menuju pintu berteriak memanggil Dokter sementara tombol darurat terus ditekan.

"Dokteer!! Dokterr!!" Ibu Fia beralih ke ranjang sang anak dengan rasa panik bertambah besar.

"KE MANA DOKTER SIH, KA!! DOKTER!!" Nero berteriak emosi karna dokter yang diharapkan tidak kunjung muncul.

"INI JUGA GUE MANGGIL DARI TADI!!" Nalas Afka berseru panik juga dari luar pintu.

"Hhggkkk!!"

Berurutan. Di ranjang Nenden, gadis itu megap-megap seperti kehabisan oksigen padahal masker masih tertempel di mulut dan hidungnya. Dada dan bahunya berguncang, serta darah tersedot naik ke infus yang berfungsi tidak semestinya.

Troublemaker Girl { Tamat }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang