47 [DEWASA AREA19+]

401 25 9
                                    


Aku kasar, aku emosional, aku selalu sesuka hati, aku selalu mengaturmu, aku selalu mendominasi gerakmu, aku selalu ragu atas perasaanku, aku selalu curiga dan aku tidak mudah percaya.

Maaf, aku juga manusia. Manusia selalu kurang puas, dan aku selalu merasa masih kurang mengekangmu. Salahkan dirimu yang membuatku haus untuk marah. Semua masalah ada didirimu. Karena kamu terlalu sempurna dan mau menerimaku, yang brengsek ini.



Baca aja, gak papa kok. Baca aja jangan respon, jangan meninggalkan jejak. Gue tahu kalian malu baca cerita gue yang terlalu rumit, dan gak suka ninggalin jejak dicerita gue yang gak layak untuk kalian kasih vote.

Gak mau maki maki, gue selalu nurutin apa yang kalian mau. Gue selalu omongin baik baik soal cerita ini ke kalian.

Salahin kalian sendiri kalo gue bener bener harus unup cerita ini tanpa gue UP ulang, mungkin gue terlalu kecewa.

Gak papa, baca aja sekarang. Tapi jangan harap abis END cerita ini bisa kalian baca oke?

Jangan takut, gue gak ngegretak kalian, gue cuma bilang. Kalo kalian sesuka kalian, gue lebih bisa sesuka gue. Ini tulisan gue, kalian cuma baca.

Kan?


.
.
.
.
.
.

"DEVAN!"

Anak yang sudah mulai beranjak dewasa itu memutar bola matanya malas.

"Kenapa si." Keluhnya dengan kesal, dia benar benar malas dengan dady nya saat ini.

"Udah dady bilang, kalo dari awal kamu gak mau sekolah, ya bilang sama dady. Biar dady sekalian gak sekolahin kamu, biar jadi bajingan selamanya!" Devan menatap nyalang dadya, tersenyum miring dan memperlihatkan ponselnya.

"Apa? Bajingan?" Devan tertawa begitu lama, tidak itu hanya untuk mengejek.

Devan sangat suka.

"Devan udah jadi bajingan dari awal, pernah masuk penjara, jadi tahanan dua tahun lamanya, pernah hampir perkosa, sering ketauhan dan udah sering keluar club untuk bersenang senang."

"Bagian mana lagi, Devan kurang bajingan. Ini juga karena dady, Devan miskin juga karena dady, kalo dady lupa."

"Jangan pura pura suci, dad." Devan menepuk kedua dada kanan kiri dadynya, seperti membersihkan debu.

"Dulu kita orang kaya, wajar Devan gak bisa hidup miskin." David membuang nafasnya kasar, salah lelah sebenarnya.

Dalam sehari, harus bekerja 12 jam. Dan menyiapkan segalanya, untuk Devan.

Belum, urusan rumah dan apapun yang Devan inginkan dia harus penuhi.

Dengan, semuanya yang hanya pas pasan. Lebih pun sedikit sekali, dan Devan selalu mengeluh kurang.

"Dady udah bilang sama kamu, sekarang dan dulu itu beda. Dulu kita kaya, tapi sekarang miskin. Bisa aja sekarang kita hidup, bisa aja besok kita mati."

"Tuhan gak akan kasih kesempatan kedua untuk kita menjadi orang yang berdosa, jadi dady minta berubahlah menjadi lebih baik Devan. Dady juga kesulitan, tapi itu untuk kehidupan kita berdua yang lebih baik."

"Dady selalu memaksakan semuanya, bukan berarti dady gak berusaha. Ayo, berjuang bersama sama." Devan tertawa mengejek, apa kata dadynya?

Berjuang bersama?

CDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang