37

259 23 5
                                    


Hembusan angin mengajarkan kita agar bisa membalas siapa saja yang menyakiti kita, seperti halnya nyamuk yang diam diam mencuri darah dan kabur.

Lain halnya manusia yang bisa membalaskan kejahatan dengan hal kecil tanpa dikira dan membuat orang yang mengejeknya justru merasa bangga memiliki kita. Hnn?

•••

"Aws." Rintih Aldi yang baru saja menggerakan tubuhnya sedikit merasa kebas dan linu secara bersamaan.

"Sayang, bunda bilang juga apa. Jangan banyak gerak dulu." Tegur wanita paruh baya itu dengan berjalan cepat menuju tempat anaknya membuat masalah.

"Bunda, Aldi itu gak papa. Cowok masa lemah, masalah kaya gini udah biasa. Gak perlu rawat inap." Omel Aldi yang benar benar membuat bundanya gemas.

"Kamu tadi denger kan? Lukanya parah, harus nunggu jahitannya kering, baru boleh pulang. Cowok kuat juga harus punya istirahat, tubuh kamu juga perlu energi." Balas bunda mengomeli Aldi.

Anaknya hanya cemberut menyebalkan, dia meringis kembali saat akan mengambil posisi duduknya kembali yang langsung ditampel oleh bundanya.

"BUNDA BILANG DIEM!" Satu bentakan itu mampu membuat Aldi melenguh, dia merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya sebentar.

"Bunda ngomel ngomel mulu, gak jelas!" Aldi membentukan bibirnya jelek, dia melirikkan matanya malas.

"Gak jelas gimana, pulang sekolah langsung aja pingsan, belum lagi kamu ada luka gitu. Kamu masih trauma liat darah?" Tanya bunda dengan bertubi tubi, dia masih saja mengelus lembut puncak kepala anaknya denhan sayang.

"Gak!"

"Halah, gak mungkin. Liat darah satu tetes aja langsung pingsan." Timpal konyol bundanya yang membuat Aldi meringis.

"Enggak ya, Aldi trauma kalo darahnya sampe netes, kalo gak netes gak pingsan." Ujar Aldi lagi yang mendapat timpalan pedas dari ibu yang melahirkannya.

"Katanya cowok kuat, liat darah netes netes di lantai aja pingsan. Cemen." Ejeknya lagi dengan menurunkan ibu jarinya menggoda anaknya.

Aldi berdecit, dia membuang wajahnya kesal.

"Bunda masih inget ya, pas kamu mimisan kelas empat SD." Sambung bunda yang langsung membuat Aldi sedikit marah.

"Bunda ma, rese!" Keluh Aldi dengan malu, kenapa kejadian yang sudah sangat lama masih saja diingat oleh orang tuanya.

Toh, semua manusia punya kelemahan. Jika ayahnya takut pada jarum, jangan salahkan Aldi takut pada darah yang berceceran. Manusia kan bersifat normal, ada kalanya dia memang memiliki sisi tegas dan lembeknya sebagai mahluk hidup yang besar dan tumbuh berdampingan.

"Mau makan apa kamu hari ini?" Tanya bunda yang mengakhiri leluconnya, dia mencium kening Aldi pelan dan kembali mengambil tas didalam laci rumah sakit.

"Syukur bunda ngertiin Aldi kalo Aldi gak bisa makan bubur rumah sakit." Ucap syukur sebagai panjatan doa yang membuatnya merasa hatinya merasa menghangat.

"Mau chiken boleh gak bund, yang pedes level 15." Satu pukulan keras mendarat pada kepala Aldi dengan cepat.

"Lagi sakit, berani makan yang pedes pedes!" Gertak bunda yang dibalas ringisan oleh Aldi.

Jangan salahkan jiwa bar bar Aldi, jika semua itu mendarah daging pada bundanya.

Dengan wajah rupawan dan awet muda, jangan salah jika wanita didepannya itu bukan hanya ibu rumah tangga.

Tapi dia juara tiga nasional atlet taekwondo, jangan harap Aldi bisa cepat sembuh jika berhasil melawan bundanya.

Wajah wajah menipu memang, dan sayangnya ayah juga berhasil dikelabuhi melalui wajah dan mimik mukanya yang kelewatan galak.

CDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang