51

155 21 2
                                    

Ayo berkenalan, dengan begitu lo akan kenal gue dan lebih bisa dekat.

"Menjauh dari gue!"


"Sayang."

Wiga yang baru saja dipanggil oleh mama nya hanya bisa membalikan tubuhnya menatap wanita parubaya itu dengan sedikit senyum.

"Apa tidak papa?" Tanya wanita itu lagi untuk kesekian kalinya, Wiga hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban jika semuanya baik baik saja.

"Gara ikut aja." Jawabnya sekenanya, lalu tangannya kembali mengambil pulpen yang baru saja Wiga tinggalkan.

"Maaf belum bisa memberikan yang terbaik, nak. Mama juga gak tahu kenapa harus pulang ke Indonesia lagi." Wiga hanya menganggukan kepalanya lagi dan tidak ingin membahas lebih.

"Mungkin emang udah takdir." Mama Sadewa memeluk anak sambungnya dengan sedikit merasa tidak nyaman.

"Mama, kapan kita harus pindah lagi?" Tanya Wiga sekian lama tidak membalas ucapan mamanya.

"Dalam waktu dekat, ayah kamu egois. Dia selalu mengatakan hal mutlak yang gak bisa mama koreksi, dan semua yang ayah kamu minta gak bisa mama bantah." Wiga menganggukan kepalanya.

"Ke rumah utama, lagi?" Mama hanya menjawab dengan anggukam kepalanya, berjalan menjauh dari Wiga dan mendekatkan pada lemari pakaian anak bungsunya.

"Mama tadi baru aja beresin baju Sadewa, siapa tahu ayah kamu jemput tiba tiba. Mau mama bantu?" Dengan gerakan cepat Wiga berdiri dan sedikit membuat langkah mamanya menundur karena terkejut.

"Kenapa?"

"Gak perlu kok, Gara bisa lakuin semuanya sendiri. Mama gak usah bantu, Gara bisa sendiri." Jawab Wiga dengan sangat cepat sampai membuat mamanya sedikit kikuk.

"Yakin, sendiri?" Wiga menganggukan kepalanya cepat, lalu membuat langkah cepat dengan mengambil koper besar miliknya.

"Kalo susah bilang sama mama, mama mau ke dapur dulu." Wiga langsung menganggukan kepalanya cepat, dan buru buru juga menutup pintu kamarnya saat mama sambungnya keluar dari tempat privasinya.

Suara samar menghembuskan nafas terdengar begitu jelas dari Wiga yang masih memilah milih barang apa saja yang akan dibawanya atau setidaknya ditinggal.

Rumah di Singapura memang sudah dihak miliknya, dan dengan begitu Wiga tidak perlu mengemas barangnya terlalu banyak.

Entah mendapat firasat darimana, Wiga sepertinya akan kembali pada rumah ini lagi.

Mungkin saja dengan acara kaburnya atau hanya sekedar ingin berlibur.

"Kita pindah?" Tanya Dewa yang tiba tiba masuk kamar Wiga dengan begitu santai.

"Hm."

"Kenapa lo gak nolak? Udah sejauh ini, dan tiba tiba pindah?" Wiga berdecit kesal, lalu melempar bajunya pada wajah kakaknya.

"Urus tuh, ayah lo!" Dewa terkekeh karena lemparan dan umpatan lucu adiknya.

"Gue kira kita gak akan balik lagi ke Indonesia." Wiga mengangguk setuju, berhenti mengemasi barangnya lalu menidurkan tubuhnya pada ranjang tidurnya.

"Gue rasa dengan gue pulang ke sana gue bisa cepet move on dari Nita." Dewa langsung menatap adiknya yang tiba tiba membahas mantan pacarnya, karena saat Sadewa berusaha mengorek perasaan adiknya dilain hari, Wiga selalu marah.

Sadewa menghela nafasnya pasrah, jika Gara menginginkan pulang Dewa dan mama nya pasti akan ikut.

Tapi yang ada dalam fikiran Dewa bukan Gara yang berhasil move on.

CDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang