33

489 30 9
                                    


Kembali pada awal permasalahan, tiga tahun sebelumnya...

"Bersikaplah seperti anak yang terdidik dari orang tua yang terdidik." Wiga memutar bola matanya malas.

Bagaimana bisa dirinya diperintahkan untuk menjadi anak terdidik jika ayahnya saja tidak bisa mempertahankan keluarganya.

Jangan keluarganya, dirinya sendiri saja berantakan bagaimana bisa mengatur hidup orang lain.

Jika saja nafsunya sendiri bisa dikontrol olehnya tidak mungkin ada Sadewa dan mama barunya.

Jadi apa? Wiga harus memanggil ayahnya dengan sebutan 'Ayah' atau 'Bajingan' ?

"Berhenti memberi saya orang suruhan untuk membuntutiku disekolah dan yang lainya!" Ujar Wiga melemparkan protes dengan sangat kesal.

Bukan sangat risih, dirinya memang sedikit saja risih. Tapi yang lebih risih justru orang yang disekitarnya.

Banyak sekali yang menjauhinya karna lima orang berbaju hitam mengikutinya kemanapun dia pergi.

Ke kamar mandi sekolah pun, dengan alasan 'Ini tugas dari tuan, dan saya kira kita sama sama 'memiliki' jadi saya akan selalu ikut.'

Dasar gila!

"Permintaan ditolak!" Ucap ayahnya yang menjentikan jari tengah dengan telunjuknya dengan nada angkuh.

"Menjengkelkan, kau itu orang tua atau polisi!"

"Apa yang kamu katakan, kamu anakku. Aku yang membuatnya." Jawab santai dengan terkikik sebentar, sedikit menelusuri saat dulu Wigara dibuat.

Sangat gila memang pria yang mempunyai fua anak dari dua istri, ini nyata.

"Dan saya tegaskan lagi, kau memperlakukanku seperti narapidana!" Pria yang sedang duduk dikursi kerja dirumahnga kembali menghela nafasmya kasar.

Lagi?

Bertengkar lagi, hhhh. Melelahkan.

"Berhentilah, jika kamu semakin keras menolak semua yang ayah berikan itu akan semakin membuatmu merasa tidak nyaman."

"Saya keras juga karna didikan kau sendiri, bukankah kau menginginkan anak seperti ini? Pembangkang, seenaknya dan tidak suka diatur." Pria yang menyebut dirinya ayah melepas kacamata miliknya dengan perlahan.

"Disana tempat pintunya, walaupun setiap hari kamu melontarkan protes ayah akan tetap memperlakukan itu padamu. Permintaan ayah hanya kamu mengakui kakak dan mamamu, ayah akan mengembalikam masa bebasmu." Ucapnya tegas, dengan menunjuk arah pintu.

"Hukumanku saja seperti pengedar narkoba, bagaimana bisa yang katanya seorang ayah memperlakukan anaknya seperti ini, memaksa anaknya menerima perbuatan dosa ayahnya? Perlakukan mana yang bodoh, kau yang berhasil berselingkuh mempunyai anak haram, dan aku yang kehilangan bunda. Begitu?" Tanya Wiga dengan mata kosongnya, dia menatap datar pada ayahnya dengan tatapan sulit diartikan.

"Kejadiannya sudah lama, dan cobalah melupakanya. Hiduplah seperti biasa, dan ayah mengakui kesalahan ayah. Harus berapa kali ayah meminta maaf dan perdamaian darimu?" Wiga tersenyum sinis, bibirnya menjadi smirk yang mengerikan.

"Setidaknya kau mudah melupakanya, kau hanya kerja setelah menanam benih yang sekarang sudah menjadi anak yang bisa mengucapkan fakta sesungguhnya, dia sedang berdiri didepanmu dan kau hidup diluar negeri dengan selingkuhanmu. Selama hidupku, aku hanya hidup dengan bundaku. Dan peran ayah didalam hidupku hanya sebagai penopang hidup melalui uang? Iya kan? JAWAB IYA. Karna selama saya bersekolah kau tidak pernah ke sekolahku!"

"Urus saja anak dan selingkuhanmu! Buang rasa bersalahmu mengenaiku, buang rasa cinta dan pembiayaan hidup terhadapku!" Teriak Wiga dengan wajah memerah, marahnya hampir sepenuhnya.

CDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang