Bab 4 : Chapter 2 - Atau Aku akan Menyuruh Hellen

1.4K 130 1
                                    

“Di sini… Di sini…” Helllen melambaikan tangannya ketika melihatku yang berlari mencari-carinya.
“Maaf, aku sedikit tersesat, aku baru pertama kali ke tempat seperti ini.”
“Tidak apa-apa, aku juga baru sampai kok.”

Saat ini aku dan Hellen berdiri di antara keramaian di depan gedung bioskop. Di sekitarnya juga terdapat beberapa gedung besar dan ada tempat seperti pusat perbelajaan yang terdiri beberapa ruko yang menjual peralatan elektronik dan berbagai kebutuhan lainnya seperti sebuah pasar bisa di bilang dan di dekat gedung ini ada sebuah gedung stasiun televisi N, salah satu stasiun nasional. Jadi wajar bila banyak orang yang berlalu lalang di tempat ini dan seharusnya keberadaan kami berdua tidak terlalu mencolok. Hal itu membuatku sedikit lebih tenang dari kemungkinan yang sangat kecil bahwa apa yang kami lakukan dapat diketahui oleh Velia atau yang lainnya.

Aku memandang poster film yang akan kami nonton saat ini setelah membeli tiket di kasir, masih ada 15 menit sebelum film dimulai.

“Tidak ku sangka ‘Ava 4.44’ benar-benar sudah tayang, selama ini aku membaca rumornya di internet kalau pembuatnya sudah enggan meneruskannya.”
“Iya, kau benar, seperti penantian yang tidak akan pernah berakhir akhirnya mendapat sebuah keajaiban.” Hellen menambahi.
“Bagaimana kalau kita beli popcorn dulu? Kali ini aku traktir.”
“Hahaha… kalau begitu aku yang traktir minumannya ya.”
“Kalau begitu sama saja bohong dong, hahahaha… kau ini.”

Kami pun bergegas membeli dua popcorn ukuran M dan dua gelas soda yang juga berukuran M. Di saat yang bersamaan saat kami mendapat pesanan kami, pemberitahuan pintu teater yang sudah dapat dimasuki pun terdengar, kami langsung memasuki ruangan yang gelap dan dingin itu, menuju tempat dimana kami duduk dan menikmati kenyamanan kami sambil melihat iklan-iklan yang sedang di tampilkan di layar besar di hadapan kami.

Hari itu sangat menyenangkan, setelah menonton film kami pun menyempatkan diri makan siang dan mengobrol banyak tentang apa yang terjadi di film, tentang apa yang kami bingungkan dari alur cerita sampai bagaimana ending yang mengejutkan menghempaskan pikiran semua penonton yang ada di dalam sana. Semua berjalan dengan baik, sangat menyenangkan tapi terlalu baik sampai aku tidak dapat memikirkan efek dari semuanya itu.

***

Terhitung sudah satu bulan sejak aku mulai berteman dengan Hellen dan kami baru saja menonton film bersama kemarin lusa. Aku datang ke sekolah seperti biasanya. Hari itu cuacanya mendung. Langitnya cukup gelap dan suram, hawa dingin merasuki tulang-tulangku yang tidak berpikir untuk menggunakan jaket di perjalanan ke sekolah. Paling tidak di dalam ruangan tidak sedingin di luar. Hari yang dingin membuat suasana kelas juga menjadi tenang dan kalem, mungkin perasaanku saja, tapi seperti ada kehebohan yang hilang pagi itu sampai akhirnya bel mulai pelajaran berbunyi.

Pelajaran pertama adalah matematika, cuaca mendung yang tidak kunjung hujan ditambah mata pelajaran sulit pagi harinya membuatku mengerutkan dahi. Pelajaran apa ini sebenarnya, di saat yang sama aku menyadari hal yang ku lupakan untuk sesaat.

Hari ini Velia tidak mencoret dahiku?

Reaksi terasa sedikit mencolok saat menyadari hal itu, aku meraba-raba dahiku tapi tidak ada yang dapat diketahui dari sana, aku tidak punya cermin untuk memastikannya, memang hari ini dingin dan membuat siapa saja lebih mengantuk dari biasanya, tapi tidak mungkin membuatku lupa bila memang aku sudah dicoret hari ini. Sesekali aku mengintip ke arah bangku belakang tempat Velia dan teman-temannya duduk. Sikap mereka biasa saja, tidak seperti melupakan sesuatu yang penting. Sepanjang pelajaran aku kehilangan fokusku karena masalah ini, apa yang sebenarnya terjadi? Aku mencubit lenganku berharap terbangun dari mimpi ini, tapi tidak ada yang berubah, malah menjadikanku perhatian guru karena tidak memerhatikan pelajaran dengan benar.

Aku menganggap semua ini bukanlah pertanda baik, keanehan dan kejanggalan hari ini menggangguku. Apa ini artinya aku memang sudah terbiasa dicoret di dahi? Siapa yang peduli. Perasaan kacau ini menumpuk dan akhirnya berhasil dipecahkan saat Velia dan teman-temannya mendatangi mejaku jam istirahat pertama. Sesaat aku menatap wajah Hellen dan sepertinya ia juga mengeluarkan ekspresi bingung sama seperti yang aku rasakan.

Velia tidak banyak berbicara selain memerintahkan teman-temannya. “Bawa idiot satu ini ke atap, ada yang harus kita luruskan di sini.”
Aku tidak melawan, selain karena ada Hellen, aku juga penasaran apa yang sebenarnya terjadi di sini. Di atas atap yang sudah cukup sering ku kunjungi, atap di mana Hellen menjadi temanku sampai hari ini, awan mendung masih belum menurunkan hujan sejak pagi, hanya beberapa guntur kecil seakan Zeus sedang sakit batuk berdahak.

“Apa yang kalian inginkan dariku?” tanyaku setelah kedua Vania dan Sarah melepaskan tanganku.
“Diam dulu, idiot.” Velia menendang perutku hingga aku mundur beberapa langkah. 
“Sialan…” aku berlari ke arah Velia untuk membalasnya, tapi perkataan Velia menghentikanku sebelum aku sempat melakukan apa-apa.
“Berhenti, atau aku akan menyuruh Hellen menghajarmu sekarang.”
“….”

Karena perkataannya itu gerakanku secara reflek terhenti, tapi di saat yang sama aku baru saja menyadari kesalahan terbesar dari tindakanku barusan.

“Wahh, ternyata memang benar ada sesuatu di antara mereka kan.” celetuk Vania.
“Tapi ini belum bisa membuktikan apa-apa, mungkin saja si idiot ini memang takut dengan Hellen. Lebih baik kita tanyakan langsung pada mereka, bukan begitu Velia?”
“Ya, kau benar Sarah.”
“Apa yang kalian bicarakan?” aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Sepertinya hubunganku dengan Hellen sudah diketahui Velia dan yang lainnya.

Idiot Aria [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang