29

416 35 7
                                    

"Apa?"

"Kapan lo balik ke sini?" Tanya si penelfon dengan suara yang sangat bersemangat.

"Bulan depan." Jawab seseorang disebrang sana dengan santai, namun Devan mengerutkan alisnya.

"Kenapa lama banget, gue pengen minggu ini lo balik." Ucapnya dengan sangat egis, entahlah mungkin Devan melupakan apa yang sudah ia perbuat, tidak hanya sekarang bahkan dulu. Tiga tahun yang lalu.

"Gue punya banyak urusan, keinginan lo bukan urusan gue." Devan mendengar jawaban dari sana dengan sangat tegas, iya.

Dia masih menjadi cowok yang tegas, tapi akan tergoyang pendiriannya. Dan Devan punya kelemahannya.

"Satu rahasia besar tentang Aldi yang gue punya, lo gak pengen tahu?"

Jika bagi teman Devan menjadi orang yang tidak bisa dibantah, maka lawan Devan hanya dia.

Dia yang sedang berbicara dengan Devan melalui telefon, entah apa yang merasukinya yang membuat Devan selalu talak mati dan harus berusaha berbicara selembut mungkin.

"Gue lebih percaya sama Aldi, daripada mulut busuk lo."

"Lo gak akan percaya kalo gue gak ngomong langsung?"

"Gue gak tertarik sama permainan lo, dan gue sama sekali enggak akan terpengaruh sama bacot lo!"

Devan terdiam, benar. Siapa yang akan menjadikan dirinya cumah cumah menjadi permaian seseorang, apalagi dia adalah sahabat lamanya sendiri.

"Lo lupa siapa yang berkhainat dulu diantara kita?" Tanya Devan yang membuat lawan bicaranya diam sesaat, namun kembali ada jawaban yang membuat Devan termenung kembali.

"Enggak, dan gue juga gak lupa siapa yang main dibelakang si pengkhianat."

"Seberapa bencinya si lo sama gue?" Tanya Devan yang terlihat sangat pasrah, sesulit inikah berbicara dengan sahabatnya?

Bahkan bukan terlihat seperti sahabat, namun musuh keparat. Iya kan?

"99%, karna cuma 1% gue percaya sama lo semenjak itu."

Devan tertawa, dia kembali mengingat kejadian yang sudah lama sekali terjadi.

Diantara terjadinya cinta segitiga antara Aldi, Sana, dan Arga. Bukan Devan jika tidak melakukan kelicikannya lagi, sama halnya Aldi, Salsha, Sadewa.

Devan menginginkan Sana, menginginkan kehormatannya. Dan siapa tahu jika hal itu benar benar terjadi, membuat kedua cowok seusianya menjadi gila dan depresi.

Kelas dua Sekolah Menengah Pertama mengenal seperti itu? Mungkin hanya Devan. Karna hal itu, semua menjadi rusak dan membuat ketiga, eh ralat.

Dua, karna sebenarnya Devan sudah mengonsumi barang haram sejak kelas enam Sekolah Dasar karna diajari papa nya.

Kedepresian Aldi melibatkannya mengonsumsi Mariyuana hisap dan merusak hampir sebelah paru parunya, dan yang sedang berbicara dengan Devan?

Biarkan dia sendiri yang menceritakan tentang dirinya

"Sekecewa itu?" Tanya Devan merasa ingin tahu, dan itu terdengar sangat konyol.

"Iya, dan perlu gue ingatkan. Lo nelfon gue tanpa tujuan, dan bilang agar gue balik minggu ini? Gue gak peduli."

"Lo masih sakit hati karna kepergian Sana?" Pertanyaan itu kembali membuat suasana menghening.

Tidak ada jawaban, Devan masih menajamkan telinganya sebelum mendapat sambungan telefon terputus.

CDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang