“Sepertinya belakangan ini mereka terlihat akrab ya? Atau perasaanku saja?” tanya Velia kepada Sarah dan Vania sambil mengambil kentang gorengnya dan mengoleskannya ke saus. Ada sedikit perasaan yang mengganjal di hatinya yang membuatnya tidak begitu tenang menyantap makanan yang baru saja diantar oleh pelayan ke mejanya. Cafe yang tenang dan dingin serta alunan musik jazz lembut tidak membuatnya nyaman dan kedua temannya pun menyadari hal itu.
“Maksudmu?” tanya Sarah. Dia tahu yang Velia maksud adalah Aria, hanya untuk memastikannya saja.
“Si idiot, dan anak pindahan itu.” gerutu Velia.
“Memangnya ada apa dengan mereka?” sambil meminum kola dinginnya, pertanyaan Vania yang tidak peka secara tidak langsung membuat Velia semakin lelah.
“Aku mengerti maksudmu Velia, tapi benar kata Vania.” Sarah yang mengerti arah pembicaraan ini mencoba meluruskannya. “Aku juga tidak begitu tahu sejak kapan, tapi mereka berdua memang terlihat akrab belakangan ini, terlebih saat di kelas. Bisa dibilang, Jasmine saat ini seakan berusaha melindungi Aria. Tapi, meskipun memang begitu, apa masalahnya?”
“Masalah ya?” Velia terdiam sejenak sambil merenungkan pertanyaan itu, menatap ke atas langit-langit cafe memandangi kipas angin yang terus berputar pelan. Kenapa harus menyalakan kipas kalau sudah menggunakan AC? Pemikiran tidak berguna itu tiba-tiba terlintas di dalam kepalanya dan seakan menghubungkannya dengan keadaan Aria. Kipas yang dinyalakan dalam ruangan ber-AC tidak akan memiliki pengaruh apapun, tidak akan ada perbedaan besar sekalipun dimatikan. Begitu juga dengan keakraban Aria dan Jasmine, kenapa aku harus mempermasalahkan pertemanan kecil mereka? Toh mereka juga tidak berteman dengan yang lainnya.
“Velia? Kau baik-baik saja? Kenapa melamun?”Ucapan Sarah memecahkan lamunan Velia yang hanya sesaat itu.
“Ah… bukan apa-apa.” Velia kembali mengambil kentang gorengnya. “Kalau menurutmu bagaimana Vania?”
“Apanya?” Vania masih belum benar-benar terhubung dengan percakapan Velia dan Sarah karena terus melahap parfait coklatnya yang baru saja diantar.
“Hah….” Velia membuang nafasnya, lelah dengan sikap Vania yang terlihat seperti orang bodoh.
“Eh? Kenapa? Kenapa? Beri tahu aku juga.” Vania tiba-tiba menjadi penasaran.
“Ini gara-gara kamu, Velia jadi kesal karena kau tidak memperhatikannya.” Sarah sedikit memarahi Vania.
“Aku perhatikan kok. Soal Idiot dan si tukang pukul itu kan? Kenapa? Kau terganggu dengan keakraban mereka dan tak tahu kenapa merasa seperti itu Velia?”
Untuk sejenak Sarah dan Velia terkejut dengan kemampuan Vania yang bisa menyimpulkan dengan tepat secara tiba-tiba itu.
“Lalu, bagaimana menurutmu? Apa ada yang salah? Atau aku memikirkannya terlalu berlebihan?”
“Umm… bagaimana ya, aku susah menjelaskannya….” Sambil meletakkan satu tangannya di atas kepala dan berpose seakan sedang berpikir dan membiarkan sendok parfaitnya tetap berada dalam mulutnya, Vania melanjutkan perkataannya setelah bergumam setengah menit. “Ah, aku tahu. Bisa dibilang kalau itu karena bakatmu Velia.”
“Bakat?” tanya Velia yang bingung dengan ucapan berbelit dari Vania.
“Iya, seperti kemampuan melihat sebuah ancaman besar yang akan datang dari hal kecil yang terlihat seperti tidak akan ada yang terjadi meski di biarkan.”
“Maksudmu semacam Butterfly Effect?” Sarah menyimpulkan.
“Apa itu? Efek kupu-kupu? Aku tidak sedang berbicara tentang pelajaran biologi.”
“Kau ini sebenarnya jenius atau bodoh sih, bisa berbicara seperti itu tapi tidak mengerti apa itu Butterfly Effect?”
“Kenapa kau jadi meledekku? Aku kan hanya menyimpulkan keadaannya saja, aku memang tidak sedang membicarakan biologi.”Sementara Vania dan Sarah saling bertengkar karena hal bodoh, Velia mendapatkan sedikit gambaran dari perkataan Vania yang terdengar bodoh tapi masuk akal.
“Butterfly Effect ya…?
“Velia? Kau menemukan sebuah jawaban?”
“Yah kira-kira seperti itu. Intinya adalah aku tidak dapat membiarkan keakraban mereka berdua berada di luar kendaliku.”
“Memangnya kenapa?” pertanyaan bodoh Vania kembali lagi.
“Sejak kejadian pemukulan itu, kita tahu bahwa orang yang tidak ingin menuruti perkataanku bukan lagi hanyalah Aria, melainkan juga Jasmine, terlebih lagi tidak seperti Aria yang dapat kita lawan bertiga, Jasmine sama sekali tidak dapat dikendalikan.”
“Oh… aku mengerti. Jadi karena tidak dapat dikendalikan itulah, Jasmine yang sekarang mulai akrab dengan Aria bisa menjadi ancaman bagi kekuasaanmu dan kalau sampai pengaruh itu tersebar ke seluruh murid di kelas ataupun seluruh sekolah, kemungkinan terburuknya adalah….”
“Cukup. Aku tidak ingin dengar perkataan selanjutnya.” Velia menghentikan kalimat Vania dengan sedikit bentakan.Pada dasarnya Velia tidak peduli dengan apa yang terjadi antara Aria maupun Jasmine, tidak peduli dengan kekuasaan yang benar-benar ia miliki dan juga tidak lagi peduli dengan Aria yang pernah menentangnya dulu saat bersama Hellen. Selama murid-murid yang lain tidak ada yang berani mengganggunya, itu sudah cukup untuk Velia. Tapi semua murid sudah mengetahui tentang Velia dan bisa dibilang memang banyak yang tidak menyukainya namun tidak berani melawannya, jadi jika mereka menyadari hal ini dan mulai bekerja sama dengan Aria dan Jasmine yang dapat menghadapi Velia tanpa ragu. Itu hanya akan menjadi mimpi buruk baginya.
Velia adalah gadis populer, nomor 1 di antara seluruh murid di SMA Magasa, dan juga cucu dari pemilik yayasan yang menaungi sekolah ini. Kebanggan dirinya maupun kekuasaan yang dimilikinya adalah segalanya untuknya. Tidak akan ia biarkan siapapun yang beniat untuk mempermalukan dirinya. Sekalipun tidak akan.
“Jadi apa rencanamu sekarang?” tanya Sarah yang membetulkan kacamatanya sambil meminum kola dinginnya.
“Mudah saja. Pertama-tama aku akan minta kalian untuk….” Sambil sedikit tersenyum Velia melanjutkan kalimatnya. “… mencari kelemahan Jasmine.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot Aria [COMPLETE]
Подростковая литератураAria, seorang gadis SMA yang hanya ingin berteman dengan semua murid di kelasnya, harus menyadari kenyataan ia tidak lebih dari sekadar murid yang dibully oleh Velia dan gengnya. Akankah keinginan Aria dapat terwujud?